GDP, Food Miles Dan 7 Tanah

Kamis, 12 Maret 2015
Oleh: Muhaimin Iqbal
 
Mengimpor  bahan makanan dari tempat yang sangat jauh seperti perjalanan gandum dan kedelai yang kita makan adalah buruk bagi ekonomi karena menguras devisa dan menurunkan GDP. Buruk bagi lingkungan karena semakin jauh makanan perlu diangkut dari tempat produksi sampai tempat konsumsi - semakin banyak pula dihabiskan bahan bakar yang merusak lingkungan, jejak perjalanan bahan makanan inilah yang disebut food miles. Yang belum banyak kita ketahui adalah sangat bisa jadi makanan yang didatangkan dari tempat yang jauh itu juga buruk bagi kesehatan.
  

Bahwa impor bahan makanan yang begitu besar seperti pada gandum dan kedelai adalah buruk bagi GDP kita, ini bisa kita lihat dari formula GDP = C+I+G + (X-M) dimana C adalah konsumsi, I adalah investasi, G adalah belanja pemerintah, X adalah ekspor dan M adalah Impor.

Lihat impor adalah pengurang GDP, maka semakin banyak impor akan semakin turun GDP kita. Tahun lalu untuk gandum, Indonesia mengimpor sekitar 7.7 juta ton atau pengimpor gandum nomor 2 terbesar  di dunia setelah Mesir. Untuk kedelai dengan impor sekitar 2.35 juta ton, Indonesia merupakan pengimpor kedelai nomor 5 terbesar di dunia setelah China, Uni eropa, Meksiko dan Jepang. Dari dua komoditi ini saja, faktor pengurang GDP kita itu estimasi saya tidak kurang dari Rp 77 trilyun nilainya.

Dari sisi food miles, bisa dibayangkan dampak kerusakan lingkungan dari 10.5 juta ton komoditi (gandum dan kedelai saja) yang diangkut menempuh perjalanan separuh bumi (utamanya dari Amerika utara sampai Indonesia) yang memakan waktu masing-masing perjalanannya lebih dari 1 bulan perjalanan laut.

Bila dampak dari impor bahan makanan ini terhadap ekonomi dan lingkungan begitu jelas dan bahkan bisa dikwantifisir dengan hitungan matematika yang relatif akurat, dampak terhadap kesehatan belum  banyak diketahui karena memang belum banyak dikaji.

Dampak kesehatan oleh sebab spesifik seperti faktor GMO (Genetically Modified Organism) sudah banyak saya tulis di situs ini dan bahkan kita sudah mulai merintis solusinya dengan menanam kedelai sendiri sampai menyiapkan produk-produk turunannya. Yang masih perlu dikaji lagi dari perbagai disiplin ilmu adalah kesesuaian bahan makanan impor tersebut dengan kebutuhan spesifik tubuh rata-rata orang di negeri ini.

Sangat bisa jadi makanan (dan juga obat) terbaik kita adalah dari tanaman-tanaman yang tumbuh di sekitar kita. Mengapa demikian ?

Manusia diciptakan dari tanah, dan setiap hari milyaran sel tubuhnya adalah baru untuk menggantikan sel-sel yang rusak atau untuk pertumbuhan. Dari mana ‘sparepart’ baru tersebut berasal ? ya sama dengan asal tubuh asli kita yaitu dari tanah.

Ibarat sebuah mobil, Mercedes dan BMW adalah dua mobil Jerman – ketika ada sparepart yang rusak, penggantinya yang terbaik adalah sparepart dari dua pabrikan tersebut karena material yang dipakai kwalitasnya sama persis dengan aslinya. Bisa diganti dengan sparepart KW1 atau bahkan KW2 dari negara lain, tetapi tentu tidak sebaik aslinya.

Jadi pengganti ‘sparepart’ tubuh kita yang terbaik tentu dari tanah dimana tubuh kita berasal – bukan pengganti yang KW-KW-an. Dalam bentuk apa ‘sparepart’ tubuh kita tersebut masuk kedalam tubuh  ? ya tentu tidak berupa tanah yang kita langsung makan.

Dari bumi yang dibentangkan Allah, ditumbuhkan aneka buah-buahan, kurma, biji-bijian dan aneka tanaman yang berbuah manis dan harum baunya (QS 55:10-12). Bahkan pabrik ‘sparepart’ berupa aneka makanan ini disediakan dahulu oleh Allah sebelum penciptaan manusia itu sendiri (QS 55:14).

Berbagai bahan makanan seperti gandum, kedelai, buah-buahan dlsb. yang kita impor adalah dari tanah juga, bukankah ini berarti juga seperti ‘sparepart’ asli bagi kita juga ? belum tentu demikian.

Bahkan sangat bisa jadi bahan pangan yang kita impor tersebut lebih mendekati ‘sparepart’ KW-KW-an ketimbang ‘sparepart’ yang asli, cocok bagi orang lain yang tumbuh dan berkembang di daerah asal makanan itu - tetapi belum tentu cocok untuk kita. Kok bisa ? karena tanah-tanah itu berbeda jenisnya. Maka ketika Allah menciptakan manusia dari tanah, Allah menciptakannya dari perbagai jenis tanah yang berbeda-beda pula.

Setidaknya ada 7 jenis tanah yang digunakan oleh Allah untuk penciptaan manusia itu. Berikut adalah 7 jenis tanah  tersebut berdasarkan penyebutannya di Al-Qur'an.

1.     Turab – yang berarti bumi atau debu seperti yang disebut di Ali Imron ayat 59.
2.     Tiin – yang berarti tanah liat, campuran tanah dengan air seperti disebut di surat As Sajdah ayat 7.
3.     Tiin-il-laazib – yaitu tanah liat yang lengket, seperti disebut di surat  As-Shaffat ayat 11.
4.     Hamaa im-masnuun – yaitu tanah lumpur yang dibentuk, disebut di surat al-Hijr ayat 26 dan 28.
5.     Shalshaalin kal-fakhkhaar – yaitu tanah liat yang kering seperti tembikar, disebut di surat Ar-Rahman ayat 14.
6.     Sulaalatim min-tiin – yaitu saripati tanah, disebut di  surat Al- Mu’minun ayat 12.
7.     Ardi – yang berarti bumi atau tanah secara umum, disebut di surat Hud ayat 61.

Perbedaan penyebutan ini memerlukan kajian tersendiri dari berbagai bidang seperti tafseer, bahasa, ilmu tanah, ilmu social dlsb. tetapi yang jelas meskipun sama-sama dari tanah, karena karakter tanah yang berbeda-beda membuat manusia yang ada di muka bumi juga berbeda-beda. Karena komposisi tanah yang membentuk tubuh kita berbeda-beda, maka berbedalah warna kulit kita, rambut kita dlsb.

Dengan karakter yang berbeda ini pula, maka ‘sparepart’ berupa makanan kita yang terbaik adalah yang dihasilkan di tanah dimana kita tumbuh dan berkembang. Itulah sebabnya mengapa kita yang hidup di negeri ini lebih cocok dengan makan nasi – yang kita tanam, ketimbang makan roti yang bahannya dari belahan bumi yang lain.

Konsumsi obat-obatan-pun demikian, akan sangat banyak tanaman-tanaman herbal yang sesuai untuk kita yang berasal dari sekitar lingkungan kita – insyaAllah inipun akan lebih cocok ketimbang herbal yang kita impor dari negeri yang jauh - karena komposisi ‘tanah’ yang terbawa berupa mineral dlsb. yang lebih mirip dengan tanah yang membentuk tubuh asli kita.

Ilmu tentang pengobatan yang mengkaitkan dengan asal kita ini bahkan sudah juga dipakai oleh teman-teman yang bergerak di dunia herbal. Meskipun sangat mahal dan konon kerkwalitas sangat tinggi (dan juga mahal !), madu Arab belum tentu lebih baik untuk kita dibandingkan dengan madu lokal asal bener-bener terjaga keasliannya.

Lantas bagaimana dengan tanaman-tanaman seperti kurma, zaitun dlsb. yang disebutkan di dalam Al-Qur’an tetapi selama ini lebih banyak tumbuh di negeri-negeri Arab dan Mediterania ? Itulah indahnya petunjuk Al-Qur’an, karakternya yang benar secara universal – tidak terbatas waktu dan ruang – maka apa-apa yang disebutkan didalamnya juga berlaku universal.

Manfaat dan keberkahan kurma, zaitun dlsb. tidak terbatas untuk masyarakat Arab dan Mediterania, ilmu pengetahuan di bidang ini telah membuktikannya bahwa kurma bisa hidup dan tumbuh di rentang suhu 4 sampai 40 derajat Celcius, sedangkan zaitun bisa tumbuh dan hidup di rentang 7 sampai 35 derajat Celcius - maka hampir di seluruh wilayah dunia kurma dan zaitun bisa tumbuh dan hidup. Apa yang sudah kita coba selama ini menguatkan teori tersebut karena kurma dan zaitun memang bisa  tumbuh dengan sangat baik di negeri kita juga.

Nantinya insyaAllah akan ada kurma dan zaitun Indonesia, yang tumbuh di tanah Indonesia dan menyerap mineral dan hara tanah lainnya yang ada di bumi Indonesia. Kurma dan zaitun yang tumbuh di tanah sekitar kita inilah yang insyaAllah  akan bisa memberi manfaat secara maksimal bagi kita-kita yang tumbuh dan berkembang di tanah negeri ini.

Jadi konsepnya adalah ketika kita membutuhkan bahan makanan yang kita perlukan, tetapi keberadaannya selama ini bukan di negeri ini – maka solusinya bukan mengimpor makanan tersebut secara terus menerus. Cukup mengimpor bibitnya, kemudian mengembangkannya di tanah negeri ini.

Bila ini bisa kita lakukan, maka ini akan menjadi solusi untuk tiga persoalan sekaligus. Solusi ekonomi berupa peningkatan GDP – yang berarti juga peningkatan lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat secara umum, solusi lingkungan karena meminimize dampak lingkungan dengan meminimkan food miles-nya, dan yang sangat penting adalah solusi kesehatan - memberi kita bahan makanan yang paling sesuai dengan kebutuhan tubuh kita. InsyaAllah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar