Inovasi Nilai

Selasa, 3 Maret 2015
Oleh: Muhaimin Iqbal
 
Bila kita mendengar kata inovasi, yang langsung terbayang adalah sesuatu yang canggih, sophisticated njlimet dlsb. Padahal inovasi bisa menyangkut hal-hal yang sederhana, yang kita anggap sepele di sekitar kita – tetapi dari hal yang sederhana dan sepele ini dihasilkan nilai yang baru. Inilah yang disebut inovasi nilai, dan kita membutuhkannya di perbagai bidang kehidupan kita. Bidang inovasi nilai ini bisa menjadi peluang terbesar bagi orang awam seperti kita-kita yang bukan scientist dan bukan professional innovator.


Di Pati – Jawa Tengah ada orang-orang yang bisa menggoreng kacang – kebisaan yang sangat biasa bagi kita-kita, tetapi mereka bisa ber-inovasi dalam nilai – sehingga dari  jualan kacang goreng ini mereka bisa mensponsori club sepakbola ternama Dunia.

Prinsip dasar inovasi nilai dapat saya sederhanakan seperti dalam ilustrasi dibawah.

Inovasi Nilai

Bila Anda sebagi produsen, pasti Anda ingin menjual barang Anda lebih tinggi dari cost yang Anda keluarkan karena kalau sama – Anda kerja bakti, kalau jualan dibawah cost artinya Anda rugi.

Sebaliknya, sebagai pembeli – Anda pasti mengharapkan manfaat yang sebesar-besarnya diatas harga yang Anda bayarkan. Anda bisa saja membeli harga barang dengan murah, tetapi bila manfaatnya lebih rendah dari yang Anda harapkan – Anda tentu akan kecewa dan tidak membeli lagi.

Contoh yang seperti ini dapat kita saksikan dalam berita televisi hari-hari ini, dimana masyarakat kecewa dengan beras murah yang dibelinya. Mengapa mereka kecewa padalah mereka membeli beras hanya dengan Harga Rp 7,500 ketika harga dipasaran melonjak Rp 11,000 ? Karena mereka mendapati kwalitas beras yang tidak seperti yang diharapkannya.

Tetapi di masyarakat, mereka tidak selalu tahu apa yang mereka harapkan ini – sehingga kebanyakan masyarakat tidak tahu apakah mereka membeli produk yang memiliki nilai lebih dari harga yang dibayarkan atau tidak. Ketidak tahuan masyarakat inilah yang sering dimainkan oleh dunia periklanan, sehingga masyarakat sering membeli sesuatu yang dianggapnya bernilai padahal tidak.

Untuk membuktikan teori tersebut, sebelum saya menulis tulisan ini saya menyempatkan mampir di salah satu outlet dari minimarket kenamaan. Saya membeli sejumlah makanan instant yang paling laris dibeli orang dari jenis mie instant, bubur sampai oatmeal - baik yang produksi lokal maupun yang impor.

Kemudian saya perhatikan harga yang muncul di stroke pembelian saya, dan secara khusus saya perhatikan label nutrisi masing-masing. Lebih tajam lagi saya lihat kandungan proteinnya, karena di protein inilah problem makanan kita yang sesungguhnya yang membuat rata-rata penduduk negeri ini 13-14 cm lebih rendah dari rata-rata dunia.

Hasil dari observasi saya tersebut kemudian saya sederhanakan dan tampilkan dalam grafik dibawah, dari sinilah Anda akan tahu bahwa makanan yang sangat banyak dibeli masyarakt selama ini ternyata memiliki kandungan protein yang memang sangat rendah.

Inovasi Nilai Di Protein
Mie instant kandungan proteinnya hanya 12%-14 % dari kebutuhan protein harian kita. Bubur Ayam yang saya beli malah proteinnya hanya 4 % dari kebutuhan harian dan whole grain hanya 5 %. Yang agak lumayan adalah mie korea dan instant udon yang proteinnya masing-masing 20% dan 18 % dari kebutuhan harian, tetapi yang ini pasti jarang dibeli masyarakat karena harganya lebih dari dua kali makanan sejenis yang lokal.

Di tengah produk-produk yang sangat populer dibeli masyarakat, tetapi bernilai protein rendah tersebut – dibutuhkan inovasi nilai, agar masyarakt bisa membeli produk dengan harga yang sama atau lebih rendah, tetapi memiliki kandungan protein yang sangat tinggi. Kita semua membutuhkan ini karena protein sangat penting untuk pertumbuhan kita dan perbaikan sel-sel tubuh kita yang rusak.

Apa contohnya yang bisa kita lakukan ? Seperti yang sudah pernah saya tampilkan dalam tulisan sebelumnya adalah kedelai bakar atau kedelai panggang. Kedelai adalah biji-bijian berprotein sangat tinggi dan semakin sederhana tingkat pengolahannya semakin tinggi protein yang dipertahankannya. Ibaratnya kalau bisa dimakan mentah (raw food) maka protein tertinggi kedelai adalah ketika dimakan mentah, tetapi kan nggak enak dan susah dicerna – maka dibakar atau dipanggang adalah solusinya.

Kedelai panggang ini ketika kita sandingkan dengan berbagai makanan instant laris yang ada di masyarakat, maka dia posisinya sangat menonjol dalam hal memenuhi kecukupan protein seperti yang ditunjukkan oleh grafik di atas.

Inilah yang disebut inovasi nilai, dari sisi produsen akan dengan mudah memproduksi kedelai panggang yang dijual dengan harga yang wajar dan masih menyisakan keuntungan yang wajar pula. Dari sisi konsumen, dengan harga yang berada dikisaran yang sama dengan makanan yang biasa mereka beli – tetapi kandungan proteinnya jauh lebih tinggi.

Lantas apakah kita akan mengkampanyekan masyarakat makan kedelai panggang saja ? ya tentu saja tidak. Tetapi bayangkan dengan skenario keseharian kita sebagai berikut :

Pagi hari karena buru-buru, nggak sempat sarapan yang komplit – kita sarapan bubur ayam instant atau oatmeal – kebutuhan protein baru tercukupi  4 % atau 5 %. Siang nggak sempat lagi makan yang normal di kantor, makan saja mie instant – proteinnya hanya 12% - 14 % dari kebutuhan protein harian.

Makan malam Alhamdulillah normal, ada daging dlsb. protein  sampai 25 % dari kebutuhan harian misalnya, maka sehari itu pemenuhan kebutuhan protein kita hanya di kisaran 41 % - 43 %. Inilah kurang lebih pola rata-rata pemenuhan kebutuhan protein yang ada di masyarakt Indonesia – yang membuat tinggi rata-rata kita terganggu seperti data tersebut di atas.

Nah sekarang bila diatas kebiasaan makan rata-rata tersebut ditambahkan sekantong kecil kedelai panggang yang beratnya 126 gram, harganya kurang lebih setara dengan mie cup bakso tetapi dengan kandungan protein 100% dari kebutuhan harian -  maka kita ngemil dan menghabiskan separuh kantong saja sehari – akan melengkapi kebutuhan protein harian kita.

Steve Job yang produk telepon cerdasnya berhasil berkontribusi 0.5 % terhadap GDP negaranya mengungkapkan pengalamannya berjualan produk-produk legendaris-nya : “ People do not know what they want until you show it to them – masyarakat tidak tahu apa yang mereka inginkan sampai Anda tunjukkan kepada mereka !”.

Maka inilah kesempatan untuk menunjukkan kepada masyarakat – bahwa sebenarnya mereka ingin produk makanan yang berprotein tinggi – karena mereka ingin keluarganya bisa tumbuh secara sempurna baik fisik maupun kecerdasannya, terjaga pula kebugarannya sampai tua, tetapi ini tidak harus mahal – inilah yang disebut inovasi nilai – dan bisa dilakukan di berbagai bidang kehidupan lainnya! Siapa yang mau mengambil peluangnya ?.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar