Ayo Berdagang Kembali

Selasa, 6 Januari 2015
Oleh: Muhaimin Iqbal

Kekuatan perdagangan umat ini di masa lalu antara lain terungkap dalam Seminar Numismatika Bank Indonesia 27 Oktober 2009 yang membahas sejarah mata uang Indonesia. Sekitar satu setengah abad setelah VOC merajalela di Nusantara ini, VOC akhirnya memperoleh persetujuan dari Kerajaan Mataram untuk mencetak uangnya sendiri. Uang itu kemudian diberi nama Derham Djawi dan di kedua sisinya bertuliskan huruf Arab. Inilah menariknya, mengapa harus diberi nama Derham dan mengapa harus ditulis dengan huruf Arab ? 


Pada koin Derham Djawi edisi tahun 1765 misalnya,  satu sisinya bertuliskan Ila Jariyat Jawa Al Kabir sedang sisi lainnya bertuliskan Derham Min Kompani Welandawi.  Kedua teks ini intinya menjelaskan bahwa uang Derham tersebut adalah dari perusahaan Belanda untuk Pulau Jawa Besar.

Karena ini kesepakatan VOC dan Kerajaan Mataram, mengapa uang tersebut tidak berbahasa Belanda dengan huruf latin atau dalam bahasa Jawa dengan huruf Jawa ? Uang adalah bahasa perdagangan pada jamannya. Artinya yang dominan di dunia perdagangan saat itu adalah para pedagang muslim yang berbahasa Arab.

Kekuatan perdagangan umat Islam saat itu juga sejalan dengan sejarah bahwa Agama ini lahir pertama kalinya di lingkungan para pedagang tangguh, yang kemudian terbukti memudahkan mereka berhijrah dan menyebarkan Islam ke seluruh dunia.

Yang anomali adalah umat Islam yang hidup di jaman ini, kita masih mayoritas di negeri ini – tetapi dalam dunia perdagangan kita terperdaya oleh kaum minoritas. Mayoritas kita terbuai dengan comfort zone kita masing-masing, sehingga menimbulkan tragedy of the common bagi umat secara keseluruhan.

Lho apa salahnya perdagangan dikuasai oleh orang lain ? Bila mereka yang bisa mengelola perdagangan itu dengan baik dan memenuhi kebutuhan kita so what ?

Ketika menjadi Muhtasib atau pengawas pasar, Umar bin Khattab Radliallahu ‘Anhu sering teriak-teriak : “…tidak boleh berdagang di pasar orang yang tidak tahu syariat jual beli…”. Karena dengan ketidak tahuannya akan membawanya ke transaksi ribawi dan hal-hal lain yang dilarang tanpa disadarinya.

Dan inilah exactly yang terjadi di perdagangan kita sekarang. Karena yang menguasai perdagangan tidak memahami syariat, riba dan kedhaliman terjadi secara massif di pasar – tanpa banyak yang menyadarinya.

Kalau Anda panen sayur di kebun Anda sendiri misalnya, bisakah Anda begitu saja bawa ke pasar dan berjualan di sana ? Kemungkinan besarnya Anda akan berhadapan dengan calo atau bahkan premanisme sebelum barang Anda bisa masuk pasar.

Atau Anda mungkin sudah merasa beruntung setelah bersusah payah akhirnya sayuran Anda bisa masuk jaringan super atau hyper market raksasa, tanpa Anda sadari ternyata Anda justru memodali para raksasa dengan dagangan Anda yang dibayarnya kapan-kapan oleh mereka.

Konon keuntungan terbesar para raksasa retail bukan hanya dari margin jual beli, tetapi justru dari memutar cash yang diterimanya dari menjual barang dagangan orang lain secara tunai – tetapi kemudian  membayar ke si pemilik barangnya sampai sekian waktu kemudian. Itulah sebabnya mereka berusaha menahan uang Anda selama mungkin kalau bisa.

Salah siapa ini ? ya salah kita semua yang membiarkan ini terjadi. Salah kita yang tidak bertebaran di muka bumi untuk mencari karuniaNya sambil mengingatNya banyak-banyak (QS 62:10). Bila yang bertebaran di muka bumi adalah orang-orang yang tidak mengenalNya apalagi mengingatNya – maka mereka bisa menghalalkan segala cara untuk meraih keuntungan materinya.

Lantas bagaimana sekarang kita bisa kembali meraih kejayaan di perdagangan sebagaimana generasi terbaik dahulu yang berhijrah bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ? ya kita harus mau mulai bersungguh-sungguh belajar berdagang.

Banyak diantara kita yang sudah pandai memperdagangkan produk orang lain (tempatnya bekerja) tetapi gamang untuk mulai berdagang dengan produknya sendiri. Jadi sebenarnya sudah sangat banyak diantara kita para pedagang tangguh, hanya belum menyadari potensinya saja.

Maka dari sinilah kita bisa mulai, kemampuan berdagang yang sudah inherent ada dalam diri kita tinggal diasah dan dikeluarkan sedikit-demi sedikit. IsyaAllah tidak akan lama waktunya bagi umat ini untuk melahirkan Abdurrahman bin ‘Auf – Abdurrahman bin ‘Auf jaman ini.

Masih sulit membayangkannya ? Tidak usah terlalu banyak dipikirkan atau dibayangkan, mulailah melakukan tiga hal ini – maka insyaAllah Anda sudah akan bisa  menjadi pedagang tanpa Anda sadari.

Pertama identifikasi produk berupa barang atau jasa apa yang Anda punya passion padanya. Bisa dari lingkungan pekerjaan Anda sekarang, dari hobi Anda, dari kebutuhan Anda, dari masalah yang Anda hadapi – dari mana saja yang bisa menginspirasi Anda.

Kedua maksimalkan nilai atau manfaat dari produk yang sudah Anda temukan tersebut. Misalnya Anda punya passion terhadap kedelai, maka sedapat mungkin ya jangan hanya jual beli kedelai. Tetapi bagaimana menjadikannya tempe, tahu, kecap dan perbgagai produk pengembangannya.

Ketiga promosikan atau perkenalkan kepada orang-orang yang membutuhkannya. Tidak semua orang akan merespon positif produk Anda, itupun tidak masalah. Bahkan bila hanya ada 1 orang tertarik terhadap produk Anda dari 100 orang yang Anda tawari, maka bersyukurlah – karena Anda telah menemukan niche market Anda.

Tinggal kemudian mencari padanan dari 1 orang yang sudah tertarik tersebut dengan system pencarian yang terstruktur, systematis dan massif. Di Indonesia saja ada 2.5 juta orang padanan dari satu orang yang Anda temukan tersebut (1/100 dari 250 juta penduduk).

Inilah peluang pedagang di era teknologi, yang sangat-sangat mungkin bagi Anda untuk tetap bisa menggarap secara efektif segmen pasar yang sangat sempit sekalipun. Maka perkembangan teknologi informasi saat ini mestinya bisa menjadi momentum untuk kebangkitan perdagangan umat di jaman ini.

Bila Anda punya passion di bidang hasil bumi, maka Anda-pun bisa bersinergi dengan kami di Natural Resources Indonesia yang mempunya misi Identify, Maximize and Promote kekayaan hasil bumi yang terbarukan dari negeri ini. InsyaAllah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar