Petani Open Source : Agar Tidak Ada Beras Plastik

Senin, 25 Mei 2015
Oleh: Muhaimin Iqbal
 
Di awal abad ke 4 H (904 M), salah seorang ilmuwan serba bisa Muslim Ibnu Wahshiyya menuliskan dalam kitab pertaniannya Filahat al-Nabatiyyah – filosofi sederhana yang sangat relevan hingga kini : “Bila petani tidak menanam, tukang kayu tidak bisa membangun rumah dan penenun tidak bisa menenun benang menjadi baju…”. Komplikasi dari petani yang tidak menanam ini menjadi semakin rumit di jaman modern ini, sampai-sampai ada beras yang terbuat dari plastik. Bagaimana mengatasinya ?


Diakui oleh ilmuwan-ilmuwan non Muslim-pun hingga kini – seperti ahli sejarah William Durant (AS) bahwa kemajuan Islam di dunia pertanian abad pertengahan adalah adalah hadiah bagi peradaban manusia hingga kini.

Hal ini dikuatkan oleh riset yang lebih mendalam oleh ahli sejarah ekonomi – Andrew M. Watson (Canada) bahwa Islam-lah yang mengajari dunia barat tentang bagaimana bertani secara modern – bahkan untuk ukuran saat ini.

Islam yang mengajari dunia tentang intercropping  atau tumpang sari, yang juga mengajari dunia tentang tidak ada lahan yang yang buruk yang tidak bisa ditanami. Tanah mati-pun dengan ijin dan petunjukNya bisa dihidupkan kembali (QS 36:33).

Bahkan masih menurut professor Watson tersebut, ‘bahan bakar’ yang menunjang tumbuhnya kota-kota besar di Andalusia antara lain adalah karena kemajuan pertaniannya di hampir seluruh wilayah. Tanah-tanah menjadi sangat makmur dan bisa panen 3 dan bahkan 4 kali setahun dengan kombinasi inovasi pengairan dan pengenalan tanaman-tanaman baru dengan metode tumpang sari.

Hasil panenan di desa-desa melimpah sehingga mengalir ke kota-kota yang semakin besar jumlah penduduknya. Dan berabad-abad inilah yang kemudian terjadi, penduduk pedesaan yang umumnya petani – karena lahan-lahan yang relative luas dibandingkan dengan penduduk perkotaan – mereka menopang penduduk kota dengan supply kebutuhan pangannya, sebagai gantinya penduduk kota membeli produk-produk petani desa sehingga ekonomi pedesaan juga berputar.

Apa yang berubah di era industrialisasi pertanian yang sangat massive di seluruh dunia sekarang ? Bahan pangan tidak lagi diproduksi di desa-desa, tetapi diproduksi oleh pertanian industri dalam skala besar. Dampaknya orang desa yang menanam padi dan bahan makanan lain, harus bersaing dengan industri – yang tentu saja unggul dalam efisiensi, modal, akses pasar dlsb.

Orang kota tidak lagi membeli produk-produk dari desa, mereka membeli produk-produk hasil industri – yang tidak jarangnya adalah impor sebagian atau seluruhnya.

Dampak lebih lanjutnya adalah ekonomi pedesaan yang semakin berputar lamban, petani menjadi malas bercocok tanam – dan orang-orang kota semakin tergantung kepada produsen industri – yang tidak lagi mementingkan asal usul barang. Negeri menjadi semakin tergantung pada produk impor, GDP tumbuh lamban karena setiap sen impor mengurangi GDP – dan apa selanjutnya ? yah ekonomi kita menjadi rentan terhadap berbagai gangguan – termasuk yang terakhir adalah beras plastik tersebut di atas.

Di lain pihak bertani di era industri – bila tidak ada perubahan yang sangat significant - juga menjadi tidak menarik dan mahal, mengapa ? Ketika petani harus membeli benih setiap kali hendak menanam, ketika petani harus membeli segala macam pupuk dan obat-obatan tanaman, ketika peternak harus pula membeli pakan ternak untuk ternak-ternaknya dlsb. dlsb – maka hasil petani yang tidak seberapa itu akan tergerus  habis untuk membeli bibit dan sarana produksi.

Di sinilah perubahan mendasar yang harusnya bisa dilakukan, bagaimana petani akan bisa kembali menanam dari hasil panenannya sendiri – tidak membeli benih setiap kali hendak menanam, bagaimana petani tidak lagi butuh pupuk dan obat-obatan yang dibeli, bahkan juga mereka tidak lagi perlu membeli pakan ternak mereka. Bisakah ?

Ya mestinya harus bisa, lha wong manusia di abad pertengahan – lebih dari 1,000 tahun lalu sudah melakukannya kok – masak manusia modern justru tidak bisa melakukannya ? Harus bisa !

Yang mungkin menjadi kendala adalah bumi yang telah dirusak dengan berbagai zat yang berasal dari pupuk dan obat-obatan kimia, maka kendala ini yang harus mulai diatasi dahulu. Bagaimana caranya ? Supaya semua orang bisa melakukannya dan tidak ada yang mengambil keuntungan ekonomis dalam proses perbaikan kondisi bumi kita ini, maka proses ini harus gratis bagi siapa saja yang mau melakukannya.

Ingat dengan kisah sumur Utsman ? kapitalisme terhadap sumber-sumber daya alam  bisa dihentikan dengan mudah bila ada solusi pengganti yang gratis ! Maka gerakan menyuburkan lahan ini harus bener-bener gratis, sehingga tidak ada lagi yang perlu membeli pupuk, obat kimia, microba – atau apapun yang dibutuhkan untuk melakukan gerakan ini.

Pengkoposan Terbuka - Aerobic
Kita bisa melakukan gerakan ini dengan ‘cara yang kuno’ ketika semuanya tersedia gratis – dan hingga kini-pun masih tersedia gratis. Yang kita butuhkan hanya ranting-ranting atau dahan kayu yang tidak terpakai, daun-daun kering yang berserakan, daun-dauh hijauan apa saja yang masih tersedia melimpah, plus kotoran hewan ternak bila ada.

Diapakan bahan-bahan ini ? dibuat kompos dengan proses yang memerlukan udara – Aerobik. Tidak saya gunakan pengkomposan modern yang menggunakan An-aerobik, karena kalau ini yang kita gunakan – nanti masih ada yang perlu dibeli – sehingga menimbulkan berbagai peluang untuk dimanfaatkan maupun diganggu supply-nya oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Cara membuatnya-pun sederhana, wadah terbuka seperti pada gambar di atas, di dasarnya adalah ranting-ranting sebagai alas – agar udara dan air bebas bersirkulasi.

Kemudian di lapisan pertama diisi dengan daun-daun kering  - itung-itung sambil buang sampah – sampai setebal 20 cm kira-kira. Di atas daun kering ini diberi sampah basah dari hijauan atau bahan-bahan organic lainnya, tetapi jangan bekas daging, tulang dlsb – karena mengundang tikus. Tebalnya sedikit kurang dari 20 cm.

Di atas  bahan organic basah ini ditambahkan (kalau ada) kotoran ternak – sampai secara keseluruhan bahan organik basah + kotoran ternaknya sama tinggi dengan bahan organik kering (20 cm), begitu seterusnya bisa di selang-seling yang kering kemudian yang basah dst.

Setelah cukup memenuhi wadah yang disediakan baru disiram sedikit air dan ditutup di atasnya saja dengan kayu atau terpal supaya tidak menguap dan tidak langsung kena hujan – kanan kirinya tetap terbuka untuk udara masuk. Biarkanlah tempat ‘sampah’ seperti ini dalam waktu tiga bulan, maka insyaAllah akan menjadi pupuk gratis yang bisa digunakan untuk menyuburkan lahan-lahan kita dimana saja berada.

Bila hal yang sederhana ini dilakukan terus menerus oleh masyarakat, maka insyaAllah lahan-lahan pertanian kita baik sawah maupun tegalan akan memperoleh sumber penyuburan baru yang tidak perlu dibeli. Masyarakat  akan dapat bertani dengan biaya murah kembali.

Pada waktunya insyaAllah akan saya tulis lagi cara mengatasi berbagai penyakit pertanian, cara membuat bibit dan benih dslb. yang semuanya berbasis open source – sehingga tidak ada yang perlu dibeli, agar petani bergairah kembali untuk bertani  sehingga tidak ada lagi beras dari plastic ! InsyaAllah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar