Manajemen Air Untuk Kemakmuran

Rabu, 1 Oktober 2014
Oleh: Muhaimin Iqbal 
 
























Meskipun ilmu tentang seluk beluk air dan pengelolaannya atau yang disebut hydrology  sudah dipelajari di hampir seluruh peruguruan tinggi teknik dan juga pertanian, kita masih seolah belum berdaya mengelola air ini untuk kehidupan yang lebih baik. Ketika kemarau tiba seperti sekarang ini setidaknya sudah ada 86 kabupaten/kota di 20 provinsi di negeri ini yang mengalami kekeringan. Maka inilah waktunya kita harus mau belajar ilmu satu lagi, yaitu mengelola air dengan petunjukNya dan sunnah nabiNya 


Sebagaimana kejayaan dan keterpurukan  dipergilirkan antara manusia untuk menjadi pelajaran (QS 3 :140), demikian pula air itu juga dipergilirkan dengan tujuan yang sama  : Dan sesungguhnya Kami telah mempergilirkan hujan itu di antara manusia supaya mereka mengambil pelajaran (daripadanya); maka kebanyakan manusia itu tidak mau kecuali mengingkari (nikmat).” (QS 25 :50)

Kita bisa melihat tujuan yang sama tersebut, yaitu pergiliran (ketersediaan) air itu untuk memberi kita pelajaran. Ketika kita terpuruk dan dapat mengambil pelajaran dari keterpurukan itu, maka ada jalan bagi kita untuk menjadi umat yang tertinggi – seperti yang saya pernah tulis pada kisah perang Uhud. Demikian pula seandainya kita bisa mengambil pelajaran banyak-banyak ketika kita mengalami kekeringan semacam ini (dan juga ketika kebanjiran), maka insyaAllah kita-pun bisa menjadi umat yang unggul dalam kemakmuran. Apa pelajarannya ?

Pertama kita diberi tahu bahwa semua kehidupan ini berasal dari air : “…Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman ?” (QS 21:30). Tidak ada kehidupan tanpa air dan tidak ada substitusi/pengganti air, maka kelangsungan ketersediaan air juga berarti kelangsungan kehidupan itu sendiri.

Maka mindset kita ketika melihat air seperti melihat kehidupan itu sendiri. Ketika kita melihat kekeringan seperti sekarang ini, kita sejatinya melihat krisis kehidupan. Di bulan Januari nanti bila kita melihat banjir, kita melihat betapa sumber-sumber kehidupan itu diterlantarkan. Dengan mindset inilah kemudian kita akan mulai menghargai air sebagaimana menghargai kehidupan itu sendiri.

Selanjutnya kita diberi tahu oleh Allah bahwa air yang amat bersih itu adalah air hujan dan dari air hujan inilah bumi dihidupkan, manusia dan ternak diberi minum :

Dialah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat sebelum kedatangan rahmat-nya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih, agar Kami menghidupkan dengan air itu negeri (tanah) yang mati, dan agar Kami memberi minum dengan air itu sebagian besar dari makhluk Kami, binatang-binatang ternak dan manusia yang banyak. Dan sesungguhnya Kami telah mempergilirkan hujan itu di antara manusia supaya mereka mengambil pelajaran (daripadanya); maka kebanyakan manusia itu tidak mau kecuali mengingkari (nikmat).” (QS 25 : 48-80)

Hujan tidak turun sepanjang tahun, bahkan di negeri-negeri kering hujan itu sangat jarang turunnya – lantas bagaimana manusia dan hewan hidup ketika tidak ada hujan ? dari air hujan yang tersimpan di tanah – dan untuk ini hanya Allah-lah yang bisa menyimpannya.

Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah kamu yang menyimpannya.” (QS 15 :22)

Bukan kita pula yang mengubah air laut yang asin menjadi awan kemudian turun sebagai air hujan yang tawar yang kita minum : “dan Kami jadikan padanya gunung-gunung yang tinggi, dan Kami beri minum kamu dengan air yang tawar” (Qs 77:27)

Meskipun hanya Allah-lah yang bisa menyimpan air itu dalam berbagai bentuknya, kita manusia juga diberi peran untuk memakmurkan bumi dengan menanam segala macam buah – buahan. Kita diberi tahu misalnya dari kebun kurma dan anggur akan memancarkan mata air (QS 36 :34).

Dalam sejumlah ayat lainnya, Allah banyak mengkaitkan antara turunnya hujan dengan tumbuhnya pepohonan khususnya buah-buahan ( QS 6 : 99 ; 14 :32 ; 16:10-11; 23-19; 80 :24-32), maka negeri yang memiliki banyak hujan, mestinya menjadi negeri penghasil buah-buahan terbanyak dan bukannya malah impor !

Dalam dua surat Allah juga memberi tahu kita bahwa sejatinya air yang turun untuk kita itu sudah diatur sesuai kebutuhan kita :

Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.” (QS 23 : 18)

Dan Yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur).” (QS 43:11)

Maka betapapun penduduk bumi ini terus bertambah, air sebagai sumber kehidupan itu semestinya tetap cukup bila manusia yang diberi amanah untuk memakmurkan bumi ini bekerja mengikuti petunjukNya.

Air juga merupakan rezeki dan barakah dari Allah untuk makhlukNya : “Dan Kami turunkan dari langit air yang memberi berkah lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam, dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun, untuk menjadi rezeki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya kebangkitan.” (QS 50 : 9-11)

Karena air hujan adalah berkah dan sumber rezeki, maka negeri yang memiliki banyak hujan mestinya juga menjadi negeri yang penuh berkah dan banyak rezekinya. Bila ini belum kita nikmati, maka ada dua solusinya yaitu meningkatkan ketaatan kita pada jalan yang diberikanNya dan beristigfar banyak-banyak. Dasarnya adalah dua ayat berikut ;

Dan bahwasanya: jika mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak).” (QS 72 : 16)

dan

Maka aku katakan kepada mereka: "Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat. dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS 71: 10-12)

Dari ayat-ayat di atas nampak jelas hubungan antara ketaatan kita, istighfar kita, dengan datangnya air hujan, dengan tumbuhnya pepohonan, buah-buahan, berkah, rezeki, anak dan kehidupan itu sendiri.

Maka bila kita ingin menghadirkan kemakmuran yang berkelanjutan, mutlak kita perlu bisa mengeloa air dengan benar – baik dengan ketaatan dan istighfar kita – juga dengan amal nyata menanam pohon-pohon yang dengan pohon itulah antara lain Allah menyimpan air di perakarannya dan kemudian memancarkannya kembali menjadi mata air (QS 36:34).

Melalui sunnah RasulNya, kita juga diberi contoh nyata bagaimana mengelola air itu, mulai dari kondisi kekeringan ketika tidak ada air – bagaimana memohon kedatangannya, juga ketika air itu berlimpah – bagimana menyisihkannya. Ada satu hadits shahih panjang yang cukup untuk menjelaskan hal ini :

Dari Anas RadliAllahu ‘Anhu bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, ketika beliau tengah berkhutbah Jum’at di Madinah, laki-laki itu berkata : “Sudah sekian lama tidak turun hujan, maka mintalah hujan kepada Rabbmu !” Lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melihat ke langit, dan tidak terlihat banyak awan. Lalu beliau ber-istisqa’ (meminta turun hujan), tiba tiba awan bermunculan dan saling menyatu satu dengan lainnya, hingga hujan turun dan mengalirlah aliran-aliran air di Madinah. Hal ini berlangsung sampai Jum’at berikutnya dan tidak berhenti.  Kemudian laki-laki tersebut atau lelaki lainnya berdiri saat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tengah berkhutbah (lagi), katanya : “ Kami semua telah kebanjiran, maka berdo’alah kepada Rabbmu supaya menahan hujan dari kami”. Beliau tersenyum kemudian berdo’a : “ Ya Allah , turunkanlah (hujan) di sekitar kami dan bukan pada kami”. Hingga dua atau tiga kali, maka awan-pun bergeser dari Madinah ke arah kanan dan kiri, menghujani di sekitarnya dan tidak turun di Madinah sedikit-pun.  Ternyata Allah hendak memperlihatkan karamah kepada NabiNya Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan mengabulkan Do’anya”. (HR Bukhari).

Selain memberi pelajaran tentang bagaimana memohon untuk hadirnya hujan dan menyisihkannya ketika dia datang berlebihan, hadits tersebut mengisyaratkan perlunya ada orang yang shaleh yang dikabulkan do’a-do’anya untuk bisa mengatasi kekeringan dan juga banjir.

Sekali lagi ini menjadi instrospeksi kita semua, bahwa setelah segala upaya kita lakukan untuk mengatasi kekeringan dan beberapa bulan lagi mengatasi banjir – bila upaya tersebut belum memberikan hasil yang optimal – barangkali inilah yang kurang yaitu orang-orang shaleh yang dikabulkan do’anya.

Ini seperti loop di program computer, bila ini lakukan ini, bila tidak ini lakukan yang ini, bila tidak berhasil kembali ke awal – lantas mana titik awal dari loop tersebut ? Itulah yang ada di dua surat yang berurutan di atas yaitu surat Nuh (QS 71: 10) dan surat Jin (QS 72: 16), kita masih disuruh untuk banyak-banyak beristigfar dan kemudian terus meningkatkan ketaatan dan istiqomah kita di jalanNya.

Dengan inilah insyaAllah masalah kekeringan ini – dan nantinya juga banjir – bisa kita atasi bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar