Pasar Bukan Modal…

Sabtu, 12 April 2014
Oleh: Muhaimin Iqbal
Ketika Abdurrahman bin ‘Auf  ditawari modal oleh saudaranya Sa’ad bin A-Rabi’ al-Anshari dengan separuh hartanya, dia menolaknya dengan baik - dan hanya minta ditunjukinya pasar. Ada pelajaran penting dari kisah ini bagi yang ingin mendalami  atau terjun di dunia usaha. Bahwa pengetahuan tentang pasar dan penguasaannya, ternyata lebih utama ketimbang ketersediaan modal. Tidak adanya modal tidak menjadi hambatan bagi yang mau berusaha, tetapi tidak adanya pengetahuan  tentang pasar bisa fatal akibatnya.


Mindset yang mengutamakan modal sebagai seolah-olah menjadi prasyarat  utama untuk berusaha dan prasyarat untuk pertumbuhan ekonomi, telah membuat negeri ini minim pengusaha dan kebijakan ekonominya tidak tentu arahnya.

Di tataran individu, paradigm yang menganggap pentingnya modal tersebut telah membuat mayoritas orang sibuk mengumpulkan modal dahulu sebelum benar-benar terjun ke dunia usaha. Kemudian ketika tidak jadi terjun, dia beralasan karena tidak adanya modal.

Di tataran kebijakan ekonomi, betapa banyak effort pihak yang terkait untuk mengurusi bank, nilai tukar Rupiah, pasar modal dlsb. tetapi pada saat yang bersamaan berapa banyak masalah pasar sektor riil mendapatkan perhatian ?

Bahkan kinerja pemerintah, hasil PEMILU dlsb. seolah hanya diukur dari naik turunnya harga saham di pasar modal – bukan naik turunnya harga kebutuhan pokok masyarakat dan ketersediaan supply-nya di pasar yang sesungguhnya.

Rangkaian pesta demokrasi masih akan panjang, bahkan setelah pemerintahan yang baru terbentuk-pun saya tidak yakin mereka akan menaruh perhatian besar pada pasar untuk kita-kita,  maka mindset untuk menguasai pasar kita sendiri itulah yang harus bisa kita bangun.

Pasar itu seperti lokomotif yang minimal akan menarik dua gerbong sekaligus. Gerbong pertama adalah gerbong produksi, karena setelah adanya pasar orang bisa memproduksi apa saja yang dibutuhkan pasar. Gerbong kedua adalah modal, dengan adanya pasar yang jelas orang akan tertarik menaruh modal untuk pengembangan pasar dan modal untuk memproduksi barang-barang yang dibutuhkan di pasar.

Pasar juga tidak harus berupa pasar fisik yang dibatasi ruang dan waktu – beroperasi di lokasi tertentu dan waktu tertentu. Pasar bisa berupa virtual marketplace  yang tidak berbatas ruang dan waktu, dia bisa ada di mana saja dan beroperasi kapan saja. Teknologi kini telah memungkinkan penjual dan pembeli bisa bertransaksi dimana saja dan kapan saja.

Baik pasar fisik maupun pasar virtual tetap harus dikuasai, bila kita ingin berperan dalam ekonomi di jaman ini. Tetapi bagaimana cara kita membangun pengetahuan dan kemudian menguasai pasar ini, bila kita belum memiliki modal ?

Sekali lagi perhatikan kisah Abdurrahman bi ‘Auf tersebut, mengapa dia hanya minta ditunjuki pasar ? mengapa dia tidak terima tawaran modal saudaranya ? ya karena pengetahuan dan kemudian penguasaan pasar inipun cukup untuk menggerakkan produksi dan mengalirkan modal.

Mastering the Market...
Selain seperti lokomotif yang menarik minimum dua gerbong  - yaitu produksi dan modal, pengetahuan dan penguasaan pasar saya gambarkan seperti tameng atau perisai di samping. Bila tameng itu kokoh dan rapat, dia akan mampu mempertahankan eksistensi kehidupan yang memegangnya. Sebaliknya bila tameng itu tidak kokoh atau bercelah, maka ini bisa menjadi pintu masuk musuh untuk melemahkan kita.

Pengetahuan dan penguasaan pasar adalah tameng bagi kekuatan ekonomi baik skala negara maupun skala usaha individu. Pengetahun dan penguasaan pasar ini setidaknya terdiri dari tujun elemen sebagai berikut :

Pertama tentu saja adalah pengetahuan tentang pasar itu sendiri, siapa-siapa ‘pedagang’ pemainnya, siapa-siapa pembelinya, barang apa yang ada dan diperdagangkan, barang apa yang tidak ada tetapi dibutuhkan, peraturan atau norma apa yang berlaku di pasar dlsb.

Kedua adalah tentang distribution channel – saluran distribusi, yaitu siapa-siapa yang bisa membawa produk kita sampai ke pasar.  Bisakah kita sendiri atau pegawai kita yang membawakannya ?, atau harus orang/pihak lain dengan profesi dan ijin tertentu ? Kalau bisa keduanya, mana yang lebih efektif ? dst.

Ketiga adalah customer relationship, adalah bagaimana kita mengelola hubungan dengan para pembeli produk kita. Siapa-siapa mereka ? akankah mereka membeli kembali produk kita ? bagaimana kita bisa terus menjalin komunikasi dengan mereka dst.

Keempat adalah value proposition, yaitu ditengah pasar yang bisa jadi sangat banyak produk sejenis – apa kelebihan produk atau dagangan kita ? mengapa orang membeli produk kita bukan produk orang lain ? Akankah orang mencari produk kita atau sekedar membeli karena kebetulan kelihatan di depan mata mereka ? dst.

Kelima adalah aset-aset kita, yaitu apa saja yang diperlukan untuk kita bisa memiliki produk atau dagangan yang uniqe di poin keempat. Aset ini bisa mulai dari diri kita sendiri,  pabrik atau unit produksi, team riset dlsb. Bila yang Anda miliki hanya diri Anda sendiri sekalipun, jangan kawatir – bayangkan saja diri Anda adalah Abdurrahman bin ‘Auf di hari pertamanya masuk pasar. Punya keahlian apa kira-kira dia ?

Keenam adalah aktifitas atau hal-hal yang kita lakukan untuk bisa menguasai pasar. Yang ini juga jangan dibayangkan yang njlimet-njlimet bila Anda pemain baru, lagi-lagi bayangkan diri Anda Abdurrahman bi ‘Auf di hari pertamanya di pasar, apa yang kira-kira dia lakukan ? Bicara dengan para penjual yang ada, apa yang sekiranya bisa dibantu jualkan ? Demikian pula dengan orang yang lalu lalang di pasar, bicara dengan sopan ke mereka apa-apa kebutuhan mereka yang sekiranya bisa dibantu untuk mencarikan ? dst.

Ketujuh adalah kekuatan hubungan kita dengan mitra-mitra dan pihak-pihak diluar diri atau institusi kita. Tidak semua hal harus kita lakukan sendiri, hal-hal terbaik umumnya dilakukan/diproduksi oleh para ahlinya. Maka kita-pun harus tahu who’s who –nya pasar yang kita tuju. Bila mereka terlalu kuat untuk dilawan, mengapa tidak menjadikan mereka partner saja – sejauh tidak bertentangan dalam nilai-nilai yang akan kita kembangkan sendiri di pasar.

Karena pentingnya penguasaan pasar inipula maka yang termasuk dibangun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di awal pembanguan ekonomi masyarakat Madinah adalah pasar, bukan lembaga permodalan – karena yang terakhir ini mestinya hanya penunjang saja dari apa yang terjadi di pasar.

Jadi kuasailah pasar, modal akan mengikuti. InsyaAllah !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar