Ketenangan dan Kemenangan

Senin, 28 Juli 2014
Oleh: Muhaimin Iqbal
Bahwasanya ketenangan itu seolah selalu berada di jalan (menuju) kemenangan, ini dapat kita pelajari dari sirah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagaimana dikabarkan langsung olehNya melalui berbagi surat di Al-Qur’an dari berbagai peristiwa dan melalui hadits-hadits yang sahih.  Lantas seperti apa ketenangan itu , darimana kita bisa memperolehnya dan bagaimana pengaruhnya pada segala bentuk perjuangan kita ? Ini adalah warfare strategy berikutnya yang saya ambil dari Al-Qur’an.


Ketenangan atau lebih tepatnya disebut sakinah itu hadir ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersama sahabatnya bersembunya di gua Tsur dalam perjalanan hijrah ke Madinah. Suasana ini digambarkan oleh Allah melalui ayat berikut :

Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita." Maka Allah menurunkan sakinah-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS 9 :40)

Ketenangan dalam bentuk lain hadir di perang Badar sebagaimana ayat berikut : “(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penentraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan setan dan untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki (mu).” (QS 8:11)

Di perang Ahzab, Rasulullah Shallallu ‘Alihi Wasalam berdo’a secara khusus agar sakinah  diturunkan kepadanya dan pasukannya. Dari Bara’ R.A dia berkata : “Saya lihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada hari peperangan Ahzab mengangkut tanah sampai tanah itu mengotori badannya. Beliau berdo’a : “Jikalau tidak karena Engkau, kami tidak mendapat petunjuk, kami tidak bersedekah, kami tidak mendirikan sholat. Maka turunkanlah sakinah kepada kami dan teguhkanlah pendirian kami menghadapi lawan yang menyerang kami. Bila mereka memaksa, maka kami akan tetap melawan” (HR. Bukhari)

Do’a ini pula yang dilantunkan oleh sahabat beliau Amir yang pandai bersyair dalam perjalanan menuju penaklukan Khaibar sebagaimana diceritakan di hadits shahih Bukhari.  Dalam rangkaian hadits tersebut, Amir ini kemudian dipuji oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam : “ Dia melanggengkan perjuangan di jalan Allah, dan hanya beberapa orang Arab saja yang berbuat kebajikan sebagaimana yang dilakukan oleh Amir”.

Dalam peristiwa yang mendahului penaklukan Khaibar, sakinah juga diturunkan oleh Allah menjelang perjanjian Hudaibiyah. Ini diabadikan oleh Allah melalui ayat berikut : “Dia-lah yang telah menurunkan sakinah ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS 48 :4). Kata sakinah yang sama bahkan muncul tiga kali di surat Al-Fath (48) tersebut; yaitu di ayat 4, 18 dan 26.

Sakinah juga muncul di perang Hunain dimana sebelumnya sempat pasukan kaum muslimin bercerai berai mundur, kemudian balik menyerang dan akhirnya menang dengan ghanimah yang sangat banyak. Kejadian ini diabadikan oleh Allah melalui dua ayat berikut : “Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikit pun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dengan bercerai-berai. Kemudian Allah menurunkan sakinah-Nya kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir, dan demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir (QS 9:25-26).

Lantas seperti apa sakinah itu dan bagaimana cara kerjanya sehingga dia bisa membuka jalan (menuju) kemenangan ? ini lebih mudah dijelaskan bila dikaitkan dengan peristiwa dimana sakinah itu berada. Kita ambil contoh misalnya di seputar peristiwa perjanjian Hudaibiyah tersebut di atas.

Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam hendak melaksanakan ibadah umrah bersama 1,400 sahabatnya pada tahun ke 6 H, mereka dicegah oleh kaum musyrikin Mekah hingga tertahan di suatu tempat yang disebut Hudaibiyah. Karena niatan utamanya adalah untuk umrah tentu mereka tidak melengkapi dirinya dengan peralatan perang.

Dengan kekuatan yang hanya 1,400 orang dan jauh dari markas mereka di Madinah dan tanpa persiapan pula, maka tentu tidak menguntungkan bila mereka harus terlibat darlam peperangan dengan kaum musyrikin Mekah yang memiliki kekuatan puluhan ribu pasukan dengan persenjataan lengkap dan berada di dekat markasnya pula.

Maka kelemahan inilah yang coba dimanfaatkan oleh para pemimpin kaum musyrikin Mekah dengan melakukan berbagai provokasi agar Nabi bersama rombongannya terjebak dalam peperangan menghadapi mereka. Provokasi  demi provokasi tidak ada yang berhasil memancing perang, dan bahkan sebaliknya malah mereka bersedia mengikat perjanjian dengan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang kemudian dikenal dengan perjanjian Hudaibiyah.

Perjanjian ini sepintas sepertinya menguntungkan kaum musyrikin Mekah, hingga para sahabat termasuk Umar R.A-pun sempat mempertanyakannya. Tetapi Allah dan RasulNya lebih tahu hikmah dibalik itu semua, antara lain adalah justru setelah perjanjian inilah orang Arab tidak takut lagi untuk memeluk Islam.

Dampaknya orang Arab berani berbondong-bondong masuk Islam, sehingga dalam dua tahun saja sejak penanda tanganan perjanjian tersebut kekuatan Islam telah menjadi berlipat-lipat.

Bila dalam peristiwa perjanjian Hudaibiyah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam hanya disertai 1,400 sahabat, ketika perjanjian ini dikkhianati oleh kaum musyrikin Mekah dan kemudian beliau memutuskan menyerbu Mekah – beliau sudah memiliki kekuatan 10,000 orang !

Sekarang kita lihat kilas balik dari mana awal kemenangan ini, kita akan sampai sikap nabi Shallallahu ‘Alahi Wasallam dan para sahabatnya yang ‘cool’ tidak terprovokasi untuk terlibat perang di Hudaibiyah, yaitu setelah Allah menurunkan sakinah-Nya pada hati kamum mukminin sebagamana diungkap di surat Al-Fath tersebut di atas.

Dari sini kemudian kita mengetahui betapa kondisi hati yang ‘cool’, tenang karena adanya sakinah yang diturunkanNya ke hati ini bisa menjadi pembeda antara yang menang dan yang kalah. Tetapi lantas dari mana kita bisa memperoleh sakinah tersebut ?

Karena Allah-lah yang menguasai hati ini, maka hanya Dia pula yang bisa menurunkan sakinah itu kedalam hati kita. Dari berbagai peristiwa dalam Al-Qur’an dan Hadits tersebut diatas kita kemudian bisa tahu bahwa sakinah turun di tempat-tempat yang tidak biasa.

Dia (sakinah) ada di gua Tsur ketika posisi Nabi dan sahabatnya terpojok, dia ada di parit pertahanan perang Ahzab, dia ada ketika posisi Nabi dan sahabatnya tertahan di Hudaibiyah, dia ada di perjalanan menuju penaklukan Khaibar, dia ada di perang Hunain dan entah dimana lagi dia berada – tetapi polanya sama yaitu di tempat-tempat yang memerlukannya untuk perjuangan kaum mukminin.

Maka dari sini kita tahu bahwa, bila kita ingin mencapai kemenangan yang sesungguhnya dalam setiap perjuangan kita dijalanNya – kita harus bisa berada atau sungguh-sungguh terjun langsung di medan perjuangan itu sendiri. PertolonganNya dalam bentuk sakinah nampaknya diturunkanNya kepada para pelaku di lapangan, bukan untuk orang yang duduk-duduk.

Karena hanya Dia pula yang bisa menurunkan sakinah itu kedalam hati kita, maka cara berikutnya yang juga harus kita tempuh adalah meminta (berdo’a) kepadaNya. Tetapi inipun sebagaimana hadits-hadits shahih tersebut diatas, hanya bisa efektif bila dilakukan oleh orang yang terjun langsung ke lapangan.

Walhasil jalan menuju kemenangan itu membutuhkan hati yang ‘cool’, tenang karena adanya sakinah – dan bukan dengan hati yang grusa-grusu ataupun hati yang galau. Hati yang tenang membutuhkan pengamalan di lapangan, dan bukan untuk orang yang duduk-duduk saja.

Dengan adanya sakinah kita bisa loyal pada perjuangan kita dan dalam menggunakan seluruh resources yang kita miliki untuk tercapainya tujuan perjuangan tersebut, tidak tergoda oleh provokasi-provokasi lain  yang bisa menggagalkan perjuangan.

Untuk lebih mudahnya lagi memahami sakinah ini, sifat sakinah juga diturunkan oleh Allah kedalam hati laki-laki yang menikah. Karena bila pernikahannya dilakukan dijalan Allah, insyaAllah pernikahan itu juga tidak akan terganggu oleh provokasi-provokasi yang bisa menggagalkannya.

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, agar ada sakinah di hatimu kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS 30:21)

Jadi apapun rencana perjuangan Anda – yang baik dan benar di jalan Allah, lakukan segera. Dengan ini Anda akan berkeringat di jalanNya, dan insyaAllah menjadi wasilah untuk turunnya sakinah itu kedalam hati Anda. Dengan sakinah ini Anda akan bisa fokus di pikiran, hati dan resources untuk tercapainya tujuan Anda tersebut – tidak terprovokasi oleh apapun yang akan menggagalkannya ! InsyaAllah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar