Lelaki Dan Benang Kusut

Selasa, 24 Februari 2015
Oleh: Muhaimin Iqbal

Beberapa dasawarsa lalu kalau kita mendengar berita tentang perkelaian biasanya terkait dengan pelajar SLTA, kini perkelaian itu meluas hingga anak –anak SD yang mem-bully temannya, perkelahian antar anak-anak SLTP maupun antar mahasiswa. Bahkan ‘perkelaian’ tingkat tinggi disajikan bak tontonan sehari-hari di televisi, ‘perkelaian’ semacam ini ada di gedung DPR dan di antar institusi negara yang seharusnya saling kerjasama mengurusi dan menjaga rakyat. Apa yang sebenarnya terjadi dengan bangsa ini ? dari mana meluruskan kembali benang kusut ini ? 
 
Ada yang ingin memulai memperbaikinya dengan membangun karakter bangsa, pendidikan budi pekerti dlsb. Bersama para ahli pendidikan Islam, kami juga ingin memperbaikinya melalui membangun karakter iman pada generasi mendatang, yaitu melalui sekolah-sekolah Kuttab Al-Fatih setingkat SD yang tahun ini Alhamdulillah telah buka di 10 kota, dan tingkat lanjutannya Madrasah setingkat SMP dan SMA di Sentul.

Lebih dari itu ada yang bisa kita lakukan rame-rame mulai dari diri dan keluarga kita, kemudian meluas melalui kaum kerabat, tetangga dekat dst. Apa yang bisa kita lakukan rame-rame tersebut ? yaitu mulai memperbaiki makanan kita, baik zatnya maupun cara –cara perolehannya.

Para Rasul-pun sebelum mereka diperintahkan untuk beramal shaleh, mereka diperintahkan dahulu untuk makan makanan yang paling baik :

Hai para Rasul, makanlah dari makanan yang thoyyibaat, dan kerjakanlah amal shaleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS 23:51). Sayyid Abul Ala Maududi menjelaskan makanan yang thoyyibaat itu adalah makanan yang murni, makanan yang paling baik baik dari sisi zatnya maupun cara perolehannya.

Bahwasanya perintah makan yang thoyyibaat mendahului perintah beramal shaleh tersebut menurut Maududi adalah menunjukkan bahwa perbuatan baik tidak  ada artinya bila si pelaku makanannya bukan makanan yang thoyyibaat, atau ringkasnya tidak ada perbuatan baik tanpa makanan yang baik.

Ini sejalan dengan hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ketika melihat laki-laki yang habis melakukan perjalanan jauh dan penampilannya kusut, laki-laki tersebut berdo’a dengan menengadahkan tangannya Ya Rabb…Ya Rabb, sedangkan makanan dan minumannya haram, pakaiannya haram dan dia tumbuh dengan yang haram, bagaimana dia bisa berharap do’anya dikabulkan oleh Allah ? (HR. Abu Hurairah).

Makan makanan yang baik ini bukan hanya untuk para rasul, tetapi juga untuk orang beriman sebagaimana ayat : “Hai orang-orang yang beriman, makanlah dari rezeki yang thoyyibaat yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah.” (QS 2:172)

Maka jelaslah sekarang bahwa makanan yang paling murni atau paling baik dari sisi zat maupun perolehannya adalah prasyarat dari amal shaleh kita, lantas bagaimana kondisinya di masyarakat sekarang ? Secara pribadi saya yakin banyak diantara kita yang sudah berusaha makan makanan yang thayyibaat ini, tetapi apa yang terjadi di masyarakat secara umum ?

Dari sisi zat, sangat sedikit yang kita tahu isi dari makanan kita. Kita baru menyadari bahwa bangsa ini telah memakan sumber protein utama dari kedelai GMO setidaknya dalam satu dasawarsa terakhir, dan belum ada tanda-tanda upaya untuk menggantikannya dengan yang murni.

Bahkan daging sapi yang kita konsumsi-pun kita tidak yakin benar kemurniannya, jangan-jangan kita telah memakan daging sapi jalalah. Sapi (dan ternak lainnya) yang semula halal menjadi haram ketika makanannya dari yang najis. Kegalauan ini timbul karena kita bisa melihat hingga hari ini di majalah peternakan terkemuka negeri ini, iklan pakan ternak di majalah tersebut selalu menawarkan MBM (meat bone meal) – tepung tulang dan daging sampai Blood Meal (tepung darah !) sebagai sumber protein pakan ternaknya.

Dari sisi perolehannya atau system ekonominya, indikator dominansi yang haram itu begitu jelas. Di perbankan, pangsa pasar bank syariah kurang dari 5 %  - yang menunjukkan bahwa yang berlaku secara umum masih yang ribawi. Bahkan yang riba ini menjadi kewajiban manakala kita sakit dan harus minum obat – yang dijamin dalam BPJS Kesehatan.

Dengan indikasi zat makanan, obat-obatan dan system ekonomi yang mengelolanya seperti dalam gambaran tersebut di atas – kegalauan berikutnya-pun muncul. Jangan –jangan lelaki kusut yang telah menempuh perjalanan jauh dan berdo’a Ya Rabb- Ya Rabb tersebut adalah kita yang hidup di jaman ini ?

Kita terus berdo’a, tetapi do’a-do’a kita belum terkabul karena makanan dan minuman kita, obat-obatan kita, pakaian kita adalah dari yang haram atau tercampur dengan yang haram dan kita tumbuh dalam lingkungan yang serba haram atau setidaknya meragukan.

Tetapi tentu kita semua ingin bisa melakukan perbaikan, dan tidak ada kata terlambat untuk ini. Kita bisa mulai secara serius bergerak mengurusi makanan kita sendiri, agar kita yakin betul bahwa yang kita makan adalah makanan yang murni. Kalau kita makan dari tanaman, tanamannya adalah yang masih alami tidak dikotak-katik secara genetika. Kalau kita makan dari daging ternak, kita yakin ternaknya bukanlah ternak jalalah dlsb.

Agar kita tidak terus menerus menjadi lelaki kusut yang hidup dalam lingkungan kehidupan yang serba kusut terebut di atas, kami di Startup Center membuka pintu lebar-lebar untuk menjadi sparring partner dan mitra brain storming Anda – bila Anda  ingin ikut berbuat dalam hal ini. Agar Allah mengabulkan ketika kita berdo’a Ya Rabb …Ya Rabb !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar