Peluang Besar Di Industri Halal

Jum'at, 31 Oktober 2014
Oleh: Muhaimin Iqbal

Mungkin tidak banyak yang menyadari akan betapa besarnya peluang yang terbuka sejak disahkannya RUU Jaminan Produk Halal oleh DPR- RI akhir bulan lalu. Meskipun pengesahaan ini tertunda selama dua periode, dan masih butuh time frame implementasi satu periode lagi – tetapi kinilah saatnya umat ini untuk memulai secara serius mengurusi kebutuhannya sendiri akan produk-produk yang terjamin kehalalannya baik berupa makanan, minuman, obat sampai kosmetik. Lantas dimana peluang kita ? 


Untuk menggambarkan salah satu peluang besar itu misalnya saya ambilkan dari industri obat saja. Konon bahan baku obat kita selama ini 99 %-nya impor dan umumnya kimia, bahkan ketika bahan obat tersebut aslinya herbal sekalipun – proses ekstraksi standarnya menggunakan alcohol. Dugaan saya inilah salah satu penyebab mengapa banyak pihak yang begitu gigihnya menolak pengesahan RUU tersebut di atas menjadi Undang-Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH).


Trend Impor Alcohol 2009-2013
Untuk melihat trend penggunaan alcohol saja misalnya, kita bisa lihat perkembangan impor kita selama lima tahun terakhir dari 2009-2013 yang saya ambilkan datanya dari BPS. Bila lima tahun lalu kita hanya mengimpor alcohol  sekitar 77,000 ton dengan nilai US$ 17 juta (sekitar Rp 180 milyar), tahun 2013 impor tersebut naik menjadi hampir lima  kalinya yaitu  341,000 ton dengan nilai US$ 150 juta atau sekitar Rp 1.57 trilyun.

Ini hanya menunjukkan bahwa ketika bahan obat kita diurusi oleh orang lain, mereka tidak peduli dengan halal-haramnya produk itu. Selain umat yang tentu saja dirugikan, negara juga dirugikan dengan impor yang tumbuh melonjak melebihi pertumbuhan jumlah penduduk dan melebihi rata-rata inflasi.

Bayangkan sebaliknya dengan berlakuknya UU JPH tersebut, bahan apapun yang digunakan untuk obat harus halal dan demikian pula prosesnya. Anda yang rajin mengkonsumsi obat herbal sekarang misalnya, jangan keburu yakin bahwa obat tersebut adalah halal. Herbalnya sendiri insyaAllah halal, tetapi proses ektraksinya sampai detik ini masih mayoritasnya menggunakan alcohol.

Untuk mengetes masalah ini saya sampai mencoba langsung mengkontak supplier bahan herbal dari Tiongkok, saya tanya jaminan halal  - ternyata mereka sanggup memberikan jaminan halal yang dikeluarkan oleh negeri jiran. Tetapi ketika saya tanya proses ekstraksi bahan herbalnya, mereka berterus terang bahwa itu menggunakan alcohol. Semua dokumentasi komunikasi ini ada di saya bila ada yang membutuhkannya kelak.

Saya yakin bahwa auditor halal di negeri jiran juga sudah hati-hati dengan menyebutkan kalimat semacam “…jaminan ini berlaku sejauh proses halalnya dijaga…” kemudian memberikan list produk yang dijamin kehalalannya, tetapi oleh sang supplier jaminan ini disalah gunakan sehingga buyer muslim bisa terkecoh dengan seolah jaminan tersebut berlaku untuk seluruh produk mereka.

Lantas dimana peluang kita sesungguhnya ? yang tahu betapa seriusnya kebutuhan akan produk halal ini kan kita sendiri, seorang produsen muslim dengan ada atau tidak adanya sertifikat halal – dia tetap harus memproduksi produk yang halal.

Demikian pula konsumen muslim, sertifikat halal suatu produk tentu memudahkan – tetapi sifat kritis dan peka terhadap kemungkinan-kemungkinan suatu produk menjadi tidak halal – tetap harus terjaga.

Inilah peluang besar bagi para process engineer muslim, para pharmacist dan berbagai keahlian lainnya untuk mulai bisa menggantikan bahan-bahan dan proses-proses industri yang haram atau meragukan – yang selama ini dianggap lumrah karena alasan darurat  - dengan bahan dan proses yang sepenuhnya halal.

Peluang terbesar industri halal itu ada di negeri ini, negeri dengan kekayaan biodiversity terbesar di dunia. Begitu banyak bahan obat tersedia di sekitar kita, tinggal bagaimana kita mengolahnya saja.


Ekstrak Daun Zaitun Dengan Teknologi CWFE-CHD
Untuk mengolahnya inilah kami beserta team peneliti kami bekerja sangat keras akhir-akhir ini untuk bisa memproses bahan obat atau heral terbaik dengan proses yang sepenuhnya halal. Proses ekstraksi yang di industri selama ini menggunakan alcohol misalnya, oleh para process engineer kami – kini bisa dilakukan dengan apa yang kami sebut Cold Water Fresh Extraction with Controlled Humidity Drying (CWFE-CHD).

Agak terlalu teknis untuk kita jelaskan di sini, tetapi intinya adalah bahan-bahan herbal diekstrak dalam kondisi segar – dengan bahan ekstraksi air dingin – dan pengeringan tanpa melibatkan panas. Hasilnya untuk ekstrak daun zaitun seperti foto disamping. Apa khasiatnya ? jangan saya yang bicara – nanti dikira saya jualan obat.

Untuk mengetahui manfaat Olive Leaf Extract ini, Anda bisa search sendiri dalam sejumlah hasil penelitian. Salah satunya ada di link berikut – yang referensinya lengkap – bisa ditelusuri sampai riset dasarnya.

Sekarang bisa Anda bayangkan, obat herbal yang sangat efektif untuk sejumlah penyakit modern menurut Life Extension Magazine tersebut kini bisa kita produksi sendiri dengan proses yang jauh lebih baik, yaitu tanpa alcohol, tanpa pemanasan dan dalam kondisi segar.

Yang terakhir ini akan menghadirkan peluang berikutnya lagi yaitu apa yang dikenal di Jepang sebagai proses Just in Time, dimana proses industri berlangsung sangat efisien karena bahan-bahan baku hanya datang ketika dibutuhkan, produk hanya dibuat ketika sudah ada yang membutuhkan – tidak ada tumpukan stok bahan baku, tidak ada pula stok produk numpuk menunggu untuk dipasarkan.

Dengan proses segar misalnya, stok daun zaitun kami nempel pada pohonnya masing-masing. Tidak dipetik kecuali memang sudah waktunya diproduksi untuk herbal. Ketika tidak dipetik dia produktif terus menunjang tumbuhnya pohon zaitun secara keseluruhan.

Yang diproduksi hanya yang sudah jelas akan langsung terserap ke pasar, selain menghemat tidak ada ongkos modal untuk stok – konsumen terjamin menerima obat herbal yang baru diproduksi.

Hal yang sama dapat dilakukan untuk berbagai tanaman obat yang sangat banyak di negeri ini, karena proses  CWFE-CHD yang kami perkenalkan tersebut tidak akan mahal – maka unit produksinya bisa dihadirkan sampai tingkat koperasi desa.

Maka disinilah keberkahan produk halal itu mulai nampak jelas di depan mata kita. Ketika kita tidak peduli terhadap kehalalan obat kita, kita tidak melihat peluang ini. Begitu kita peduli, maka berbagai peluang bermunculan. Dengan kekayaan hayati kita, mestinya kita menjadi pengekspor utama bahan obat herbal, bukan malah mengimpornya.

Tanah-tanah sawah yang paling subur kita dengan tiga kali panen selama ini hanya memiliki gross produksi sekitar Rp 90 juta atau sekitar 200 gram emas. Ketika lahan-lahan tersebut digunakan untuk produksi tanaman obat sekaligus secara bersama-sama dengan kelompok taninya diproses menjadi produk setengah jadi – ekstrak bahan obat, maka bisa kita bayangkan peningkatan nilainya – hasil petani setara 1 kg emas per hektar per tahun menjadi so real !

Di dunia yang sekarang lagi kegandrungan untuk back to nature, orang berburu hal-hal yang sifatnya alami termasuk dalam obat-obatan ini – maka negeri tropis yang memiliki kekayaan alam melimpah inilah yang seharusnya menjadi pemain utamanya – bukan lagi pemain figuran yang disuruh-suruh jadi penggembira ekonomi global saja.

Inilah bukti kebenaran Al-Qur’an, bahwa Al-Qur’an itu cahaya. Di malam gelap ketika tidak ada cahaya Anda akan berjalan nabrak-nabrak, yang bisa berjalan tanpa nabrak adalah yang memiliki cahaya. Maka penting sekali bagi kita untuk membangun apapun, termasuk industri obat atau herbal ini dengan menggunakan petunjuk-petunjukNya – termasuk namun tidak terbatas pada industri halal ini.

…Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (QS 5 :15-16).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar