Memperbaiki Semampu Yang Kita Bisa

Kamis, 5 Maret 2015
Oleh: Muhaimin Iqbal

Tinggi batang tebu bisa tinggal sedengkul dalam seabad mendatang, tetapi bisa pula sebaliknya biji kedelai  menjadi sebesar bawang – keduanya dimungkinkan. Yang  jarang kita sadari adalah bahwa kita sebenarnya ikut berperan dalam mengarahkannya, apakah bumi akan semakin rusak atau kita ikut memperbaikinya. Bila kita diam saja, maka yang merusak akan menang dan itulah yang sedang terjadi – tinggi batang tebu akan tinggal sedengkul – dan bukti visualnya kini dapat kita saksikan bersama.


Perhatikan dua foto yang saya sandingkan dibawah, yang diatas adalah foto kondisi tebu yang sedang dipanen di jaman ini. Perhatikan tingginya dibandingkan dengan tinggi orang-orang yang memanennya, dapat kita saksikan bahwa tinggi batang tebu tersebut hanya sedikit diatas tinggi orang yang memanennya.

Tinggi Batang Tebu Dulu dan Kini


Lantas perhatikan pada foto hitam putih yang di bawahnya, itu adalah foto orang memanen tebu di jaman Belanda kurang lebih seabad yang lalu. Perhatikan tinggi tebu dibandingkan dengan orang-orang yang memanennya. Kita bisa menyaksikan bahwa tinggi batang tebu tersebut kurang lebih mencapai empat kali tinggi orang yang memanennya.

Apa yang sesungguhnya terjadi sehingga batang tebupun bertambah pendek menjadi kurang dari sepertiganya dalam tempo yang kurang lebih hanya seabad terakhir ? tentu banyak penyebabnya, tetapi yang jelas adalah kerusakan alam yang dilakukan oleh manusia sehingga bumipun enggan memberikan hasil terbaiknya. Selisih antara tinggi tebu seabad lalu dengan tinggi tebu sekarang tersebut adalah cerminan tingkat kerusakan yang terjadi di bumi ini selama seabad terakhir.

Bahwasanya batang tebu terus bertambah pendek, itu pasti karena yang berbuat kerusakan lebih banyak atau lebih dominan dari yang berbuat perbaikan. Artinya bila kita diam saja – apalagi apabila ikut-ikutan berbuat kerusakan – maka batang tebu akan terus bertambah pendek dan bisa jadi dalam seabad yang akan datang tinggal sepertiga dari tinggi batang tebu sekarang atau tinggal sekitar sedengkul saja.

Kita tentu tidak rela ini dialami oleh cucu-cicit kita kelak, kita ingin mereka hidup bahkan lebih baik dari yang kita hadapi sekarang. Kita ingin mereka hidup dalam kehidupan yang berkeadilan, sehingga saat itu biji gandum-pun bisa sebesar bawang seperti dalam riwayat berikut :

Diriwayatkan dari Auf bin Abi Quhdam, dia berkata : "Dijumpai di jaman Ziyad atau Ibnu Ziyad suatu lubang yang didalamnya ada biji gandum sebesar bawang. Padanya tertulis 'ini tumbuh di jaman yang adil'" (Musnad Ahmad no 7936 dan tafsir Ibnu Katsir 3/436).

Sepintas ini tidak masuk di akal kita bahwa biji gandum bisa membesar sebesar bawang, tetapi ini sesungguhnya sangat bisa dijelaskan. Pertama dengan bukti visual tersebut di atas, batang tebu bisa terus memendek ketika manusia terus berbuat kerusakan di muka bumi ini. Maka yang sebaliknya pasti juga bisa terjadi, yaitu batang tebu bisa terus bertambah panjang ketika manusianya terus berbuat perbaikan. Hal ini bukan mimpi, karena team dari perkebunan tebu kami di Blitar-pun sedang bekerja keras untuk  bisa menghasilkan batang tebu yang semakin panjang kembali.

Kedua yang mirip dengan upaya untuk ‘menjadikan biji gandum sebesar bawang’ tersebut adalah upaya team kami yang lain yang sedang bekerja menyiapkan benih kedelai. Bila insyaAllah pembibitan kedelai kami bisa panen dalam beberapa bulan mendatang, maka hasilnya ingin kami perlakukan mendekati hadits berikut :

Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “ Pada suatu hari seorang laki-laki berjalan-jalan di tanah lapang, lantas mendengar suara dari awan :” Hujanilah kebun si Fulan.” (suara tersebut bukan dari suara jin atau manusia, tapi dari sebagian malaikat). Lantas awan itu berjalan di ufuk langit, lantas menuangkan airnya di tanah yang berbatu hitam. Tiba-tiba parit itu penuh dengan air. Laki-laki itu meneliti air (dia ikuti ke mana air itu berjalan). Lantas dia melihat laki-laki yang sedang berdiri di kebunnya. Dia memindahkan air dengan sekopnya. Laki-laki (yang berjalan tadi) bertanya kepada pemilik kebun : “wahai Abdullah (hamba Allah), siapakah namamu ?”, pemilik kebun menjawab: “Fulan- yaitu nama yang dia dengar di awan tadi”. Pemilik kebun bertanya: “Wahai hambah Allah, mengapa engkau bertanya tentang namaku ?”. Dia menjawab, “ Sesungguhnya aku mendengar suara di awan yang inilah airnya. Suara itu menyatakan : Siramlah kebun Fulan – namamu. Apa yang engkau lakukan terhadap kebun ini ?”. Pemilik kebun menjawab :”Bila kamu berkata demikian, sesungguhnya aku menggunakan hasilnya untuk bersedekah sepertiganya. Aku dan keluargaku memakan daripadanya sepertiganya, dan yang sepertiganya kukembalikan ke sini. (HR. Muslim)

Perhatikan secara khusus kalimat terakhir dari hadits panjang tersebut “…dan yang sepertiganya kukembalikan ke sini”. Ini adalah indikasi bahwa idealnya sepertiga hasil panenan  untuk ditanam kembali alias menjadi bibit – dan ini pasti tidak bisa dilakukan bila tanaman tersebut sudah dirusak gen-nya seperti yang kita kenal dalam tanaman GMO (Genetically Modified Organism). Bagi yang bergerak di dunia pembibitan, ini adalah petunjuk yang luar biasa untuk pemuliaan tanaman.

Bayangkan bila Anda panen, kemudian dipilihi sepertiga terbaik untuk bibit penanaman berikutnya – maka hasilnya adalah 1/3 dari biji-biji terbaik, paling besar, paling mentes dlsb. Ketika biji-biji terbaik ini ditanam, maka insyaAllah panenan berikutnya hasilnya akan lebih baik dari yang sebelumnya – bila kondisi lainnya tetap – ceteris paribus.

Bila ini terus dilakukan dari satu panen ke panenan berikutnya, maka biji-bijian hasil panenan akan terus membesar (dan membaik) dari waktu ke waktu. Maka bila alamnya tidak dirusak oleh hal lain, bahkan juga diperbaiki dengan mengembalikan kondisi kesuburan alaminya – bukanlah hal yang mustahil, bila suatu saat nanti biji kedelai kita menjadi sebesar biji kacang tanah !

Mungkinkah itu terjadi ? Mungkin saja bila Allah menghendaki. Lantas kapan akan terjadi ? Wa Allahu A’lam. Jangankan kita orang awam yang penuh dengan kelemahan, para Rasul-pun oleh Allah hanya ditugasi untuk melakukan perbaikan semampu mereka melakukannya.

Ketika penduduk Madyan ngeyel terhadap seruan Nabi Syuaib Alaihi Salam untuk tidak menyekutukan Allah, tidak curang dan tidak berbuat kerusakan di muka bumi, Nabi Syuaib antara lain berucap : “…Aku hanya ingin memperbaiki sesuai kemampuanku…” (QS 11:88).

Kisah Nabi Syuaib tersebut juga bisa menginspirasi orang awam yang ingin berbuat perbaikan-perbaikan di muka bumi, di bidang apa kita semua bisa melakukan perbaikan ini ? yang pertama tentu saja adalah memperbaiki keimanan kita dan tidak menyekutukanNya, kemudian mentaati perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya - dengan demikian pasti kita tidak akan berbuat curang dan tidak melakukan kerusakan di muka bumi.

Lantas apa hubungannya keimanan dan ketakwaan ini dengan tinggi rendahnya pohon tebu, besar kecilnya butir gandum atau besar kecilnya biji kedelai ? Bila penduduk negeri beriman dan bertakwa, Allah menjanjikan keberkahan dari langit dan dari bumi (QS 7:96).  Jika kita sungguh-sungguh menjalankan petunjukNya, makanan akan datang dari atas kita dan dari bawah kaki kita (QS 5:66).

Maka demikianlah yang seharusnya kita lakukan, jangan kita diam karena berarti yang berbuat kerusakan akan menang. Apalagi jangan sampai malah kita ikut-ikutan berbuat kerusakan di muka bumi. Saatnya kita mulai ikut melakukan perbaikan-perbaikan apa saja yang kita mampu untuk melakukannya, insyaAllah kita bisa !.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar