Pak Kyai Di Sidang Kabinet Baru…

Ahad, 6 April 2014
Oleh: Muhaimin Iqbal
Di setiap krisis yang dihadapi bangsa ini, saya selalu ‘bermimpi’ guru imaginer saya Pak Kyai turut hadir menyelesaikannya. Maka seperti ‘mimpi-mimpi’ sebelumnya ketika negeri ini menghadapi krisis inflasi  meningkatnya jurang antara si kaya dengan si miskin dan krisis bahan pangan, untuk kesekian kalinya saya ‘bermimpi’ Pak Kyai hadir kembali di sidang kabinet. Kali ini kejadian dalam ‘mimpi’ tersebut adalah ketika rangkaian PEMILU eksekutif 2014 telah berakhir, Presiden baru lengkap dengan seluruh jajaran menterinya baru dilantik.


Dalam sidang kabinet pertama, Presiden baru kita ingat dengan janji-janjinya selama masa kampanye. Bahwa dia antara lain menjajikan swasembada pangan bagi negeri ini, bahwa dia menjanjikan negeri yang kuat dalam bidang ekonomi sehingga tidak ditekan-tekan dan didekte oleh negeri-negeri asing.

Kabinet kali ini diisi oleh para pakar dan professional di bidangnya masing-masing, namun demikian Pak Presiden belum sepenuhnya puas dengan pemikiran para menteri untuk menghadapi krisis multi dimensi yang dihadapi saat itu.

Di bidang ekonomi krisis itu terindikasi dari rendahnya daya beli masyarakat, rendahnya kwalitas dan kwantitas pangan mereka, terus menurunnya nilai tukar Rupiah, terus merosotnya cadangan devisa, ekonomi biaya tinggi di hampir seluruh sektor dlsb. dlsb.

Maka setelah seluruh menteri menyampaikan garis besar pemikiran mereka masing-masing, Pak Presiden berbicara dengan Pak Kyai.

Begini Pak Kyai, saya mendengar sudah beberapa kali dalam pemerintahan sebelumnya Pak Kyai diundang untuk hadir dalam sidang kabinet semacam ini. Maka tradisi baik dari pendahulu saya tersebut ingin saya teruskan dan bahkan tingkatkan, saya ingin ada wawasan lain diluar yang sudah biasa saya dengar dari para menteri dan pembantu saya lainnya. Monggo Pak Kyai, kami semua ingin menyimak…”

Dengan penampilan yang santai, memakai sarung dan kopyah hitam miring – Pak Kyai seolah memecah kekakuan suasana sidang kabinet. Setelah mengucapkan syukur kepada Allah dan menyampaikan shalawat dan salam kepada Junjungan kita Nabi Muhammad Shollallahu ‘Alaihi Wasallam Pak Kyai-pun mulai bicara :

Mohon maaf bapak Presiden, sebelum saya menyampaikan uneg-uneg saya, saya ingin memberi hadiah kepada Pak Presiden”. Kemudian Pak Kyai menyampaikan hadiahnya berupa koin emas seperti dalam gambar disamping. Ditengah keheranan pak Presiden dan para menteri yang hadir, Pak Kyai kemudian menjelaskannya.

Koin emas tersebut adalah perlambang amanah kepada bapak Presiden dan para menteri. Koin itu di bahasa bapak-bapak sekalian adalah yang disebut unit of account, dalam bahasa pesantren saya adalah timbangan yang adil. Dalam bahasa bapak-bapak dia adalah perlambang store of value, dalam bahasa kami dia adalah alat untuk mempertahankan nilai atau bagian dari ketahanan ekonomi (yukhsinun)”.

Maksudnya adalah, agar dalam lima tahun jabatan bapak-bapak sekalian kedepan, bapak-bapak bisa berperilaku adil terhadap rakyat. Dan Bapak-bapak juga harus bisa membangun ketahanan ekonomi negeri ini, mampu meningkatkan dan kemudian juga mempertahankan daya beli masyarakatnya”.

Pak Presiden kemudian menyela : “Menarik sekali Pak Kyai, tapi apa hubungannya koin ini dengan masalah yang kini kita hadapi ? apa solusi  kongkritnya menurut pak Kyai ?”. pak Kyai-pun tidak sabar untuk segera menjelaskannya :

Begini bapak  Presiden dan bapak-Ibu menteri sekalian. Ekonomi kita lemah, cadangan devisa terkuras dan nilai tukar uang kita terpuruk karena kita belum berhasil membangun keunggulan-keunggulan berdasarkan resources yang kita miliki”.

Selain bahan bakar, kita harus mengimpor bahan-bahan pangan dari tepung sampai daging dan susu – padahal kita hidup di bumi Allah yang paling kaya keaneka ragaman hayati kita dan mendapatkn hujan sangat cukup disamping sinar matahari sepanjang tahun. Hanya beberapa negeri katulistiwa saja yang memiliki keunggulan semacam ini di dunia”.

Adapun koin yang saya berikan ke bapak Presiden tadi, itu hanyalah simbul – bahwa hanya dengan domba atau kambing-pun negeri ini bisa bangkit, membangun cadangan devisa, mencukupi kebutuhan pangan sekligus menyuburkan kembali lahan-lahan kita yang mulai gersang”.

Bapak menteri pertanian bisa cek, bahwa tahun lalu produksi daging sapi  kita hanya 430,000 ton atau kalau dibagi rata-rata penduduk hanya kebagian 1.8 kg per tahun per kapita. Setelah ditambah impor, daging domba, kambing, ayam dlsb, konon menurut datanya FAO kita bisa makan daging sampai 10 kg per tahun per kapita. Inipun kurang dari ¼ konsumsi rata-rata penduduk dunia yang berada di kisaran 41 kg per tahun per kapita”.

Sekarang saya akan tunjukkan bahwa kita bisa meningkatkan konsumsi daging kita untuk mencapai rata-rata penduduk dunia – atau empat kali dari sekarang, pada saat yang bersamaan kita meningkatkan devisa dari berbagai sektor !”.

Karena melihat wajah-wajah para menteri yang mengekspresikan kekurang percayaannya. Pak Kyai-pun melanjutkan :

Selama ini kita perfikir sektoral. Menteri kehutanan fokus ngurusi hutan dan tentu saja harus berusaha mempertahankan kekayaan yang satu ini. Menteri pertanian mengurusi pertanian dalam arti luas dan dari waktu ke waktu tentu harus bisa meningkatkan produksi pangan di negeri ini. Tetapi bagaimana dia dapat meningkatkan produksi ? tentu tidak dengan membabat hutan, karena ini akan bertentangan dengan kepentingan menteri kehutanan. Kemudian industri peternakan kita terjebak dengan feed trap, biaya pakan yang tinggi sehingga kita tidak bisa memproduksi daging dan susu secara murah. Dari sinilah kemudian kita menyerah dengan mengimpor tepung, daging dan susu dari negeri-negeri lain”.

Padahal dengan mengintegrasikan ketiganya, kehutanan-pertanian – dan peternakan yang kemudian kami sebut WATANA (Wana Tani Ternak), semuanya menjadi saling melengkapi dengan sangat indah. Hutan kita ya ladang kita ya tempat gembalaan untuk ternak-ternak kita”.

Dengan menintegrasikan ketiganya, hutan kita akan lestari karena terus menerus dipupuk dengan kotoran ternak yang gratis dan melimpah, bertani kita menjadi variatif karena tidak hanya menanam tanaman semusim tetapi juga tanaman-tanaman jangka panjang yang bisa dipetik hasilnya secara terus menerus tanpa perlu menanam ulang setiap saat. Ternak kita memperoleh pakan yang melimpah tidak perlu membeli”.

Merasa bidangnya disinggung Pak Kyai, menteri pertanian-pun menyela : “Mohon maaf Pak Presiden, boleh kami menyela ?” Setelah diijinkan oleh pak Presiden menteri pertanian-pun menyela penjelasan Pak Kyai : “Begini Pak Kyai, apa yang Pak Kyai sampaikan tersebut seolah ideal – padahal belum ada bukti keberhasilannya di lapangan. Sedangkan kita butuh solusi-solusi yang konkrit yang sudah ada bukti keberhasilannya”.

Merasa tertantang, pak Kyai-pun menjelaskan ; “Justru inilah buktinya bapak Presiden dan para menteri, kita sudah 69 tahun merdeka – tetapi kita tidak mandiri pangan. Bukankah ini bukti bahwa pendekatan yang ditempuh selama ini gagal ? bukankah kita perlu menempuh jalan lain agar kita tidak gagal lagi dan gagal lagi ?, bukankah bapak-bapak sekalian juga tidak ingin me jadi pemerintahan yang gagal dalam lima tahun kedepan ?”.

Tetapi apa jalan lain itu ?, rakyat telah lelah menjadi ajang percobaan system ekonomi demi system ekonomi. Ekonomi Orde Lama berujung hiper inflasi dan sanering, ekonomi Orde Baru berujung pada ekononomi kroniisme yang hanya menguntungkan segelintir orang. Ekonomi era reformasi hanya berujung negeri ini jadi bancakan raja-raja kecil dari daerah sampai pusat !

Tidak ada jalan lain, kita harus kembali ke system ekonomi yang benar. Ekonomi yang berbasis petunjukNya”. Mendengar ini, menteri ekonomi yang Doctor lulusan barat memotong : “Tetapi apa ada pak Kyai konsep ekonomi yang berbasis petunjuk itu ? seperti apa konkritnya, dan dimana diterapkan secara berhasil ?

Merasa seperti dikeroyok para menteri, Pak Kyai-pun tidak kalah sigap : “Allah berjanji bahwa kitabNya adalah petunjuk, penjelasan dan jawaban untuk segala bidang. Maka pasti urusan ekonomi yang begitu besar mengurusi hajat hidup orang banyak-pun ada tuntunan detilNya”.

Seperti kombinasi antara hutan/kebun dengan pertanian dan penggembalaan ternak tersebut, petunjuknya bergitu jelas dan lengkap.” Lalu pak Kyai membacakan dan menjelaskan tafsir Surat An-Nahl 10-11 dan ‘Abasa 24-32.

Pak Presiden yang manggut-manggut akhirnya menengahi : “Saya paham, perdebatan ini hanya masalah pendekatan yang berbeda. Para menteri mendekati masalah dengan keahliannya, Pak Kyai mendekati masalah dengan petunjukNya. Justru inilah yang saya kehendaki, setiap masalah didekati dengan petunjukNya, kemudian ditindak lanjuti di lapangan dengan profesionalisme dan keahlian di masing-masing bidang”.

Ganti Pak Kyai yang manggut-manggut: “ betul Pak Presiden, PetunjukNya harus menjadi panglima dalam setiap masalah yang kita hadapi dan akan selesaikan, kemudian seluruh jaringan keahlian dan profesionalisme di masing-masing bidang akan menjadi para prajuritnya di bidang masing-masing”.

Pak Presiden kemudian mengarahkan : “Kongkritnya seperti apa Pak Kyai, bagimana dengan WATANA tadi kita akan bisa membangun kekuatan ekonomi, bisa meningkatkan cadangan devisa dan bisa swasembada pangan ?

Begini pak Presiden dan bapak-ibu menteri, bila kita menjadikan hutan, kebun dan lahan kita sekligus menjadi lahan gembalaan – maka kita akan bisa memproduksi daging yang murah. Bersamaan dengan itu lahan-lahan akan subur dengan sendirinya, otomatis hasil berupa bahan makanan lain akan juga menjadi murah dan melimpah. Dari sini saja kita sudah tidak akan mengimpor bahan-bahan makanan termasuk daging dan susu”.

Pak Presiden masih menyampaikan pertanyaan lanjutan : “Apakah bisa pak Kyai ini dilakukan ?, apakah ternak yang digembala tersebut tidak merusak tanaman-tanaman ?

Pak Kyai menjelaskan “InsyaAllah sangat bisa Pak Presiden, pertama ini adalah sesuai tafsir ayat-ayat yang tadi saya jelaskan. Kedua di lapangan kita juga harus selektif ternak apa digembala di lingkungan seperti apa. Pada kesempatan ini juga saya sarankan ternak yang digembalakan tersebut utamanya adalah domba.”

Saran ini membuat menteri pertanian tidak tahan untuk tidak bicara : “Mohon maaf Pak Kyai, tadi Pak Kyai menjelaskan dengan konsep WATANA kita akan bisa swasembada pangan termasuk daging. Kok yang dipilih domba ? bagaimana mungkin kita bisa mencukupi kebutuhan daging nasional hanya dengan domba ?

Demikian pak menteri, sudah saya jelaskan sebelumnya – bahwa ketika kita tidak merubah mindset kita – maka kejumudan telah membuat negeri ini tidak mandiri setelah 69 tahun merdeka. Kita harus bisa dan mau merubah mindset kita, bahwa daging bukan hanya daging sapi, daging bisa domba , kambing dlsb”.

Menteri pertanian masih menyela : “ Coba bayangkan Pak Kyai, berapa banyak domba harus dipelihara untuk bisa mencukupi kebutuhan daging kita, dan bahkan kata Pak Kyai tadi kita akan bisa meningkatkan konsumsi daging sampai menyamai rata-rata penduduk dunia – atau 4 kali dari konsumsi sekarang ? berapa luas lahan gembalaan yang harus disediakan untuk itu ?

Dengan enteng Pak Kyai menjawab challenge dari menteri yang bergelar Professor Doctor itu : “Alhamdulillah pak menteri, saya dan team saya sudah pernah membuat oret-oretannya. Dibutuhkan sekitar 5.2 juta hektar lahan WATANA untuk bisa menampung 975 juta domba yang akan cukup untuk menyediakan daging 41 kg per tahun per kapita bagi seluruh penduduk negeri ini !”.

“5.2 juta hektar lahan seolah lahan yang sangat luas yang nggak mungkin tercapai, padahal ini kurang lebih hanya setara dengan separuh lahan sawit yang ada di negeri ini. Ini juga hanya mewakili sekitar 3 % dari luasan lahan hutan , kebun dan sawah negeri ini yang mencapai sekitar 156 juta hektar”.

Ganti menteri kesehatan yang kurang sreg dengan solusi domba ini : “ Mohon maaf Pak Presiden saya harus menyela, daging domba menurut saya bukan solusi. Pertama karena alasan kesehatan, kedua karena alasan masyarakat yang tidak terbiasa dengan daging domba”. Pak Presiden melihat ke Pak Kyai, memberi isyarat untuk menjawab.

Pak Kyai-pun sigap menjawab : “Mohon maaf ibu menteri, ibu tadi mengisyaratkan ada masalah kesehatan di daging domba. Ibu memiliki data atau alasan ilmiahnya, atau hanya mythos ?” Karena ibu menteri tidak siap merespon pertanyaan balik pak Kyai, maka Pak Kyai-pun segera menjelaskannya :

Saya justru memiliki data ilmiah, bahwa anggapan daging kambing atau domba berpengaruh buruk pada kesehatan, darah tinggi, jantung, kolesterol dlsb. hanyalah mythos belaka. Data dari USDA (United States Department of Agricuture) daging kambing memiliki kolesterol yang lebih rendah dari daging sapi dan bahkan daging ayam !. Daging domba khususnya yang digembalakan di rerumputan bahkan masuk salah satu World Healthiest Food !”.

Yang perlu diajari masyarakat hanyalah proses penanganan pasca penyembelihan. Bila selama ini masyarakat umumnya memasak langsung setelah kambing atau domba disembelih, ini yang membuat kolesterol tinggi karena daging dimasak di fase rigor mortis (pengejangan pasca penyembelihan) . Sebaiknya daging kambing atau domba disimpan dulu di suhu 4 derajat celcius atau kurang (suhu ruangan utama kulkas, bukan ruang pembekunya) sampai 24 jam kurang lebih. Setelah itulah daging kambing atau domba akan lebih baik dari sapi dan ayam tersebut di atas”.

Pak Presiden dan Para menteri semua manggut-manggut mendapatkan wawasan baru yang sangat detil dari Pak Kyai. Pak Presiden kemudian mengarahkan :

Baik, kita paham sekarang bahwa konsep Pak Kyai tentang WATANA dan domba tadi layak untuk didalami dan ditindak lanjuti para menteri. Tetapi sebelum saya tutup, bagimana menurut Pak Kyai kita akan menyediakan lahan 5 juta hektar lebih tadi, dan bagimana ini bisa menghadirkan devisa, menguatkan ekonomi kita , dari mana anggarnnya dlsb ?

Pak Kyai rupanya juga siap untuk menerima pertanyaan semacam ini : “ Begini Pak Presiden, lagi-lagi pertama mindset-nya harus diubah dahulu. Bahwa lahan yang 5 juta hektar lebih tersebut tidak diambil dari siapapun. Konsepnya lahan tersebut tetap milik atau dalam kelolaan masing-masing pihak yang selama ini memiliki atau mengelola. Bahkan sebaliknya, dengan menjadikannya lahan WATANA – lahan tersebut sebenarnya ditingkatkan produktifitasnya, menjadi lahan-lahan yang subur berkelanjutan tanpa ada pupuk yang dibeli dan memberikan hasil sampingan yang selama ini tidak diperoleh, hasil sampingan yang bisa jadi lebih besar dari hasil pokoknya.”

Perhutani dan perkebunan-perkebunan akan melonjak pendapatannya karena dengan WATANA tiba-tiba hutan atau kebun yang mereka kelola menjadi lahan gembalaan yang sangat luas dan subur. Lapangan kerja meningkat dan ekspor hasil hutan /kebun juga meningkat. Di dalam negeri ini meningkatkan pendapatan per kapita sekaligus mengerem impor bahan pangan. Dari sini saja Rupiah kita akan bisa menguat dan cadangan devisa kita bisa terus bertambah”.

Lebih dari itu terkait dengan permodalan, kita juga tidak usah repot-repot memikirkannya – karena masyarkat dunia akan berbondong-bondong membiayai project semacam ini”. Kali ini kepala BKPM yang terkejut dan tidak tahan untuk menyela.

Maksud Pak Kyai apa ? apakah projek WATANA dan domba ini didanai dengan investasi asing ? Tidak sejalan dong dengan pemikiran pertama tadi bahwa kita akan mandiri ekonomi dan bebas dari tekanan asing ?”.

Pak Kyai tidak kalah siap dengan pertanyaan yang satu ini pula : “begini pak, kalau investor asing itu adalah segelintir pemain besar, maka benar mereka akan menekan kita. Tetapi kalau investor itu adalah jutaan individu dari seluruh dunia, maka tidak ada investor yang cukup besar yang bisa menekan kita”.

Pak Presiden terkejut dengan ide yang diluar dugaannya ini. Beliau memotong : “ kongkritnya seperti apa Pak Kyai ?, bagaimana jutaan orang dari luar sana mau terlibat dalam project WATANA dan domba ini ?” Pak Kyai menoleh ke Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Ini tugas ibu !” Pak Kyai memulainya : “Tanpa kita sadari uang rakyat negeri ini tersedot keluar secara luar biasa untuk membeli barang atau membayar jasa lewat internet. Tidak sedikit pula uang negeri ini yang tersimpan dalam berbagai mata uang digital jaman ini yang jumlahnya telah mencapai sekitar 180-an di seluruh dunia, salah satu yang terbesar yang kita kenal di antaranya adalah Bitcoin”.

Nah bila selama ini kita lebih banyak menjadi pasar bagi barang dan jasa dagangan dunia, dengan industri kreatif  yang berkembang, kita bisa melakukan sebaliknya. Kita bisa menyedot uang dunia untuk mengalir ke negeri ini, ya antara lain dengan  project-project WATANA, domba dlsb. ini”.

Di tengah kegalauan masyarakat dunia yang tidak comfortable dengan investasi dan uang mereka, mereka mencari berbagai bentuk investasi dan uang lain seperti Bitcoin tersebut. Segala uang dan investasi digital tidak ada apa-apanya, bila dibandingkan dengan investasi di sektor riil seperti WATANA dan domba ini. Selain memiliki nilai-nilai yang dirindukan dunia – yaitu penyelamatan lingkungan dari kerusakan alam, investasi mereka juga di-backup sepenuhnya dengan sektor riil berupa hutan-hutan, kebun, ladang dan ternak”.

Karena sudah terlalu panjang sidang kabinet mendengarkan masukan Pak Kyai, akhirnya Pak Presiden memberi isyarat agar Pak Kyai mengakhirinya. “bagus sekali wacana Pak Kyai ini dan saya sependapat semua menteri yang terkait menindak lanjutinya. Barangkali pak Kyai ada kata penutup agar wacana ini bisa bener-bener kita implementasikan bersama untuk kebaikan negeri ini ?”.

Pak Kyai sebenarnya masih sangat banyak uneg-uneg yang bisa mengalir bagai aliran sungai deras, tetapi karena disuruh berhenti maka Pak Kyai-pun mengakhiri :

Terima kasih Pak Presiden, dan mohon maaf bila penjelasan saya berlarut-larut – karena saya hanya ingin memberikan penjelasan sedetil mungkin agar tidak lagi ada keraguan. Pertama ini bukan lagi wacana pak Presiden, kami sudah benar-benar merintisnya. Kedua kami memohon kepada pak Presiden dan para pembantu bapak, agar pemerintahan bapak kali ini bener-bener ngurusi kepentingan rakyat. Kalau-pun toh terpaksanya tidak bisa ngurusi, setidaknya bapak-bapak jangan ngrusuhi urusan rakyat dengan berbagai peraturan dan kebijakan yang merepotkan rakyat !

Pak Presiden dan para menteri yang hadir semua manggut-manggut panjang, dan sayapun terbangun dari ‘mimpi’ saya !. Setelah ‘terbangun’ sayapun berniat, agar ini tidak hanya mimpi – tetapi visi yang benar-benar bisa ditindak lanjuti. InsyaAllah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar