Tree Story …

Jum'at, 27 Juni 2014
Oleh: Muhaimin Iqbal
Waktu seolah berjalan begitu cepat sehingga kita sudah sampai pada bulan Ramadhan lagi. Di awal Ramadhan tahun lalu saya mengajak pembaca untuk membuat niat besar “…Memberi Makan Dunia…”, antara lain dengan serangkaian pelajaran untuk membibit kurma sendiri. Apa kabarnya program ini ? adakah yang menjalankannya ? seperti apa hasilnya ? Bagi yang ikut menjalankannya, insyaAllah sudah akan bisa merasakannya bahwa waktu Anda tidak berlalu begitu saja.


Setahun untuk usia pohon kurma memang masih terlalu  sedikit, tetapi setahun waktu kita – bila terlewat begitu saja - sungguh terlalu banyak. Usia pohon-pohon kurma yang kita tanam tersebut insyaAllah jauh lebih panjang dari kita, dia akan bisa ‘bercerita’ panjang kepada dunia jauh setelah kita tidak ada.

Hasil Pembibitan Biji Kurma Setelah 1 Tahun
Pohon kurma kecil yang saya pertahankan di potnya disamping misalnya, dia mewakili sekian banyak pohon kurma yang kita benihkan dalam program memberi makan bagi dunia tersebut di atas. Sebagian besar biji kurmanya adalah kiriman dari para pembaca situs ini.

Pohon kecil tersebut adalah hasil pembibitan persis seperti yang kami ajarkan melalui tulisan sebelumnya yaitu “Mencari Kebahagiaan Dengan Membibit Sendiri Kurma”.  Bagi Anda yang mengikuti teknik pembibitan tersebut, seperti inilah hasilnya setelah satu tahun bila pembibitan Anda berhasil.

Keberhasilan pembibitan kurma itu ditandai dengan banyaknya daun dan munculnya daun keras yang menandakan dia siap turun ke tanah. Bila setelah satu tahun bibit Anda belum seperti ini – belum muncul daun kerasnya, berarti masih ada yang perlu diperbaiki. Kemungkinan besar adalah kurang sinar matahari, atau media tanamnya yang kurang memadai.

Bayangkan bila bibit kurma yang sekarang masih kecil tersebut kelak insyaAllah bisa berusia ratusan tahun, bayangkan  pula bila dia ‘bisa’ bercerita. Ceritanya mungkin akan dimulai dengan pembuka seperti ini :

“...dahulu saya dilahirkan di atap rumah si fulan, dia bukan petani kurma dan sama sekali tidak punya pengalaman menanam kurma. Namun karena niatnya yang sangat kuat, dibenihkannyalah aku hingga aku terlahir di container plastic – tempat makan anaknya.

Setelah aku terlahir, dipindahkan ke media tanam yang satu ke yang lain, disiraminya aku hampir setiap hari. Aku lihat wajah bahagianya setiap kali melihat aku, dibelainya daunku satu demi satu seolah ingin bicara dengan aku.

Disingkirkannya semua penghalang yang menutupi aku dari sinar matahari, seolah dia ingin memanjakan aku dengan sinar matahari penuh dari terbit sampai terbenamnya.  Dengan kemanjaan inilah aku bisa tumbuh perkasa dan melalui rintangan hidup di berbagai masa hingga kini...”.


Hasil Pembibitan Zaitun Dengan Stek Mikro
Bukan hanya pohon-pohon kurma, bibit zaitun yang ‘menyapa dunia’ dengan akar perdananya yang masih mindip-mindip dan saya perkenalkan kepada para pembaca situs ini melalui tulisan Cahaya Di Atas Cahaya…” – juga di bulan Ramadhan tahun lalu – Alhamdulillah kini juga sudah tumbuh cukup besar. Generasi perdananya dapat dilihat pada foto disamping.

Pohon yang diberkahi ini insyaAllah usianya bisa jauh lebih panjang  dari pohon kurma, bisa ribuan tahun. Maka cerita hidupnya akan lebih menarik lagi. Seandainya cerita itu bisa dituturkan ke kita, mungkin mulainya akan seperti ini :

“…Aku dilahirkan di laboratorium rumahannya si fulan. Dia bukan petani apalagi petani zaitun. Dia belum pernah menanam atau membibitkan zaitun, dan dia tidak bisa belajar dari cara-cara pembibitan zaitun seperti yang dialami nenek moyang kami di negeri Mediterania.

Di Mediterania zaitun dibibitkan dengan cara stek dari  cabang atau ranting yang panjangnya 1 meter dengan diameter lebih dari 1 cm. Di nusantara tidak bisa dengan cara ini karena pohon zaitunnya saja masih sangat jarang, pohonnya siapa yang bisa di stek 1 meter ?

Maka di laboraorium sederhana si fulan tersebut cara baru untuk melahirkan aku ditempuhnya. Aku dilahirkan dengan stek mikro namanya, yaitu potongan kecil dari ranting muda yang panjangku hanya sekitar 6 cm dan diameterku tidak lebih dari 4 mm.

Dengan tubuhku yang masih sangat-sangat kecil tersebut sebenarnya sangat kecil pula peluangku untuk bisa hidup dan tumbuh membesar. Tetapi si fulan tidak menyerah, ditaruhnya aku di dalam incubator – konon sama dengan incubator yang biasa dipakai untuk anak manusia bila dia terlahir prematur.

Dalam kondisi kritis yang berlangsung lebih dari satu bulan ini, aku melihat si fulan menengokku hampir setiap hari. Dia menjaga kelembabanku, menjaga suhu tubuhkan dan bahkan juga mengatur banyaknya sinar matahari yang  boleh mengenaiku ketika batangku masih sangat lemah.

Aku melihat mulutnya mengucapkan sesuatu setiap kali melihat aku, aku tidak mengerti ucapannya, tetapi aku bisa merasakannya. Dia berdo’a kepada tuhannya dan juga tuhanku, karena hanya Dialah yang sesungguhnya bisa menghidupkanku atau mematikan aku.

Aku tidak bisa berbicara dengan si fulan yang sangat menyayangiku, tetapi seolah dia mengerti bahasaku. Ketika pucuk daun-daun perdanaku layu, dia mengerti bahwa ujung akarku yang berada di dalam tanah sedang bermasalah dengan kelembaban yang berlebihan.

Ketika aku ingin tumbuh perkasa dengan banyak cabang dan ranting, dia-pun mengerti dengan memotong ujung-ujung cabang dan rantingku yang sudah terlalu panjang – agar aku tidak hanya tumbuh ke satu arah.

Dengan masa kecil yang penuh perhatian inilah aku bisa tumbuh dan berkembang secara perkasa, jauh melampaui usia manusia yang dahulu merawatku sejak lahir dengan penuh kasih sayangnya….”

Mumpung kita memasuki bulan suci Ramadhan lagi, mari mulai kita  bangun cerita-cerita indah berikutnya. Berbagai kegaduhan di luar sana, jangan sampai mengganggu kekhusukan kita beribadah puasa, jangan sampai mengganggu tali silaturahim kita bersama. Dan lebih dari itu, jangan sampai melalaikan kita dari waktu yang terus berlalu dengan sangat cepat – jangan sampai waktu itu berlalu tanpa karya dan tanpa cerita  !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar