Fiqih Wasilah : Hunger.Zone

Senin, 29 Juni 2015
Oleh: Muhaimin Iqbal
 
Bila ada satu cabang fiqih yang terlewatkan oleh umat jaman ini, yang oleh karenanya kita terpuruk dalam banyak bidang – maka bisa jadi itu adalah fiqih wasilah. Bahwa perkara yang wajib tidak bisa terlaksana secara sempurna tanpa adanya suatu hal, maka mengadakan hal tersebut menjadi wajib pula hukumnya. Tengok sekarang kewajiban-kewajiban di sekitar kita yang belum terlaksana dengan baik seperti memberi makan bagi 19.4 juta penduduk negeri ini yang masih kelaparan menurut laporan FAO terakhir, pengelolaan kebutuhan dasar seperti kesehatan yang masih mengandung riba yang diwajibkan , masalah TKW dan berbagai contoh kasus-kasus lainnya. Bagaimana masalah-masalah ini diselesaikan dengan fiqih wasilah ?


Tiga contoh kasus yang saya ungkapkan di atas yaitu kelaparan, riba dan ternodanya kehormatan adalah contoh sejumlah hal yang wajib kita atasi dan wajib kita peduli. Iman kita tidak sempurna ketika kita tidur nyenyak sementara ada tetangga kita yang lapar, riba malah mengeluarkan kita dari iman dan seterusnya.

Tetangga dalam Islam adalah 40 rumah ke kanan - ke kiri - ke depan dan ke belakang atau totalnya sekitar 160 rumah di sekitar kita. Dengan data FAO terakhir 19.4 juta orang di negeri ini yang masih tidur dalam kondisi lapar, artinya ada sekitar 1 orang lapar di setiap 13 orang di negeri ini – jadi secara rata-rata ada sekitar 12 rumah yang masih kelaparan dari setiap 160 rumah yang masuk dalam definisi tetangga kita tersebut. Bagaimana kita bisa tidur nyenyak karenanya ?

Riba yang kita lanjutkan membuat kita seperti lelaki kusut yang habis menempuh perjalanan jauh, ketika berdo’a  Ya Rabb- Ya Rabb – do’anya tidak terkabulkan karena pakaian dan makanannya bercampur riba. Bagaimana kita bisa menerima riba yang terus berkelanjutan ?

Dahulu di jaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ketika ada kehormatan seorang wanita muslimah diganggu Yahudi dari kaum Bani Qainuqa’, inipun cukup bagi Rasullullah untuk mengirim pasukannya.  Sekarang apa yang kita kirimkan ketika sekian banyak wanita-wanita kita yang kehormatannya terganggu ketika bekerja di negeri yang jauh ?, bahkan sebagian mereka yang bekerja di negeri non-muslim menutup aurat-pun tidak dibolehkan.

Apa yang kita kirimkan untuk melindungi para wanita kita tersebut ? alih-alih kita mengirim pasukan, kita malah masih terus mengirimkan lebih banyak lagi wanita-wanita kita ke negeri-negeri yang sudah terbukti dengan begitu banyak kasus melecehkan wanita kita. Kita baru punya wacana untuk menghentikannya, entah tahun kapan !

Lihat sekarang tiga contoh kasus tersebut ? Sekarang wasilah atau jalan apa yang bisa kita tempuh untuk mengatasinya ? memberi makan bagi yang masih lapar, memberi solusi masalah kesehatan dlsb yang bebas riba, dan juga menjaga kehormatan umat ini secara umum dan khususnya wanita-wanita kita. Apapun solusi untuk itu , itulah wasilah yang menjadi wajib bagi kita untuk mengadakannya.

Saya melihat salah satunya adalah hal yang dicontohkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam langsung, yang bisa mengatasi tiga hal tersebut sekaligus. Apa itu ? yaitu membuat pasar bagi kaum muslimin yang dibatasi dengan dua hal saja yaitu falaa yuntaqasanna wa laa yudrabanna – jangan dipersempit agar semua orang bisa berjualan, jangan dibebani dengan biaya-biaya agar tidak ada entry barrier bagi yang tidak berpunya untuk mulai bisa berjualan.

Mengapa pasar menjadi sangat penting untuk gerakan memberi makan  bagi yang lapar ini ? Selain perdagangan adalah 9 dari 10 pintu rezeki, semua gerakan ekonomi itu lokomotifnya ada di pasar. Bila tidak ada pasar yang bisa diakses, maka unit-unit kegiatan ekonomi itu adalah seperti gerbong-gerbong kereta yang tidak bisa berjalan karena tidak ada lokomotif yang menariknya.

Bagi saya yang terlahir dari keluarga petani dan kinipun masih bertani, kami para petani ini merindukan sekali akan adanya pasar seperti pasar yang dibuat Rasulullah Ahallallahu ‘Alaihi Wasallam. Pasar dimana dagangan kami tidak dicegat oleh para tengkulak atau calo di tengah jalan dan dibeli dengan harga seenaknya, pasar dimana tidak ada preman dan mafia pasar yang mencegat kami di pintu-pintu pasar sehingga tidak bisa mengakses harga pasar yang sesungguhnya.

Kendala pasar inipula yang membuat para petani sulit meningkatkan daya beli, yang kemudian karena faktor inilah sebagian mereka membiarkan anak-anak gadis mereka pergi untuk bekerja ke negeri yang jauh lengkap dengan segala resikonya.

Sekarang kita bisa paham relevansinya pasar dengan pengentasan kemiskinan, pemberian makan bagi yang lapar dan menjaga kehormatan. Tetapi apa relevansi pasar dengan upaya meninggalkan riba yang diwajibkan ?

Di Al-Qur’an riba itu dilawan dengan dua hal yaitu jual-beli dan sedekah (QS 2:275-276), ketika wasilah untuk berjual beli (pasar) tersedia maka kegiatan jual beli akan berjalan lancar, umat akan makmur. Umat yang makmur akan lebih mudah untuk memilih, mereka tidak harus menggunakan fasilitas ribawi ketika sakit, ketika butuh dana modal dlsb.

Umat yang lancar perdagangannya diharapkan pula lancar sedekahnya, dana sedekah yang banyak yang mengumpul di baitul mal- baitul mal akan bisa digunakan untuk memberi pinjaman atau pertolongan bagi yang membutuhkannya – tanpa harus menggunakan dana para rentenir.

Kedudukan strategis pasar dalam mengatasi perbagai persoalan ekonomi umat tersebut juga tercermin dengan timing (waktu) dari contoh yang diberikan langsung oleh Rasulullah Shallallhu ‘Alaihi Wasallam ketika mendirikan pasar, yaitu beliau membuat pasar bagi kaum muslimin masih di tahun-tahun awal setelah beliau hijrah ke Madinah. Ini menunjukkan betapa pentingnya kedudukan pasar dalam membangun negeri kaum muslimin saat itu yaitu negeri Madinah.

Kekalahan kaum muslimin sekarang dalam bidang ekonomi yang kemudian merembet kemana-mana, juga diawali karena kita kalah di pasar. Maka pasar inilah salah satu wasilah yang harus diperjuangkan sekuat tenaga – agar kaum muslimin di jaman ini bisa kembali bangkit di segala bidang.

Setelah akses pasar terbuka bagi semua orang-pun, masih sangat bisa jadi ada saja orang yang tetap kelaparan. Mereka adalah orang-orang tua yang tidak lagi kuat bekerja, para janda yang tidak tahu harus berbuat apa dan lain sebagainya. Sangat bisa jadi mereka ini adalah bagian dari 12 rumah dari 160 rumah tetangga kita, artinya kewajibannya ada pada kita.

Bisakah kita membiarkan mereka lapar sementara kita tidur nyenyak ? bisakah kita beralasan tidak tahu keberadaan mereka sehingga tidak tergerak untuk menyantuninya ? Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita, kemudian dari sinilah munculnya kewajiban dalam fiqih wasilah yang satu lagi di jaman ini – yaitu pendataan kelaparan !

Selama ini kita tidak bisa menyantuni tentangga-tetangga kita yang kelaparan karena tidak adanya data yang akurat untuk ini – kita tidak rahu keberadaan mereka, maka pengadaan data orang-orang miskin disekitar kita ini menjadi wajib berdasarkan kaidah fiqih wasilah diawal tulisan ini. Di jaman teknologi dimana setiap jengkal tanah di muka bumi bisa dipetakan, masak data kependudukan tidak bisa akurat mendeteksi fakir miskin yang butuh pertolongan – insyaallah pasti bisa.

Bila 70 tahun sudah kita merdeka dan 7 presiden telah berganti  tetapi kemiskinan dan kelaparan masih begitu besar seperti data FAO tersebut di atas, maka sangat bisa jadi solusinya memang bukan dari pemerintah – tetapi umat inilah yang harus bisa memberi solusi. Untuk membuat pasar bagi umat memang perlu resources yang sangat besar, namun untuk inipun kami tidak berhenti memikirkan dan mengupayakannya sejak pemikiran Bazaar Madinah kami luncurkan beberapa tahun lalu.

Tetapi pengadaan data dan solusi untuk mengatasi kelaparan bagi 19.4 juta orang negeri ini tersebut di atas insyaAllah bisa kita lakukan bersama-sama secara lebih cepat. Yayasan Dana Wakaf Indonesia bahkan akan mensponsori situs dan aplikasi crowdsourcing, untuk mendeteksi adanya hot spot kelaparan di negeri ini baik skala kecil (tetangga kita) ataupun skala besar – suatu daerah.

Melalui crowdsourcing pula kemudian akan dilakukan verifikasi terhadap data-data tersebut, dan yang terakhir lagi-lagi juga menggunakan pendekatan yang sama (crowd sourcing) masalah kelaparan ini akan diatasi. Situs dan aplikasi untuk mengatasi kelaparan tersebut kami berinama HungerZone (hunger.zone) – numpang ketenaran Hunger Game - untuk menarik anak-anak muda dari berbagai kalangan dan latar belakang untuk terlibat dalam gerakan pengentasan kelaparan ini – agar kita semua bisa tidur nyenyak setelah itu !

Bagi Anda anak-anak muda yang jago programing, jago membuat game dan sejenisnya yang berminat membantu kami – silahkan menghubungi kami baik sebagai sukarelawan untuk menyiapkan situs dan aplikasi HungerZone, ataupun kerja professional berbayar yang wajar karena Yayasan Dana Wakaf Indonesia insyaAllah akan menyediakan anggarannya untuk ini.

Dengan contoh aplikatif dalam mengatasi problem kelaparan kontemporer tersebut, insyaAllah sekarang kita bisa melihat – bahwa masalah-masalah besar yang selama ini tidak teratasi oleh pemerintahan demi pemerintahan negeri ini – solusinya bisa jadi justru pada umat ini ketika umat ini paham dan mau mengamalkan salah satu cabang ilmu fiqihnya yaitu fiqih wasilah tersebut di atas.


Bayangkan sekarang bila fiqih wasilah ini diterapkan dalam segala bidang, maka tidak akan ada halangan bagi umat ini untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya kecuali halangan tersebut akan dihilangkannya. Tidak akan ada lagi hal-hal yang keberadaannya dibutuhkan untuk terlaksananya suatu kewajiban kecuali hal-hal tersebut diupayakan sekuat tenaga keberadaannya. InsyaAllah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar