Natural.ID

Rabu, 3 Desember 2014
Oleh: Muhaimin Iqbal

Setelah ide yang awalnya digagas di situs ini iGrow memenangi juara pertama Startup Asia Arena , challenge berikutnya adalah mengimplementasikan sedemikian rupa agar ide ini bener-bener bisa diwujudkan menjadi sebuah usaha yang berkelas Asia atau bahkan dunia. Bersamaan dengan implementasi tersebut, tidak ada salahnya milestone juara tersebut bisa mulai di- share untuk diambil manfaat sebesarnya bagi lahirnya ide-ide besar berikutnya yang melibatkan Anda semua pembaca situs ini. 


Salah satu ide yang menggelitik saya adalah pertanyaan setelah kemenangan tersebut : “…bila iGrow begitu antusias mengajak orang untuk menanam, bagaimana dengan hasil-hasil pertanian dan tanaman pada umumnya yang sudah ada di negeri ini – yang melimpah tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal ?

Benar, di seluruh negeri ini banyak sekali sumber daya  yang terbuang begitu saja. Beraneka buah yang dibiarkan membusuk karena tidak ketemu pasar pada musimnya, tomat yang dipakai perang-perangan ketika kita masih makan ‘saus tomat’ palsu, aneka biji-bijian yang terbuang begitu saja karena kita belum bisa mengolahnya, tumpukan skripsi dan thesis yang ditulis dengan keringat dan air mata para sarjana tetapi hanya berakhir di rak-rak perpustakaan kampus – dan berbagai resources yang terbuang lainnya.

Bagaimana mengintegrasikan ini semuanya ? dari mana memulainya ? Di jaman teknologi sekarang ini mestinya untuk mengintegrasikan seluruh resources tersebut menjadi suatu karya masterpiece – karya juara  sesungguhnya sudah tidak sulit-sulit amat.

Kita bisa mulai misalnya dengan membuat project kecil-kecilan dengan nama Natural.ID sambil memperkenalkan domain name .ID yang kedepannya menjadi daya tarik tersendiri bagi Indonesia. Dalam situs Natural.ID ini kemudian orang isa mendaftarkan resource/s yang dia temukan, miliki atau sekedar ketahui.

Misalnya saja saya memasukan resource berupa biji kelor dan saya lengkapi penjelasannya, potensinya dlsb. Orang lain nanti yang lebih ahli dari saya tentang biji kelor, bisa melengkapi secara kwalitatif – apa dan bagaimananya tentang biji kelor ini.

Masyarakat kebanyakan tidak perlu ahli di bidang biji kelor ini, namun bila mereka menemukan potensi biji kelor di daerahnya masing-masing, bersedia mengumpulkannya pula – maka dia bisa menambahkan secara kwantitatif terhadap pengumpulan biji kelor secara crowd sourcing ini. Demikian pula para pengumpul biji kelor di seluruh nusantara, menggunakan HP-nya yang selama ini hanya untuk haha hihi dan ngegosip – menjadi alat produktif untuk dagangan baru berupa biji kelor ini.

Untuk apa setelah biji kelor terkumpul ? Biji kelor akan diolah menjadi minyak nomor dua setelah minyak zaitun. Berapa para pengumpul biji kelor ini akan dibayar ?

Inilah indahya dunia informasi, secara bersama-sama kita bisa mengawasi agar struktur harga terbuka untuk dilihat siapa saja. Dengan demikian semua pihak mendapatkan bagiannya secara adil.

Misalnya bila harga minyak kelor yang didunia dikenal dengan nama ben oil ini adalah X dan rendemen hasil minyak rata-rata Y, maka pengumpul biji dan pengririmannya sampai unit pengolahan berhak atas pembelian sebesar 33 % X.Y. Pabrik yang mengolahnya karena harus invest mesin dlsb, juga berhak atas 33% X.Y. Kegiatan distribusi dan pemasaran berhak atas proporsi yang sama 33 % X.Y.

Dengan membuat formula yang standar ini, maka ketika harga ben oil naik semuanya menikmati kenaikan dan sebaliknya. Persentase-persentase tersebut hanyalah contoh, demikian juga dengan pihak-pihak yang terlibat – bisa saja berbeda dari satu komoditi ke komoditi lainnya.

Hal yang sama misalnya bisa dilakukan terhadap biji karet yang mengandung sekitar 25 % minyak dan jumlah kurang lebih yang sama untuk protein. Jadi biji karet bisa dikumpulkan kemudian diproses menjadi minyak, menjadi bahan makanan berprotein tinggi atau keduanya.

Yang menarik lagi adalah tentang buah, kita selalu kebanjiran buah di musimnya – dan menghilang di luar musim. Dengan pengolahan sederhana, buah durian atau mangga misalnya bisa menghasilkan dua produk sekaligus.

Daging buah bisa diproses menjadi tepung buah. Bila prosesnya dilakukan dengan teknologi pengeringan yang tidak melibatkan panas, maka nutrisi di tepung buah akan utuh mendekati aslinya. Bila disajikan kembali menjadi jus buah, smoothy, pudding, aneka kua atau roti – maka karakter buah yang bersangkutan akan kembali seperti asalnya.

Bijinya juga tidak perlu dibuang karena biji buah-buahan tersebut pada umumnya mengandung bahan makanan yang lengkap yaitu karbohidrat, lemak dan protein. Bila karbohidrat dan proteinnya yang dominan, bisa diolah menjadi tepung biji buah.

Bila lemak atau minyaknya yang dominan, maka diolahnya menjadi minyak dan masih menyisakan ampas untuk pakan ternak. Bila kandungannya kurang lebih berimbang bisa menghasilkan dua produk yaitu minyak dan tepung.

Bermula dari mengumpulkan yang kecil-kecil yang biasanya terbuang ini, kita akan terbiasa berkolaborasi secara transparan dan massal. Saat itulah kita siap untuk menggarap bersama-sama sesuatu yang dasyat bersama-sama melalui crowd collaboration semacam ini.

Kita terancam krisis bahan bakar yang semakin tidak terjangkau misalnya, apa solusinya ? masyarakat tidak perlu lagi berharap belas kasihan subsidi dari pemerintah – masyarakat harus bisa mengatasi problem bahan bakarnya sendiri.

Dengan apa konkritnya ? salah satu yang bisa dikerjakan rame-rame oleh masyarakat luas misalnya membudidayakan mikroalga. Jenis mikroalga yang banyak tumbuh dan mudah dibudi-dayakan di daerah pantai seluruh Indonesia salah satunya adalah Nannochloropsis sp.

Berdasarkan publikasinnya ScienceDirect, mikroalga jenis ini mengandung minyak dalam kisaran 31%-68 % dari berat keringnya. Sejumlah peneliti di Universitas Negeri Malang dan Universitas Brawijaya pernah juga meng-ekstrak minyak dari jenis mikroalga ini. Rendemennya masih kecil yaitu sekitar 12% , namun masih sangat mungkin ditingkatkan.

Katakanlah dengan rendemen 12 % saja, melalui penanaman intensif vertikal, 1 ha lahan bisa menghasilkan minyak mikroalga sekitar 23,500 liter per ha per tahun. Bandingkan ini dengan kelapa sawit yang rata-rata menghasilkan minyak sekitar 5,950 liter per ha per tahun.

Bila bisa mencapai rendemen minyak sebesar minimal 31 % seperti publikasi ScienceDirect tersebut, maka hasilnya akan menjadi 60,627 liter/ha/tahun. Bila bisa mencapai angka maksimal 68 %, maka hasilnya akan melonjak menjadi sekitar 133,000 liter / ha / tahun.

Dengan tingginya hasil minyak dari mikroalga tersebut tidak heran bila menurut publikasi yang sama – negara seboros energi Amerika-pun solusi ideal pengganti bahan bakar minyak dari fosilnya adalah juga mikroalga ini.

Perbandingannya adalah bila 50% kebutuhan bahan bakar untuk seluruh transportasi negeri itu hendak digantikan dengan biodiesel maka opsinya adalah sebagai berikut :

Bila digunakan jagung akan butuh 1,540 juta hektar lahan; bila digunakan kedelai akan butuh 594 juta hektar , bila digunakan sawit akan butuh 45 juta hektar – tetapi bila digunakan  mikroalga hanya butuh 1/10 kebutuhan lahan sawit saja yaitu 4.5 juta hektar – inipun dengan sumsi mikroalga yang digunakan ‘hanya’ memiliki rendemen 30 %.

Mikroalga bukan hanya bahan minyak, dia juga bahan protein yang tinggi. Menurut publikasinya FAO, kandungan protein mikroalga jenis Nannochloropsis oculata – seperti yang banyak di Indonesia – sekitar 1/3 dari berat keringnya adalah protein. Bisa dibayangkan besarnya protein dari budidaya berbasis laut ini di Indonesia.

Barangkali ini pula maknanya – mengapa makanan dari laut itu di Al-Qur’an tidak disebutkannya sebagai ikan tetapi daging (lahm) – karena daging memiliki pengertian yang jauh lebih luas.

Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar , dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.” (QS 16:14)

Ada potensi sumber daya alam yang sangat besar di negeri ini – yang insyaAllah cukup untuk mengatasi semua problem kita. Hanya potensi ini akan tinggal potensi bila kita tidak berhasil mengolahnya, bila diolah oleh segelintir orang saja – yang terjadi adalah ketimpangan antara si miskin dan si kaya, yang terjadi adalah eksploitasi yang lemah oleh yang kuat.

Maka jalan yang terbaik untuk mengolah potensi tersebut adalah dengan kolaborasi massal yang transparan dan adil untuk semua pihak, dan ini sangat mungkin dilakukan di era teknologi ini. Bisa kita mulai dari menyiapkan situsnya Natural.ID , siapa yang mau menggarapnya ? team internal kami fully occupied dengan berbagi project yang ada – barangkali untuk yang ini ada dari pembaca yang akan menggarap situsnya ? InsyaAllah kami tunggu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar