Kecepatan dan Percepatan…

Rabu, 16 April 2014
Oleh: Muhaimin Iqbal
Dahulu waktu di SMA kita semua belajar tentang teori kecepatan dan percepatan. Kecepatan adalah jarak per satuan waktu (v=s/t) dengan satuan m/s, sedangkan percepatan adalah perubahan kecepatan dalam satuan waktu (a=Δv/t) dengan satuan m/s2. Sayangnya pemahaman teori ini kebanyakan hanya dipakai di ruang-ruang ujian, bukan untuk menyelesaikan masalah yang sesungguhnya. Padahal dengan teori yang sederhana ini sebenarnya kita bisa memecahkan berbagai masalah besar bangsa ini. Masalah krisis konsumsi daging nasional misalnya, akan lebih mudah dipahami dan diatasi dengan teori kecepatan dan percepatan ini.


Prinsip dasarnya adalah hal yang bergerak dengan kecepatan tertentu dan sudah mencapai jarak tertentu, akan bisa dikejar oleh hal lain yang juga bergerak kearah yang sama dengan kecepatan tertentu – bila yang kedua ini memiliki percepatan yang cukup.

Sekarang kita definisikan hal yang pertama, dia adalah jumlah penduduk negeri ini yang tahun ini sudah mencapai 250 juta orang dan tumbuh dengan kecepatan 1.16 % per tahun. Penduduk yang terus bertambah ini, ingin terus  makan daging secara cukup – bukan hanya pada tingkat konsumsinya yang 10 kg/tahun/kapita, tetapi ingin juga  mampu makan daging seperti bangsa-bangsa lain di dunia yaitu rata-rata 41 kg/tahun/kapita.

Tahun ini seluruh daging dari berbagai jenis mulai dari sapi, ayam, domba, kambing dst yang mampu disediakan oleh negeri ini hanya akan berkisar 2.5 juta ton untuk tetap menjaga pemenuhan 10 kg/tahun per kapita bagi 250 juta penduduk. Bila kita ingin mengkonsumsi daging yang cukup seperti rata-rata bangsa lain di dunia kita butuh lebih dari empat kalinya dari yang sekarang yaitu 10.262 juta ton – tentu saja jumlah ini tidak tercapai lha wong untuk mempertahankan tingkat konsumsi yang existing saja kita harus impor begitu banyak daging.

Jumlah penduduk terus bertambah, demikian pula jumlah daging yang dikonsumsinya. Untuk mengimbangi pertambahan penduduk, maka  pemilu berikutnya 2019 penduduk Indonesia yang 265 juta membutuhkan daging 2.652 juta ton untuk sekedar mempertahankan tingkat konsumsinya sekarang. Akan membutuhkan 10.871 juta ton bila ingin mengkonsumsi daging sama dengan rata-rata penduduk dunia. Semakin tidak terkejar ?

Masih mungkin kita kejar bila kita pahami dan terapkan teori kecepatan dan percepatan tersebut di atas. Bila hal pertama yang melaju di depan adalah masalahnya, maka hal yang kedua yang mengejar adalah solusinya. Solusinya bisa berupa percepatan produksi daging sapi, domba, kambing dlsb. tetapi mana yang kita pilih ? yang kita pilih adalah hewan ternak yang memiliki percepatan pengadaan daging yang cukup untuk mengejar ketinggalan tersebut.

Dari mana kita tahu percepatan produksi daging dari masing-masing jenis ternak ? disitulah teori fisika dasar tersebut bisa kita pakai. Bila s dalam rumus fisika tersebut diatas menggambarkan satuan jarak, kali ini s kita gunakan untuk supply daging. Kemudian t yang mewakili satuan waktu second (detik) kita ubah menjadi tahun.

Maka formula percepatan menjadi  a = (s/t1)/t2=s/t1 x 1/t2 = s/(t1 x t2). Kali ini s yang merepresentaasikan supply daging kita gunakan jumlah rata-rata anakan dari jenis ternak yang digunakan pada setiap kali peranakannya. Sedangkan t1 adalah waktu antara peranakan satu ke peranakan berikutnya dalam satuan tahun, t2 adalah waktu yang diperlukan anakan ternak sampai siap disembelih untuk diambil dagingnya – juga dalam tahun.

Dari formula ini kita akan bisa menghitung percepatan atau a setiap hewan ternak. Untuk sapi misalnya  s = 1 sapi (sekali beranak 1), t1 = 2 tahun (jarak peranakan yang satu ke peranakan berikutnya) dan t2= 1.5 tahun (jarak antara kelahiran dan usia rata-rata sapi dipotong). Maka a(sapi)= 1 sapi / (2 tahun x 1.5 tahun) = 1/3 sapi/tahun2.

Cara yang sama kita gunakan untuk domba, s = 2 domba (sekali beranak rata-rata 2), t1=2/3 tahun (jarak peranakan domba adalah 8 bulan) dan t2=1/2 (domba bisa disembelih usia 6 bulan). Jadi a(domba) = 2 domba /(2/3 tahun x ½ tahun) = 6 domba /tahun2.

Tentu masing-masing a(sapi) dan a (domba) nantinya perlu dihitung secara lebih akurat oleh para sarjana peternakan/pertanian untuk thesis-thesis mereka di S1, S2 maupun S3. Pada saat ini kita asumsikan saja perhitungan saya tersebut relatif akurat sesuai fitrah masing-masing ternak . Maka sekarang kita tahu bahwa percepatan produksi daging domba bisa mencapai 18 kali dari percepatan produksi daging sapi.

Seandainya kita sama-sama invest masing-masing Rp 1 trilyun untuk sapi dan kambing, maka yang Rp 1 trilyun sapi dapat untuk membeli  sekitar 71,429 bibit sapi. Dengan tingkat percepatan produksi daging sapi yang hanya 1/3 sapi/tahun2 tersebut di atas, maka dampaknya untuk pertambahan produksi daging nasional nyaris tidak nampak karena tidak lebih dari 1 % sampai 20 tahun mendatang.

Sebaliknya Rp 1 trilyun yang untuk domba, dapat untuk membeli 500,000 bibit domba. Dengan percepatan produksi dagingnya yang mencapai 6 domba /tahun2 , maka tambahan produksinya bisa mencapai 80% dari produksi daging nasional saat itu. Saat itulah Indonesia mampu mengkonsumsi daging rata-rata sama dengan bangsa-bangsa lain di dunia yaitu 41 kg /tahun per kapita. Perhatikan grafik di  bawah untuk lebih memahami hal ini.


Akselerasi Pemenuhan Kebutuhan Daging Nasional
 
Garis kuning (percepatan produksi daging sapi) yang berhimpitan dengan garis hijau (pemenuhan kebutuhan daging pada tingkat konsumsi sekarang) menunjukkan bahwa dengan injeksi capital  Rp 1 trilyun-pun ke per-sapi-an nasional – dia nyaris tidak berdampak pada produksi karena hanya meningkatkan produksi daging 1 % dalam 20 tahun mendatang.

Sebaliknya dengan Rp 1 trilyun yang sama untuk domba, dia akan melesatkan produksi daging nasional dari domba – yang kemudian bisa membuat rakyat negeri ini mampu secara keseluruhan makan daging rata-rata 41 kg/tahun per kapita. Bahkan lebih jauh dari ini, Indonesia-pun bisa menjadi eksportir domba atau daging domba ke negeri-negeri lain yang membutuhkannya.

Mudahkah ini diimplementasikan ? tentu saja tidak mudah tetapi juga bukan hal yang mustahil – peluang ke arah sana sangat dimungkinkan. Kajian mengenai hal ini dan implementasinya lebih lanjut insyaAllah akan dimunculkan di tulisan-tulisan berikutnya, yang secara kesluruhan akan menjadi buku kami yang ke 14. InsyaAllah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar