Daun Swasembada

Ahad, 16 Nopember 2014
Oleh: Muhaimin Iqbal
 
Setelah 69 tahun merdeka dan 7 presiden silih berganti, belum nampak tanda-tanda negeri ini akan swasembada pangan. Bahkan seperti yang pernah saya tulis sebelumnya “Red Alert : Darurat Pangan” kecenderungan ketergantungan terhadap produk impor itu nampak semakin tinggi. Bisa jadi karena selama ini kita mencari jawaban di tempat yang salah atau setidaknya belum meng-eksplorasi peluang yang ada secara menyeluruh. Kita terlalu fokus pada biji-bijian yang ditanam dengan susah payah – lupa ada potensi daun yang bisa jadi lebih mudah ! 


Menanam padi yang menjadi unggulan bahan pangan kita misalnya, tetap harus dilakukan. Hanya saja tidak bisa diharapkan pertumbuhannya akan mengejar kebutuhan yang ada. Mencetak sawah adalah sejuta masalah – dan negeri ini sudah pernah mencobanya di era Orde Baru, kita tidak perlu mengulangi kesalahan yang sama.

Lantas dari mana sumber makanan kita untuk mengejar dan mengatasi darurat pangan tersebut di atas ? Pertama dan awalnya kita harus kembali kepada petunjukNya, agar kita tidak tersesat dengan trial and error lagi seperti yang sudah-sudah.

Petunjuknya tentang sumber-sumber makanan kita itu amat sangat jelas, dan kita disuruh langsung olehNya untuk memperhatikan makanan kita ini : “Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya” (QS 80:24). Mari sekarang kita pelototi sumber-sumber makanan kita berdasarkan petunjukNya ini.

Untuk bisa melihat potensinya secara menyeluruh, saya pelototi ayat-ayat makanan ini dengan membaca Al-Qur’an dan tiga versi terjemahannya (Departemen Agama, Yusuf Ali, Dr. Muhammad Taqi-ud-Din Al-Hilali/Dr. Muhammad Muhsin Khan), juga tiga versi tafsirnya (Ibn Kathir, Tafsiir Al-Jalaalayn dan Tafhim Al-Qur’annya Sayyid Abul Ala Maududi).

Kemudian bila ada perbedaan dari masing-masing penterjemah atau penafsir, semuanya saya anggap benar karena mereka adalah orang-orang yang sangat mengusai ilmunya. Perbedaan-perbedaan yang ada justru memperkaya sudut pandang kita dengan perspektif yang berbeda.

Hasilnya lima kelompok makanan yang kita disuruh untuk memperhatikan di dalam surat ‘Abasa ayat 24-32 saya sajikan ulang dengan menaruh di dalam kurung bila ada terjemahan/tafsir yang berbeda sebagi berikut :

  1. 1.     Lalu disana Kami tumbuhkan biji-bijian (QS 80:27)
  2. 2.     Dan anggur dan sayur-sayuran (hijauan pakan ternak, tanaman bergizi tinggi) (QS 80:28)
  3. 3.     Dan zaitun dan pohon kurma (QS 80:29)
  4. 4.     Dan kebun-kebun yang rindang (padat dengan pohon yang banyak, tertutup/padat dengan pohon dan dedaunan, segala tanaman yang dikukumpulkan) (QS 80:30)
  5. 5.     Dan buah-buahan dan rerumputan (QS 80:31)


Rangkaian lima kelompok makanan tersebut ditutup dengan “(Semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk hewan-hewan ternakmu” (QS 80:32) – yang juga menghasilkan sumber makanan berikutnya yaitu bahan makanan yang berasal dari hewan ternak.

Sekarang mari kita lihat lebih detil mana di antara sumber makanan yang sudah kita garap dan mana yang belum.

Nomor 1 yaitu biji-bijian seperti beras, jagung, gandum dlsb. secara umum sudah kita garap dan menjadi bahan makanan utama kita selama ini. Tingkat produksinya di dalam negeri mungkin sudah tidak banyak lagi bisa ditingkatkan, pertama karena lahannya terus berkurang – kedua juga tingkat produksi per satuan luas juga belum nampak adanya peningkatan yang massif, yang nampak malah penurunan.

Nomor 2 anggur relative belum kita garap meskipun sudah ada risetnya sejak jaman Belanda untuk jenis anggur yang kemungkinan cocok untuk mayoritas tanah kita – yaitu anggur dataran rendah. Sayur-sayuran, hijauan pakan ternak apalagi tanaman bergizi tinggi – nyaris belum kita eksplorasi peluangnya.

Nomor 3 zaitun dan kurma juga belum  banyak yang menggarapnya. Melalui situs ini saja baru saya perkenalkan dalam dua tahun terakhir, sejak saat itu ribuan kurma dan zaitun Alhamdulillah berhasil kita tanam – tetapi untuk skala nasional tentu belum ada apa-apanya.

Nomor 4 kebun-kebun yang rindang juga baru digarap secara sektoral seperti sawit, karet, tebu, kopi, teh, cengkeh – yang secara keseluruhan belum memberi solusi swasembada pangan bagi negeri ini – karena memang bukan dimaksudkan untuk kesana.

Nomor 5 buah-buahan kita juga nampak belum serius menggarapnya dengan bukti semakin meningkatnya impor buah kita seperti dalam tulisan saya sebelumnya di atas. Melalui project iGrow (www.igrow.asia) kita mulai menggarap antara lain buah secara komersial di tanah yang luas – tetapi ini juga baru permulaan. Rerumputan nyaris belum menjadi perhatian kita sama sekali.

Dampak dari belum seriusnya kita menggarap hijauan pakan ternak dan rerumputan juga pada terganggunya kemampuan kita dalam memenuhi kebutuhan pangan dari sumber hewani. Sehingga rangkaian ayat yang ditutup dengan “…kenikmatan bagimu dan hewan ternakmu...” ini belum bisa bener-bener kita nikmati, apalagi ternak kita.

Kita sudah menanam padi, mulai menanam zaitun dan kurma, mulai menanam buah-buahan dan bahkan mulai menggembalakan domba – tetapi rasanya ini belum cukup dan masih ada yang perlu kita pelototi lagi ayat-ayat tersebut di atas.

Maka kali ini saya fokuskan pada nomor 2 dan 4 yang saya cetak tebal dalam rangkaian ayat-ayat tersebut di atas. Bila kita rangkai ayat 28 dan 30, kita akan ketemu metode baru dalam bercocok tanam untuk jenis tanaman yang menghasilkan hijauan (daun) bergizi tinggi – yaitu ditanam dalam bentuk pohon-pohon yang sangat padat dan rindang.

Bila saya ungkapkan dalam satu kalimat kurang lebih akan seperti ini pengungkapannya :

“…dedaunan sayuran/pakan ternak bergizi tinggi yang berasal dari kebun/pohon yang ditanam secara padat/rindang…”

Setelah kita memformulasikan parameter dari sumber pangan dan pakan andalan tersebut, kita tinggal mencari jenis tanaman apa yang kiranya bisa kita kelola sehingga sesuai dengan parameter tersebut. Jenis tanamannya sendiri saya tidak menemukan tanaman spesifik yang disebut di dua ayat tersebut di atas – artinya bisa tanaman apa saja disekitar kita yang menghasilkan gizi yang tinggi.


Penanaman Kelor Dengan Super Intensif
Maka saya ambilkan dari tanaman kelor atau Moringa oleifera yang sudah saya bahas dalam tulisan saya sebelumnya. Apakah kelor bisa dijadikan tanaman yang padat dan rindang ?, sangat bisa ! – lihat foto disamping. Dalam foto tersebut kelor dtitanam dengan sangat padat di areal luasan yang sangat sempit.

Dalam ukuran tanah kurang lebih 4 m2, penanaman kelor yang sangat padat ini menghasilkan bahan makanan sekitar 90 kg per 2 bulan atau 540 kg per tahun. Bila Anda punya tanah 1 ha, ditanam dengan pola ini dan asumsinya yang 30 % untuk jalan dan sarananya, maka per ha luas tanah Anda hasilnya 945 ton daun kelor basah !

Daun kelor basah mengandung air sekitar 75 %, bila dikeringkan secara maksimal akan menyisakan kandungan air sekitar 5 %. Beratnya akan berkurang sekitar 70 %, sehingga hasil akhirnya adalah daun kelor kering dengan berat 284 ton/ha/th.

Bagaimana dengan kandungan gizinya ?, daun kelor kering mengandung protein sekitar 27 % dan karbohidrat sekitar 38 %. Tahukah Anda bahan makanan kita yang proteinnya setara dengan protein daun kelor kering ini ? Itulah daging  sapi !

Artinya dalam hal sumber protein, satu hektar tanaman kelor yang ditanam sedemikian rupa menjadi kebun yang sangat padat/rindang seperti pada gambar tersebut di atas, dapat menghasilkan bahan pangan yang nilai proteinnya setara dengan 284 ton daging sapi per tahun. Padahal untuk menghasilkan 284 ton daging sapi ini diperlukan 1,420 ekor sapi ukuran sedang dengan berat rata-rata 500 kg !.


Makanan Lezat Berbahan baku Tepung Daun Kelor
Lantas untuk apa bahan makanan dari daun kelor ini ? bagaimana memasaknya ?, bagaimana rasanya dlsb ? Ini hanya masalah selera dan ketrampilan ibu-ibu di dapur, bagaimana membuat bahan makanan yang lezat dan bergizi tinggi yang berbahan baku daun kelor tersebut.

Saat ini team Agroforestry Apprenticeship Program (AAP) kita sedang bekerja keras untuk mencoba mewujudkan konsep ini, bagi Anda yang tertarik untuk bergabung atau membantu dengan bibit, teknik pengolahan/pengeringan dlsb. silahkan menghubungi kami.

Memang saat ini masih ada sedikit masalah yang harus kami pecahkan, yaitu masalah ketersediaan bibit baik berupa biji maupun berupa stek batang dalam jumlah yang massif.

Kemudian juga ada challenge tersendiri yang kami tangani dengan senang hati yaitu  teknologi pengolahannya. Daun kelor karena proteinnya yang tinggi menjadi mudah busuk – bila tidak segera diolah setalah diambil dari pohonnya, dengan pengeringan standar yang melibatkan panas juga akan menghilangkan sebagian dari nutrisi yang ada.

Maka pengolahan/pengeringannya harus dalam kondisi segar, cepat dan tidak melibatkan panas. Baru setelah menjadi bubuk/tepung daun kelor,  Anda bisa olah menjadi apa saja seperti antara lain dalam foto di atas. Daun kelor juga insyaAllah bisa diekstrak – diambil sari pati-nya untuk bahan obat, untuk yang terakhir ini Alhamdulillah justru kami sudah punya teknologinya.

Tertarik untuk eksplorasi potensi daun kelor ? silahkan bergabung untuk revolusi bahan pangan yang satu ini, revolusi daun kelor yang ditanam dengan mengikuti petunjukNya. InsyaAllah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar