The Silence of Frogs

Jum'at, 18 Juli 2014
Oleh, Muhaimin Iqbal
Orang-orang seusia saya sekitar setengah abad, rata-rata masih ingat suara malam di desa yang dihiasi oleh orchestra kodok , jangkrik, belalang dan entah apa lagi. Generasi anak saya yang tinggal di kota sudah tidak bisa membayangkan seperti apa indahnya orchestra malam tersebut, generasi cucu saya apa lagi – seandainya kita ajak untuk tinggal kembali ke desa-pun – suara malamnya telah jauh berbeda. Dan ini ternyata bukan hanya di negeri kita, di seluruh dunia populasi kodok – pemain utama dalam orchestra malam - terus menghilang.


Sekitar 12 tahun lalu ada artiel menarik di The New York Times dengan judul The Silence of Frogs. Artikel panjang yang mengulas antara lain  hasil temuan di The First Congress of Herpetology di Canterbury – UK,  beberapa tahun sebelumnya.

Dalam konggres pertama di bidang herpetology (cabang ilmu tentang amphibi ) ini, para pesertanya menemukan sesuatu yang mirip satu sama lain dari hampir seluruh dunia, yaitu temuan berupa menghilangnya kodok-kodok di hampir seluruh dunia.

Yang mengkawatirkan adalah menghilangnya kodok-kodok tersebut bukan hanya di perkotaan atau daerah industry dimana limbah-limbah beracun mengotori perairan, menghilangnya kodok juga di daerah-daerah yang masih terjaga lingkungannya dan bahkan juga di hutan-hutan.

Yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah karena adanya kemiripan system endocrine antara manusia dan binatang-binatang yang lebih kecil – menunjukkan kesamaan Penciptanya ! – maka apapun yang telah memusnahkan kodok-kodok beserta seluruh pemain orchestra malam lainnya, bisa pula memusnahkan bangsa manusia.

Tentu saja manusia jauh lebih cerdas, berbagai penyakit baru muncul – berbagai obat baru-pun ditemukan. Dengan rakhmatNya berupa kecerdasan ini manusia bisa lebih lama survive ketimbang binatang-binatang kecil tersebut.

Tetapi bila hanya mengandalkan kecerdasannya saja, perjuangan untuk sekedar survive dari bangsa manusia-pun hanya bisa dilakukan dengan susah payah dan dengan biaya yang semakin mahal dari waktu ke waktu. Anda bisa cek ini dari tagihan biaya kesehatan di kantor-kantor dan pabrik-pabrik, bahkan juga pada skala negara. Akhir tahun lalu, negeri adi kuasa dunia-pun terpaksa harus men-shut down aktifitasnya untuk beberapa hari antara lain di-trigger oleh pembiayaan kesehatan yang melambung.

Lantas bagaimana bangsa manusia bisa survive lebih lama di bumi ini ? Petunjuknya sudah amat sangat jelas.

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS 30:41)

Kembali ke jalan yang benar hanya satu arahnya yaitu kembali kepada petunjukNya yang ada di Al-Qur’an dan sunnah-sunnah nabiNya.

Sekarang kita lihat kembali apa yang menyebabkan musnahnya kodok-kodok yang dikawatirkan juga bisa menyebabkan musnahnya bangsa manusia  tersebut ?

Pencemaran udara dan air yang disebabkan oleh aktifitas manusia dalam mengelola kehidupannya seperti ketika mengelola industry, membabat hutan, pembakaran energi fosil yang berlebihan dan segala aktifitas manusia lainnya yang tidak memperdulikan lingkungan.

Pengelolaan  yang salahlah yang menyebabkan kerusakan di darat dan di laut tersebut. Karena ada yang salah berarti ada pengelolaan yang benar – yang bisa menyelamatkan kehidupan kodok-kodok dan tentu saja juga menyelamatkan kehidupan bangsa manusia ? Tentu saja ada ! Lantas dimana kita bisa belajar mengelola segala urusan kehidupan ini secara benar ? Itulah yang diindikasikan di ayat tersebut dengan kalimat  “…agar mereka kembali…”.

Alhamdulillah bagi orang yang beriman, selalu ada tempat kembali – seberapa jauhpun dia tersesat dalam pengelolaan kehidupannya selama ini. Tempat kembali itu adalah Al-Qur’an dan tentu saja juga sunnah-sunnah nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Al-Qur’an yang menjadi sumber dari segala sumber ilmu, jawaban untuk seluruh masalah (QS 16 :89) pasti didalamnya terdapat jawaban yang komplit dan detil untuk setiap aspek kehidupan manusia dan lingkungannya. Tantangannya tinggal bagaimana kita bisa memahami seluruh petunjukNya itu dan kemudian mengamalkannya dalam tindakan yang konkrit di lapangan.

Di pundak kita bangsa manusia terdapat beban berat sebagai khalifah untuk memakmurkan bumi, bukan hanya untuk kita sendiri tetapi untuk seluruh penghuni bumi lainnya termasuk kodok-kodok tersebut di atas.

Maka agar kodok-kodok-pun tetap exist – yang mencerminkan peluang existensi  manusia itu sendiri di muka bumi, kita perlu kembali mengelola bumi ini dengan resep-resep yang ada di dalam petunjukNya. Insyaallah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar