Mengendalikan Amarah Orang Kota

Selasa, 21 April 2015
Oleh: Muhaimin Iqbal
 
Tujuh tahun sudah saya berhenti dari kegiatan riwa-riwi ke pusat kota setiap hari seperti waktu dahulu masih bekerja di perkantoran. Sekali waktu ada keperluan ke kota yang segera saya saksikan adalah kemacetan yang sudah sangat bertambah parah. Selain kerugian ekonomi yang semakin besar dari pemborosoan energi dan kerusakan lingkungan, saya amati orang-orang di jalan menjadi semakin mudah marah. Kesalahan kecil saja di jalan seperti nyaris senggolan antar kendaraan, sudah cukup untuk membuat orang sangat marah. Sesungguhnya ada kerugian yang lebih besar lagi dari meningkatnya amarah orang kota ini.


Ketika kita marah tubuh kita melepas hormone steroid yang disebut Cortisol, pelepasan sedikit Cortisol bisa meningkatkan energi sesaat. Namun peningkatan Cortisol yang berlebihan akan mengganggu kerja otak, sehingga orang yang lagi marah besar – otaknya sementara tidak berjalan dengan normal. Semakin sering orang marah, maka pelemahan kerja otak tersebut menjadi permanen atau dengan kata lain orang menjadi semakin bodoh.

Bisa dibayangkan ketika proses ini menjadi spiral yang terus membesar. Ketika penduduk perkotaan bertambah banyak dan tidak diimbangi dengan pelayanan publik yang memadai, yang terjadi adalah semakin banyak orang marah. Ketika publik marah, kecerdasan mereka serentak menurun. Ketika kecerdasan menurun, mereka semakin sulit diatur. Semakin sulit diatur, layanan publik semakin kacau – semakin banyak lagi orang marah dst.

Orang yang marah bukan hanya bertambah bodoh, tetapi juga lebih mudah terserang penyakit. Yang punya gejala penyakit diabetes, gulanya bisa meningkat tajam. Yang punya gejala tekanan darah, bisa melonjak dari yang normalnya 120/80 menjadi 220/130 !

Ketika orang marah, otaknya berada dalam survival mode dan tubuhnya melepaskan senyawa kimia yang bisa membekukan darah. Bila ini terjadi di otak menyebabkan orang stroke , bila terjadi di jantung membuat orang terkena serangan jantung dan bisa langsung mati.

Melihat dampak amarah terhadap tubuh diri sendiri yang bisa sangat membahayakan tersebut, maka tidak heran ketika ada seorang laki-laki yang minta wasiat kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasalam, wasiat beliau sederhana saja ‘Jangan kamu marah’, kemudian lelaki itu minta wasiat lagi, jawaban beliau tetap ‘Jangan kamu marah’.

Karena kemampuan mengendalikan amarah juga merupakan bagian dari karakter orang yang bertakwa, maka meningkatnya tingkat kemudahan marah masyarakat juga bisa menjadi indikator penurunan tingkat ketakwaan yang ada di masyarakat.

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang
luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS 3:133-134)

Karena amarah terkait langsung dengan kecerdasan, keimanan dan ketakwaan tersebut di atas – maka perlu sekali kita semua bisa belajar mengendalikan amarah. Dengan apa ? Yang paling murah dan efektif adalah dengan mengamalkan petunjukNya dan juga sabda Nabi tersebut di atas.

Sholat dan dzikir adalah cara efektif untuk membuat hati tenang, (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS 13:28)

Maka bagi Anda para pimpinan perusahaan atau institusi, mudahkanlah karyawan Anda untuk bisa dengan mudah melaksanakan shalat dan dzikir – baik yang fardhu maupun yang sunat seperti sholat dhuha. Ini cara yang murah dan efektif untuk membuat karyawan Anda tetap cemerlang pikirannya, dan tidak mudah terkena berbagai penyakit berbahaya. InsyaAllah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar