Tugas Yang (Tidak) Kita Lalaikan…

Senin, 22 September 2014
Oleh: Muhaimin Iqbal

Diciptakannya kita umat manusia oleh Allah adalah untuk beribadat menyembah kepadaNya dan mengesakanNya, bersamaan dengan itu kita juga ditugaskan untuk menjadi khalifah yang memakmurkan bumiNya (‘imarah al-ardh).  Tugas yang pertama sudah begitu banyak menjadi perhatian dalam  pendidikan, dakwah dan penyiapan sarana-sarananya. Tetapi bagaimana dengan tugas yang kedua ini ? jangankan pendidikan dan sarananya, sebagian besar kita malah tidak merasa mendapatkan tugas tersebut – kita salah menduga bahwa itu tugas orang lain – bukan tugas kita. 


Dua tugas tersebut oleh Allah diungkap dalam ayat berikut : “Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Saleh. Saleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)." (QS 11:61)

Tugas pertama mayoritas kita sudah tahu dan bahkan juga sebagian hafal ayatnya karena ada ayat lain yang menekankan tugas untuk beribadah ini : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS 51:56)

Karena kesadaran untuk beribadah kepadaNya inilah begitu banyak sudah pengajian-pengajian yang mengajarkan secara detil cara-cara beribadah kepadaNya baik yang sifatnya khusus maupun yang sifatnya umum. Urusan beribadah ini juga sudah diajarkan di setiap tingkat sekolah dari yang paling awal – pendidikan usia dini sampai perguruan tinggi. Sarananya-pun juga sudah begitu banyak dibuat berupa masjid, surau, majlis taklim, sekolah-sekolah dlsb.

Lantas bagaimana dengan tugas kedua yaitu tugas untuk memakmurkan bumi ? nyaris belum menjadi kesadaran umat, belum banyak dikaji dan diajarkan apalagi dipraktekkan. Banyak memang yang sudah belajar memakmurkan bumi dengan ilmunya, tetapi ilmu yang digunakan rata-rata terpisah dengan petunjukNya.

Padahal bila tugas pertama yaitu beribadat dan mengesakanNya kita sudah dipandu dengan petunjukNya dan contoh-contoh langsung dari NabiNya, seharusnya demikian pula dengan pelaksanaan tugas yang kedua ini.

Ketika orang-orang yang merasa memakmurkan bumi tidak merasa perlu menggunakan petunjukNya, maka kita lihat justru kerusakanlah yang terjadi di bumi ini. Dan inipun bahkan disadari oleh para pemimpin dunia yang  sudah lebih dari dua puluh tahun lalu mengadakan konferensi di Rio De Janeiro – yang kemudian melahirkan konsep sustainable growth – konsep yang tetap menjadi sekedar konsep setelah lebih dari 20 tahun berlalu.

Usaha memakmurkan bumi yang mengandalkan ilmu manusia berupa dzan atau dugaan-dugaan juga menghasilkan pemakmuran yang semu dan sesaat. Empat dasawarsa lalu di era pemerintahan Orde Baru – konon sawah-sawah kita bisa memberikan panenan padi yang baik sehingga presiden kita waktu itu bahkan sempat mendapatkan penghargaan dunia dari FAO karena upayanya dalam bidang swasembada pangan.

Tetapi mengapa justru ketika jaman bertambah maju, teknologi seharusnya menjadi semakin canggih – upaya untuk swasembada pangan ini malah jauh panggang dari api ? Salah satu penyebabnya ya karena ilmu yang dipakai saat itu adalah dzan, benar untuk saat itu tetapi menjadi diragukan saat ini.

Pupuk-pupuk kimia yang sempat dianggap pahlawan penyelamat untuk kecukupan pangan dunia, kini mulai dijadikan kambing hitam di mana-mana. Mulai dari pencemaran lingkungan sampai menjadi penyebab pemanasan global. Terlepas benar atau tidaknya ini, tetapi memang begitulah bila ilmu itu adalah dzan – bukan yang hak yang datangnya dari Yang Maha Mengetahui.

Lantas apakah Dia Sang Pencipta dan Yang Maha Berilmu juga memberi kita tuntunan dalam memakmurkan bumi ini ? tentu saja. Selain Dia memberi tuntunan ke kita bagaimana beribadah dan mengesakanNya, kita juga diberi tuntunan untuk memakmurkan bumi itu dengan ilmu yang sedetil-detilnya.

Karakter kitabNya yang menjadi “…petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan atas petunjuk itu dan menjadi pembeda…”(QS 2:185) dan “…Al Kitab (Al Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu…” (QS 16:89), adalah jaminan bahwa segala ilmu dan petunjuk detil itu ada di dalam kitab yang satu ini.

Jadi ketika tugas kedua yaitu memakmurkan bumi ini tidak kita sanggupi untuk melaksanakannya, atau kalau toh kita sudah melaksanakannya tanpa mengikuti petunjukNya – maka inilah yang sekarang kita alami di negeri ini.

Di negeri yang beriklim tropika nan subur, hujan kita peroleh lebih dari separuh waktu dalam setahun, matahari berada di kita sepanjang tahun, tanaman-tanaman tidak mengalami masa dormant (musim dingin) – tanaman-tanaman selalu berada dalam posisi hidup dan tumbuh, tetapi kita malah mengimpor begitu banyak makanan untuk kita.

Dalam skala dunia ketimpangan supply and demand pangan ini juga terjadi, negeri yang rata-rata miskin justru harus membeli pangan dari negeri yang rata-rata kaya. Ini baru sebagian kecil saja dari dampak ‘pemakmuran’ bumi yang tidak mengikuti petunjukNya, dampak lainnya begitu banyak berupa ketimpangan dan keresahan sosial bahkan juga sampai perang.

Berangkat dari sinilah maka sebagaimana pendidikan, dakwah dan penyediaan sarana beribadah kepadaNya (tugas pertama manusia) dipersiapkan dan dilaksanakan – maka demikian pulalah seharusnya pendidikan, dakwah dan sarana untuk melaksanakan tugas yang kedua juga dipersiapkan – yaitu memakmurkan bumi.

Bukankah sudah ada perguruan-perguruan tinggi pertanian dan industri yang bergerak di bidang ini ? juga sekolah-sekolah menengah kejuruan pertanian dan industrinya ? betul, kita bisa mulai dari sana – tinggal diarahkan agar ilmu dan teknologi yang mereka pelajari dan kembangkan diberi kerangka atau fondasi berupa petunjuk-petunjukNya.

Kalau sekolah-sekolah tinggi ekonomi ingin sesuai syariah, maka mereka belajar tentang ekonomi syariah berupa bank, asuransi dlsb. Tetapi masa perguruan tinggi pertanian juga ikut-ikutan ikut-ikutan belajar tentang bank syariah, asuransi syariah dan sejenisnya ?, tidak dilarang, tetapi alangkah baiknya kalau mereka fokus belajar bertani dan membangun industrinya dengan menggunakan petunjukNya.

Demikian pula sebaliknya, bila teman-teman saya di Dewan Syariah Nasional begitu banyak membantu teman-teman di perbankan dan asuransi syariah agar mereka bisa berjalan sesuai petunjukNya, mengapa tidak sekarang mereka juga dengan ilmunya yang tinggi membantu para petani, pelaku industri dan sektor riil lainnya agar semuanya bisa melaksanakan tugas yang kedua – yaitu memakmurkan bumi – dengan mengikuti petunjuknya pula.

Sambil menunggu institusi-institusi besar seperti perguruan-perguruan tinggi, MUI dan DSN rame-rame menggali petunjukNya untuk memandu pelaksanaan tugas kedua yaitu memakmurkan bumi ini, maka kami-pun telah memulainya semampu kami dengan kapasitas yang ada di kami.

Kami mulai secara intsensif menyediakan pelatihan dan praktek bagi mereka yang ingin melengkapi ilmu pertaniannya dengan petunjuk Al-Qur’an, atau bagi mereka yang sudah menguasai Al-Qur’an dan ingin menerapkannya kedalam praktek pelaksanaan tugas memakmurkan bumi ini.

Pelatihan ini dapat dilakukan per kelompok perusahaan atau institusi, ataupun secara individu. Bahkan bagi sarjana baru yang memiliki passion kuat di bidang ini, kami sediakan program 3 bulan yang kami sebut Agroforestry Apprenticeship Program (AAP) – yang semuanya gratis. Bagi perusahaan atau institusi, program ini bisa berupa pengajian di kantor-kantor sampai program outing sambil praktek di kebun kami.

Bayangkan bila kita tidak melalaikan tugas yang kedua ini – yaitu memakmurkan bumi , insyaAllah kita semua akan hidup berkecukupan di muka bumi ini. Bila ini tercapai, maqasyid syariah insyaAllah juga akan lebih mudah tercapai. Iman, jiwa, pikiran, keturunan dan harta insyaallah lebih mudah terjaga.

Tidak ada yang perlu menggadaikan imannya hanya karena kemiskinan, tidak ada kejahatan yang membunuh jiwa yang juga penyebab umumnya kemiskinan atau rebutan harta, pikiran akan merdeka dan tidak terjajah karena ketergantungan ekonomi, tidak ada perbuatan asusila bahkan komersialisasinya – yang konon alasannya dari sisi supply juga lebih sering karena kemiskinan.

Sebagaimana tugas pertama beribadah dan mengesakanNya diajarkan dari usia dini, perguruan tinggi sampai juga usia lanjut melalui pengajian-pengajian, kami-pun bercita-cita demikian. Tugas yang kedua – yaitu memakmurkan bumi, juga harus mulai diajarkan dari usia dini sampai usia lanjut – agar tidak ada di antara kita yang melalaikan tugas yang kedua ini. Dan tidak terbatas pada pendidikan atau pelatihannya, kami juga insyaAllah akan terus menyediakan sarana untuk pelaksanaan tugas ini berupa lahan-lahan yang siap dimakmurkan baik dengan memilikinya lebih dahulu (seperti program KKP) ataupun tanpa harus memilikinya lebih dahulu (seperti program SKP), InsyaAllah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar