Protein Strategy

Jum'at, 9 Januari 2015
Oleh: Muhaimin Iqbal

Food security atau keamanan pangan yang kini menjadi issue global perlu diwaspadai dan disikapi secara cerdas. Salah sikap akan menyebabkan salah tindak, sehingga upaya untuk membangun ketahanan pangan bisa salah sasaran. Problem Indonesia yang utama di bidang keamanan pangan ini sebenarnya bukan pangan secara keseluruhan, tetapi pangan secara specific – yaitu utamanya protein. Maka top priority – yang berarti juga top opportunity – seharusnya lebih fokus pada produksi protein ini. 


Dengan luas lahan padi yang mencapai 13.8 juta hektar Indonesia mestinya bisa memproduksi karbohidrat dari beras yang cukup untuk seluruh rakyatnya, disamping ada potensi karbohidrat lain seperti sukun dlsb. Demikian pula dengan lemak, kita memiliki luas tanam kelapa sawit yang konon sekitar 10 juta hektar – mustinya cukup untuk memenuhi kebutuhan lemak seluruh penduduk.

Nah bagaimana dengan protein ? Data FAO terakhir tentang konsumsi daging per kapita negara-negara di dunia menunjukkan Indonesia mengkonsumsi 12.9 kg/kapita/tahun atau 35 gram per hari. Ini kalau dikonversikan pada kebutuhan protein harian manusia rata-rata, baru memenuhi sekitar 14 % dari kebutuhan harian (Daily Value – DV).

Selain dari daging - segala macam daging termasuk ikan dan telur – kita juga menjadi salah satu negara yang sumber proteinnya specific – yaitu kedelai, karena bangsa kita sangat banyak makan tahu dan tempe. Dengan asumsi produksi kedelai kita per tahun 800,000 ton dan kita mengimpor 2.2 juta ton, konsumsi kedelai kita sekarang sekitar 3 juta ton.

Bila ini dikonversikan pada konsumsi per kapita akan ketemu sekitar 33 gram per hari. Bila dikonversikan lagi pada pemenuhan kebutuhan protein harian, maka akan ketemu sekitar  23 % dari kebutuhan protein harian. Artinya dari sumber protein utama hewani plus nabati dari kedelai, rata-rata kita baru bisa mengkonsumsi sekitar 37 % dari kebutuhan protein harian kita.

Sumber-sumber protein lain bila digabungkan jadi satu tidak akan lebih besar dari kelompok hewani (daging, telur dan ikan) dan dari nabati belum ada yang se-massif sumber protein dari kedelai. Ditambah berbagai sumber protein yang lain tersebut dugaan saya rata-rata orang Indonesia belum mencapai 50 % dari kebutuhan protein hariannya.

Apa dampak dari kekurangan protein ini ? Protein memiliki dua fungsi primer dalam tubuh yaitu sebagai sumber energi dan sebagai unsur pertumbuhan, fungsi  sekundernya adalah untuk pengaturan fungsi-fungsi tubuh. Tinggi rata-rata laki-laki Indonesia yang 5 cm dibawah rata-rata dunia, dan wanita 7 cm dibawah rata-rata dunia – adalah sinyal dari kurangnya konsumsi protein tersebut.

Maka masalah protein ini bisa menjadi sangat-sangat serius karena menyangkut kwalitas generasi sekarang dan yang akan datang. Lantas apa yang bisa kita perbuat untuk ini ?

Ada hal baik yang dilakukan pemerintahan sekarang khususnya Menteri Kelautan, konon kata Bu Susi Indonesia kecurian ikan Rp 300 trilyun dalam sepuluh tahun terakhir atau Rp 30 trilyun per tahun. Bila diasumsikan harga ikan Rp 25,000/kg saja, ikan yang dicuri tersebut jumlahnya sekitar 1.2 juta ton per tahun.

Katakanlah kita bisa mencegah pencurian ikan tersebut dan ikannya berhasil dialihkan untuk konsumsi dalam negeri, maka ini akan menambah poin pencapaian kebutuhan harian protein sebesar sekitar 4.8 poin. Jadi seandainya ditambah ikan yang berhasil dicegah dari pencurian-pun rata-rata kita belum mencapai 60 % dari kebutan protein harian. Lantas apa yang bisa mengisi kekurangannya ?

Kembali kepada petunjuk Al-Qur’an ! Ingat tanaman pertama yang disuruh kita memperhatikan di surat ‘Abasa 24-32, dan juga surat Yaasiin 33 untuk tanaman yang dipakai menghidupkan bumi yang mati – yaitu biji-bijian yang dimakan.

Sebuah riset di Cornell University’s College of Agriculture and Life Science menguatkan bahwa produksi protein melalui biji-bijian adalah yang paling efisien dibandingkan dari sumber lain. Untuk jumlah yang sama protein hewani memerlukan 8 kali lebih banyak energi dibandingkan dengan protein nabati, padahal kwalitasnya hanya 1.4 kalinya.

Menariknya lagi di negeri yang sama ada riset yang membenarkan ayat Al-Qur’an lainnya (QS 16 : 10-11), bahwa kalau ternak-ternak mereka digembala saja – itu sudah cukup untuk memproduksi kebutuhan protein seluruh penduduk negeri itu. Biji-bijian yang tidak digunakan untuk memberi makan ternak negeri itu , cukup untuk memberi makan sekitar 800 juta orang atau lebih dari 10 % penduduk dunia.

Disamping boros energi, ternak yang diberi makan biji-bijian juga sangat boros air. Untuk sapi misalnya, setiap penambahan 1 kg daging dibutuhkan 100,000 liter air. Padahal pembandingnya untuk menghasilkan 1 kg kedelai hanya dibutuhkan 2,000 liter air.

Jadi dari mana sumber protein yang bisa kita kejar paling efisien ? Pertama adalah dari tanaman biji-bijian khususnya kedelai. Selain proteinnya yang sangat tinggi – mencapai 36 % dari berat kering  - produk-produk berbasis kedelai sudah sangat familiar di masyarakat kita.

Tinggal bagaimana make sure kita bisa menanam lebih banyak kedelai sendiri agar kita tidak perlu impor dan agar kita dapat menjaga makanan kita asli alami bebas dari GMO – Genetically Modified Organism.

Bila Indonesia bisa meningkatkan tanaman  kedelainya menjadi seluas 3.2 juta hektar dari yang sekarang 551,000 hektar, maka problem protein tersebut insyaAllah akan teratasi. Sulitkah ini ? tentu tidak mudah tetapi juga bukan sesuatu yang mustahil.

Kita bisa memiliki lahan sawit sampai sekitar 10 juta hektar, why not dengan kedelai 3.2 juta hektar ? Apalagi tanaman kedelai – salah satu biji-bijian yang ditanam untuk menghidupkan bumi yang mati  - tidak menuntut tanah yang sudah bagus seperti sawah untuk padi misalnya, pengadaannya pasti lebih mudah dari membangun sawah atau bahkan menyiapkan lahan sawit.

Untuk bibit kedelai alami yang Non-GMO pun insyaAllah tidak masalah, team kami sudah berhasil melacak keberadaan varietas asli kedelai ini dan kini dalam taraf pembiakan di lahan pembibitan. InsyaAllah sebelum akhir semester pertama tahun 2015 ini-pun sudah bisa masuk platform iGrow untuk kita tanam rame-rame lagi, seperti yang sudah kita lakukan untuk kacang tanah dan buah-buahan.

Tentu target 3.2 juta lahan kedelai mestinya adalah target pemerintah, kita sendiri hanya akan melakukan semaksimal yang bisa kita lakukan. Karena kemungkinan besar pemerintah punya prioritas agenda lain, maka pemenuhan kebutuhan protein ini mungkin belum akan tercapai dalam pemerintahan yang sekarang.

Maka kita juga punya plan-B nya yang melengkapi, yaitu tetap menggembalakan ternak-ternak kita sebagaimana petunjukNya di Surat An-Nahl 10-11. Kombinasi menanam biji-bijian dan menggembalakan ternak inilah inti dari strategi pemenuhan kebutuhan protein kita, insyaAllah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar