Banana Bainana - Pisang Diantara Kita

Selasa, 4 Agustus 2015
Oleh: Muhaimin Iqbal
 
Diantara ‘bocoran’ tanaman buah surga yang sudah bisa kita nikmati di dunia dan tumbuh dengan sangat baiknya di negeri ini  adalah pisang. Hanya mungkin negeri ini kurang perhatian saja, sehingga ketika  negeri jiran kita Philipina tahun lalu berhasil menempatkan dirinya menjadi exporter pisang no 3 di dunia setelah Ecuador dan Belgia, kita bahkan masih mengimpornya. Bila India bertekad ingin merebut pasar pisang dunia dengan pisang kebanggaan mereka yang diberi nama Mahabanana, kita masih bingung pisang yang mana yang akan kita unggulkan. Tetapi ini  sesungguhnya adalah peluang untuk kita semua. 


Secara ekonomi nilai perdagangan pisang dunia tahun lalu mencapai US$ 11.7 milyar , dan termasuk salah satu perdagangan komoditi yang tumbuh paling pesat di dunia. Tahun lalu saja pertumbuhannya mencapai 14.3 % , dan sejak tahun 2010-2014 kumulatif pertumbuhan mencapai 40 %.

Ironinya, negeri kita yang pisang bisa tumbuh dimana saja  - kita malah masih mengimpor pisang dalam jumlah besar. Nilainya hanya kalah dari impor jeruk, dan data terakhir masih menunjukkan nilai impor di kisaran  US$ 190 juta.

Dari sisi kesehatan, ‘bocoran’ buah surga ini juga sungguh luar biasa sehingga disebut buah kehidupan. Diantara daftar manfaatnya yang sangat panjang – ada yang mengidentifikasi sampai 25 manfaat - pisang mengandung tryptophan yang dalam tubuh kita kemudian berubah menjadi serotonin , suatu  neurotransmitter yang menghadirkan rasa bahagia di otak – tidak heran lha wong pisang adalah buah surga !

Dari skala mikro petani, sesungguhnya pisang juga tidak kalah menarik dengan tanaman-tanaman lainnya. Bila tanah terbaik sekarang adalah sawah yang bisa ditanami padi tiga kali dengan hasil rata-ratanya adalah sekitar 6 ton, dan harga jual gabah rata-rata Rp 4,000 saja ; maka dalam setahun hasil kotornya adalah 3 x 6,000 x Rp 4,000 = Rp 72,000,000,-.

Tanaman pisang intensif dapat memberikan hasil lebih dari 20 ton per tahun. Dengan harga jual petani sekarang di kisaran Rp 6,500/kg. Artinya satu hektar pisang bisa memberikan hasil kotor Rp 130 juta per tahun. Meskipun demikian saya tidak menganjurkan petani mengganti padi di sawahnya dengan pisang, karena di sisi beras-pun kita masih pas-pasan.

Kelebihan lain pisang adalah tidak perlu tanah sawah yang membutuhkan air terlalu banyak seperti padi, cukup ditanam sekali – selebihnya adalah anakan yang tumbuh terus menerus silih berganti – sehingga biaya penanaman dan perawatannya akan cenderung  menurun di tahun-tahun berikutnya.

Dengan perbagai kelebihan tersebut, masihkan kita akan menjadi penonton saja dari perebutan pasar pisang dunia ? lebih dari itu masihkan kita akan membiarkan negeri ini menjadi pasar yang diperebutkan oleh negeri-negeri para pengekspor pisang dunia tersebut di atas ?

Impor pisang kita tersebut di atas urang lebih setara dengan 10,000 ha lahan pisang. Artinya bila kita bisa menanam pisang seluas 10,000 ha secara intensif sebagai tambahan pisang rakyat yang sekarang sudah ada, maka insyaAllah impor pisang sudah bisa dihentikan. Seberapa berat sebenarnya menanam pisang 10,000 ha tersebut di atas ?

Sebagai pembanding, komunitas pembaca situs ini dalam beberapa bulan terakhir berhasil menanam kacang tanah sekitar 120 hektar dalam system iGrow, masih banyak yang berminat tetapi karena kendala lahan dan karena juga masih diperlukan learning proses kita semua – maka jumlahnya kita batasi untuk satu komoditi.

Namun dari pengalaman iGrow kacang tanah tersebut, dan peluang untuk menggarap lahan-lahan di Jawa Timur dan Jawa Barat – insyaAllah komoditi pisang bisa ditanam secara lebih luas. Melihat resources lahan yang ada dan minat di iGrow, insyaAllah kita bisa tanam pisang rame-rame sampai 1,000-an hektar. Ini akan menjadi langkah konkrit mengurangi atau menghentikan impor buah-buahan dari luar negeri – mulai dari pisang.

Mengapa dari sini mulainya ? ya karena pisang inilah yang mudah ditanam dan usia panennya juga cepat. Tanaman pisang mulai berbunga pada usia 9-12 bulan, dan buah siap dipetik sekitar 3 bulan kemudian. Setelah itu anaknya akan susul menyusul menggantikan induknya dalam menghasilkan buah.

Terus kalau kita sudah menanamnya, kemana menjualnya ? Ini memang problem klasik petani kita. Kita bisa menanam tetapi kemudian kelabakan menjualnya bila waktunya panen. Maka pendekatan yang kami lakukan sekarang terbalik, kita amankan pasarnya dahulu – baru kemudian membuat perencanaan penanaman.

Hari-hari ini kami sedang menjalin komunikasi intensif dengan salah satu jaringan retailer terbesar di negeri ini, karena untuk sementara ini masih jaringan semacam inilah yang bisa menyerap komoditi seperti pisang dari 1,000 ha tersebut. Hanya bila telah tercapai kesepakatan dengan pasar inilah kita baru akan mulai menanamnya.

Tulisan ini juga sekaligus menjadi pemberitahuan awal bagi para peminat iGrow untuk bisa mulai mencatatkan minatnya khusus untuk komoditi pisang ini. Kesempatan konkritnya sendiri baru akan dibuka di system iGrow setelah ada kesepakatan resmi dengan pasar tersebut di atas.

Dalam jangka panjangnya, project 1,000 ha lahan pisang ini juga bisa menjadi model dalam mengatasi defisit perdagangan kita khususnya dari sektor pangan. Sehingga meskipun kecil baru mentargetkan 10 % dari shortage pasar yang ada, kita sungguh-sungguh berusaha melangkah secara konkrit setapak demi setapak untuk mencapai kedaulatan pangan. Yang 90 % biar diatasi oleh pemerintah atau pihak-pihak lain yang lebih perkasa di negeri ini. InsyaAllah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar