Kabinet Pak Kyai

Rabu, 29 Oktober 2014
Oleh: Muhaimin Iqbal
 
Melanjutkan ‘mimpi’ ber-serie saya sebelumnya pasca pemilihan presiden, kali ini saya ber-‘mimpi’ Pak Kyai di-undang untuk hadir di sidang cabinet pemerintahan yang baru. Memang beda ketika masih menjadi calon atau bahkan presiden terpilih, setelah dilantik Pak Kyai yang diundang ke istana -  bukan presiden yang datang. Pak Kyai segera merasakan adanya perbedaan suasana yang menyolok dari sidang cabinet ini dengan sidang-sidang cabinet sebelumnya. 


Bila sebelumnya sidang cabinet terasa angker dengan presiden , wakil presiden dan seluruh para menteri memakai jas secara lengkap. Sidang kali ini terasa casual, ada yang memakai batik dan ada pula baju putih dengan lengan digulung. Diskusi-diskusi-pun terlihat santai dan cair bahkan kadang agak berlebihan sehingga terkesan cengengesan.

Maka setelah berbasa-basi dengan seluruh peserta sidang, presiden-pun secara khusus memperkenalkan Pak Kyai : “Beginilah Pak Kyai kami sekarang, saya dengar Pak Kyai dahulu sering hadir di sidang cabinet – pemerintahan saat inipun ingin terus melibatkan Pak Kyai dalam berbagai kesempatan. Hanya Pak Kyai mungkin akan jumpai nuansa sidang yang berbeda, cabinet kami adalah cabinet kerja – jadi beginilah cara kami bekerja, bagaimana menurut Pak Kyai ?”.

Pak Kyai segera menyalakan microphone didepannya dan menjawab : “Terima kasih Bapak Presiden telah mengundang saya dan minta pendapat saya, Hanya mohon ma’af sekali saya ini suka omong apa adanya ceplas – ceplos , mohon juga dimaafkan sebelumnya bila yang saya sampaikan membuat Pak Presiden, Wakil Presiden dan para menteri ada yang kurang berkenan.

Presiden memotong : “Oh ngak apa-apa Pak Kyai, silahkan sampaikan apa saja – insyaAllah itu akan baik untuk kami disini”. Dipersilahkan ngomong apa saja, maka Pak Kyai-pun mengambil kesempatannya.

Begini Pak Presiden, menurut saya ini – nama Kabinet Kerja ini agak kurang pas sehingga menimbulkan banyak polemik yang tidak produktif di masyarakat. Sebagian masyarakat senang karena inilah yang ditunggu-tunggu, sebagian tersinggung karena seolah-olah cabinet sebelumnya tidak bekerja, dan sebagian yang lain lagi mencemooh seolah-olah hanya kerja yang dipentingkan sementara ilmu dikesampingkan”.

Meskipin sudah memberi kesempatan Pak Kyai untuk ngomong apa saja, kaget juga presiden dengan kritik langsung to the point gaya Pak Kyai ini. Tetapi presiden tetap menjaga kewibawaannya, memotong lagi ke Pak Kyai : “ Lha terus menurut Pak Kyai, sebaiknya diberi nama apa cabinet kami yang memang kami tekankan untuk kerja, kerja dan kerja ini ?

Pak Kyai berusaha menjelaskan : “Saya paham maksud Bapak Presiden, memang seperti itulah yang seharusnya. Tetapi ilmu tidak bisa dikesampingkan dari amal, semua amal perbuatan kita harus didasari dengan ilmu yang benar – apalagi ini untuk mengurus negara yang demikian besar. Jadi ini bukan masalah pilihan cabinet yang berilmu atau cabinet yang bekerja, cabinet yang seharusnya adalah cabinet yang berilmu dan yang bekerja. Barangkali kalau diberi nama Kabinet Ilmu dan Amal insyaAllah akan lebih baik – tidak mengundang pro dan kontra tadi”.

Presiden-pun manggut-manggut, tetapi berusaha menjelaskan argumentasinya ke Pak Kyai : “Saya paham Pak Kyai, idealnya memang demikian. Namun dalam realitanya memang saya kesulitan untuk bisa bener-bener memilih anggota cabinet yang sempurna – berilmu tinggi tetapi juga harus sudah berhasil membuktikan kerja kerasnya di bidangnya. Menurut Pak Kyai bagimana ini ?

Pak Kyai menjelaskan lebih lanjut : “Begini Pak Presiden, yang saya maksudkan berilmu juga tidak harus yang bergelar Professor, Doktor dlsb. bahwasanya seseorang berhasil sekali di bidangnya – meskipun tidak bergelar – maka sangat bisa jadi yang bersangkutan memang mendalami ilmu di bidangnya tersebut. Buktinya Pak Presiden mengungdang saya untuk memberi pendapat, padahal saya juga tidak bergelar !

Karena suasananya santai, Pak Kyai-pun bisa sharing pengalamannya : “Suatu hari saya diundang untuk memberi pembekalan di Majlis Cendekia di suatu perguruan tinggi terkenal. Setelah tahu saya tidak bergelar, sang rektor yang Professor Doctor – sempat ‘membantai’ pemikiran-pemikiran saya – karena dianggap tidak memiliki dasar keilmuan yang benar. Setelah itu Pak Professor memberikan buku karya tulisnya yang sangat tebal dan dibanggakannnya ke saya, sambil saya buka-buka – saya ketemu sekian halaman tulisan saya yang di copy paste  ke buku Pak Professor tersebut. Saya hanya menjawab ‘bantaian’ dia dengan ucapan – “terima kasih Pak Professor telah mengutip pemikiran saya di buku Bapak yang luar biasa ini” - , Pak Professor-pun nampak terkejut, rupanya dia tidak mengenal siapa yang sedang dibantai-nya ini, setelah itu dia diam.”

Maksud saya begini Pak Presiden : “Ilmu itu mutlak diperlukan sebelum amal atau kerja, orang yang bekerja tanpa ilmu – dia akan lebih banyak berbuat kerusakan ketimbang perbaikan, tetapi ilmu itu sendiri tidak identik dengan gelar. Maka ini bukan hanya masalah nama, tetapi sesungguhnya adalah masalah prioritas”.

Kalau bapak beri nama Kabinet Kerja dan ditekankan kerja, kerja dan kerja – maka kesan mengesampingkan ilmu itu tidak bisa dihindari. Tetapi kalu bapak berinama Kabinet Ilmu dan Amal, maka pertama Bapak sudah menghargai ilmu dan cabinet bapak sendiri – yaitu hanya dengan namanya saja bapak sudah menjelaskan ke publik bahwa mereka dipilih berdasarkan keilmuannya – meskipun tidak harus terwujud dalam gelarnya – dan dengan ilmunya itulah nanti mereka me-lead bidangnya dengan kerja keras”.

Kemudian Pak Kyai melanjutkan : “ Dan Ilmu yang hak itu datangnya dari Allah semata, diberikan ke hambanya yang bertakwa – wattaqullah wa yu’allimukumullah – bertakwalah kepada Allah, Allah akan memberimu ilmu. Jadi orang-orang bertakwa itu gurunya adalah Allah melalui wahyu di kitabNya dan sunnah-sunnah nabiNya. Maka hendaknya cabinet bapak ini juga adalah orang-orang yang bertakwa….”.


Tanpa disadari Pak Presiden, diskusi tentang nama ini ternyata berkepanjangan. Sebelum membahas agenda-agenda lain saya keburu terbangun dari ‘mimpi’  saya – ternyata cuma mimpi !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar