Red Alert : Darurat Pangan

Sabtu, 18 Oktober 2014
Oleh: Muhaimin Iqbal
 
Kita sering mendengar ungkapan ‘fakta berbicara’ untuk menjelaskan suatu kebenaran yang tidak bisa dibantahkan oleh berbagai argumen yang bertentangan dengan fakta tersebut. Seiring dengan pergantian pemerintahan Senin ini, saya ingin berbagi fakta tentang pemenuhan kebutuhan pangan kita selama sepuluh tahun terakhir – mudah-mudahan bisa menjadi pelajaran bagi pemerintahan baru ke depan. Fakta ini saya olah dari datanya Biro Pusat Statistik – jadi insyaAllah cukup akurat.


Secara khusus saya mengambil sampel data dari import beberapa komoditi utama yaitu gandum dan beras untuk mewakili kebutuhan karbohidrat, daging dan sapi hidup untuk mewakili protein, sayur dan buah untuk mewakili kebutuhan vitamin dan mineral, serta jagung , kedelai dan kacang tanah untuk berbagai kebutuhan lainnya.

Data saya ambil untuk tahun 2013 – yaitu data full year terbaru yang ada saat tulisan ini dibuat, dibandingkan dengan data sepuluh tahun sebelumnya. Hasilnya kemudian saya sajikan dalam bentuk table berikut.


Import Beberapa Bahan Pangan, diolah dari data BPS

Yang saya beri tanda merah adalah kategori red alert – yaitu peringatan darurat yang terkait dengan peningkatan kwantitas komoditi yang di impor atau kenaikan harga yang melebihi inflasi rata-rata kita.

Untuk kwantitas pembandingnya adalah pertumbuhan jumlah penduduk kita. Dengan jumlah penduduk kita 216 juta orang (2004) dan 244 juta (2013) atau mengalami pertumbuhan rata-rata 1.25% per tahun, maka seandainya pertumbuhan komoditi yang diimpor itu seiring dengan pertumbuhan penduduk – maka selama sepuluh tahun ini harusnya tidak bertambah lebih dari 13% secara kumulatif.

Untuk kenaikan harga, dengan asumsi inflasi rata-rata 6 % dalam Rupiah , mestinya kenaikan harga secara kumulatif 10 tahun terakhir tidak lebih dari 79%.  Dalam Dollar mestinya lebih rendah lagi dari ini karena tingkat inflasi Dollar yang lebih rendah dari Rupiah.

Dengan dua kriteria tersebut, kita lihat di table, hampir secara keseluruhan kwantitas dan harga mengalami kenaikan melebihi tingkat pertumbuhan penduduk maupun angka kumulatif inflasi sepuluh tahun terakhir.

Hanya beras yang mengalami penurunan impor, ini sangat bisa jadi karena persepsi kita selama ini tentang swasembada pangan – ya swasembada beras tolok ukurnya – sehingga ya hanya beras ini yang dikejar. Padahal bisa kita lihat penghematan devisa dari penurunan impor beras itu sangat kecil bila dibandingkan dengan kenaikan impor bahan pangan lainnya.

Kemudian impor daging – yang karena high profile – juga nampak menurun, tetapi ini hanya karena pindah dari impor daging ke impor sapi hidup yang jumlahnya malah jauh lebih besar dibandingkan dengan penurunan impor daging.

Impor sayur dan buah-buahan juga tumbuh sangat tinggi meskipun kenaikan harganya masih lebih rendah dari inflasi rata-rata kita. Bisa jadi karena buah dan sayur impor ini relatif murah sehingga pasar kita dibanjiri oleh sayur dan buah impor.

Yang menarik adalah impor jagung, yang naik menjadi lebih dari dua kali lipat sepanjang sepuluh tahun terakhir. Bila kenaikan kebutuhan gandum, daging sapi, sayur dan buah melebihi jumlah pertumbuhan penduduk – ini karena dengan semakin makmur manusia lebih banyak membutuhkan makanan yang lebih enak dan berkwalitas – tetapi apakah rata-rata  kita juga makan jagung lebih banyak ?

Kemungkinan besarnya ini karena jagung dibutuhkan untuk memberi makan ternak kita khususnya ayam. Ketika kebutuhan daging ayam dan telur dalam negeri meningkat, maka jumlah kebutuhan jagung juga ikut meningkat.

Secara umum agka-angka dalam table tersebut di atas sebenarnya juga mensyiratkan suatu fakta bahwa kita semakin membutuhkan produk pangan dari luar dengan harga yang tumbuh jauh melampaui akumulasi rata-rata inflasi kita, kita semakin tergantung pada impor dan semakin tidak punya daya tawar.

Situasi ketergantungan pada bahan pangan impor ini tidak boleh terus berlanjut karena kalau kita tidak berdaulat dalam pangan, kita juga bisa kehilangan kedaulatan yang lain. Lantas apa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah kedepan ?

Pertama merubah mindset bahwa masalah pangan tidak boleh direduksi hanya masalah karbohidrat atau khususnya beras. Masalah pangan adalah seluruh unsurnya yang terkait yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Semuanya harus mendapatkan perhatian yang proporsioal pengembangannya agar tidak tergantung pada supply dari luar.

Kedua pemerintah harus mendorong dan memfasilitasi pengembangan sumber-sumber protein hewani yang efektif – tidak terpaku pada daging sapi karena percepatan produksinya rendah, tidak pula terpaku pada daging unggas – karena dampaknya pada impor biji-bijian khususnya jagung.

Ketiga pemerintah harus mulai mengkampanyekan komposisi makanan yang tidak terpaku pada beras dan biji-bijian lainnya,  sumber makanan dari jenis ini mestinya tidak lebih dari 1/5 bagian dari sumber makanan kita. Selain ada dasarnya jelas dari petunjukNya, produksi biji-bijian seperti padi juga mahal karena membutuhkan lahan yang  paling subur dan air yang sangat banyak – sedangkan air ini akan bersaing dengan kebutuhan manusia lainnya.

Keempat pemerintah harus bisa menggerakkan masyarakat untuk secara maksimal memproduktifkan lahannya. Tidak boleh lagi ada lahan yang dianggurkan atau dispekulasikan. Secara terstruktur, systematis dan masif pemerintah pasti dapat melakukan kontrol penggunaan lahan ini karena pemerintah punya aparat sampai ke desa-desa.

Kelima pemerintah tidak bisa sendirian, inisiatif-inisiatif dari masyarakat yang bergerak membantu kecukupan pangan dari masyarakat harus dihargai. Seandainya toh pemerintah tidak bisa ngurusi semuanya, minimal tidak ngrusuhi apa-apa yang dilakuan oleh masyarakat yang bertujuan membantu kecukupan produksi pangan dalam negeri tersebut di atas.

Selain langkah pertama sampai ke lima yang sifatnya ikhtiari, pemerintah harus juga mendorong rakyat negeri ini untuk menjadi umat yang semakin taat mengikuti syariat dan petunjuk di kitabNya – karena dari sanalah kecukupan dan keberkahan pangan itu dijamin (QS 5:66 dan QS 7 :96).

Lantas apa yang bisa dilakukan oleh rakyat kebanyakan seperti kita-kita ini ? Kita juga tidak boleh tergantung pada upaya pemerintah – mereka manusia biasa seperti kita, tempat salah dan alpa. Kita semua mendapatkan tugas yang menjadi alasan penciptaan kita – yaitu untuk beribadah dan mengEsakanNya, yang bersamaan dengan itu kita juga diberi tugas untuk memakmurkan bumiNya (QS 11:61). So, let just do it !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar