Empathy…

Jum'at, 4 April 2014
Oleh: Muhaimin Iqbal
Belum lama ini di telivisi disajikan  sebuah wawancara yang menarik tentang seorang walikota di negeri ini. Sepanjang wawancara berulang kali si walikota menangis ketika menceritakan penderitaan dan duka rakyatnya. Itulah empathy, kemampuan untuk bisa merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Empathy adalah sesuatu yang barangkali kini langka di negeri ini, sesuatu yang sangat dibutuhkan kehadirannya oleh rakyat tetapi nyaris tidak ada lagi di negeri ini.


Seandainya empathy masih ada di sini, tidak akan ada wanita-wanita negeri ini yang harus meninggalkan keluarganya demi sesuap nasi di negeri-negeri yang jauh yang sangat berbeda dalam segala hal, di negeri-negeri yang sampai mereka terancam hukuman mati.

Seandainya empathy masih ada disini, tidak diperlukan lagi hambur-hamburan uang untuk memperoleh sympathy sesaat dari rakyat yang sedang dibujuk untuk memilih, tetapi setelah itu mereka dilupakan kembali.

Seandainya empathy ada di sini, tidak akan ada kebijakan yang mencekik rakyat dengan beban biaya hidup yang semakin berat, tidak akan ada kebijakan yang memojokkan rakyat untuk bertarung secara langsung  head to head dengan jaringan pasar global – pemilik 99 ekor kambing yang mengambil kambing satu-satunya milik rakyat.

Empathy nyaris tidak ada lagi di negeri ini karena empathy bukan something to get – bukan sesuatu yang ujug-ujug bisa dimiliki seseorang hanya dengan membagi-bagikan uang atau sembako di musim kampanye. Empathy adalah something to earn, sesuatu yang diperoleh dengan susah payah - dibangun dengan langkah-langkah kongkrit yang lama sampai dia secara perlahan terinternalisasi dalam diri seseorang.

Contoh puncak empathy itu ada dalam diri uswatun hasanah kita seperti yang dikabarkan langsung olehNya :

Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS 9 : 128)

Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam disebut uswatun hasanah – contoh terbaik, karena apa yang ada pada diri beliau memang bisa menjadi contoh bagi umatnya sepanjang jaman, termasuk dalam hal empathy ini. Bahkan empathy ini juga menjadi salah satu prophetic values – nilai-nilai kenabian dari seluruh nabi.

Bagaimana seluruh nabi-nabi Allah membangun empathy pada dirinya ini ? selain dengan wahyu yang diterimanya, ternyata mereka juga melakukan pelatihan empathy yang sama, yaitu dengan menggembalakan kambing.

"Setiap Nabi yang diutus oleh Allah adalah menggembala kambing". Sahabat-sahabat beliau bertanya : “Begitu juga engkau ?” ; Rasulullah bersabda : “Ya, aku menggembalanya dengan upah beberapa qirath penduduk Mekah”. (H.R. Bukhari)

Apa hubungannya antara empathy dengan menggembala kambing ini ?

Seorang penggembala melatih ‘komunikasi’ dengan gembalaannya. Meskipun kambing-kambing atau domba-domba yang digembalakannya tidak bisa bicara ketika perutnya lapar, tidak bisa mengeluh ketika sakit – si penggembala tetap harus tahu dan dapat merasakan kapan gembalaannya lapar dan kapan gembalaannya sakit.

Bila dengan binatang saja sang gembala bisa 'bicara' dan merasakan apa yang dirasakan gembalaannya, apalagi dengan manusia yang bisa bicara, bisa protes, punya hak suara untuk memilih dlsb – sudah seharusnya para pemimpin harus mampu ber-empathy terhadap mereka.

Karena kemampuan untuk ber-empathy ini sangat diperlukan khususnya bagi yang ingin menjadi pemimpin, barangkali kini waktunya untuk memberikan pendidikan dan pelatihan menggembala kambing atau domba kepada anak-anak sejak dia di bangku sekolah dasar sampai kelak ketika  hendak menjadi pemimpin, bahkan juga ketika mereka menjabat. Karena para nabi-pun ada yang menggembala sewaktu kecil, ada yang menggembala sampai dia menjadi nabi.

Kelak bila kesadaran untuk membangun empathy ini muncul, saya membayangkan lahan-lahan gembalaan akan dipenuhi para caleg, para (calon) pemimpin dari tingkat lurah sampai (calon) presiden yang sedang mempersiapkan diri untuk membangun empathy-nya.

InsyaAllah ini akan lebih efektif dari pembekalan-pembekalan di hotel bintang lima, seminar-seminar, pelatihan pra jabatan dan sejenisnya. Murah, efektif dan mengikuti sunnah para nabi. InsyaAllah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar