Solusi Kemarau : Bertani Dengan 1/10

Ahad, 9 Agustus 2015
Oleh: Muhaimin Iqbal
 
El-Nino kini telah menjadi kambing hitam di mana-mana, petani gagal panen salahkan El-Nino, swasembada pangan terancam – juga salahkan saja El-Nino. Padahal sebagai wakilNya di muka bumi kita dilengkapi dengan segala macam ilmu dan petunjuk untuk bisa mengelola bumi apa adanya. Dengan salah satu sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam berwudlu dan mandi saja, kita sudah akan bisa mengelola produksi pangan kita dengan air yang hanya 1/10 dari biasanya. Kok bisa ? apa hubungannya antara sunnah berwudlu dan mandinya Nabi dengan pertanian ? Inilah antara lain isi dari materi pembuka di Madrasah Al-Filaha – Jonggol Farm (08/08/15).


Dalam shahih Bukhari dan Muslim, ada pelajaran yang luar biasa penting untuk kita ambil dari sunnah Nabi ketika beliau mandi dan berwudlu : “Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam membasuh atau mandi dengan satu sha’ (4 mud) hingga lima mud, dan berwudlu dengan satu mud” (HR. Bukhari dan Muslim, Teks Bukhari).

Satu sha’ sekitar 2.75 liter, dan 1 sha’ ini adalah 4 mud. Berarti 1 mud hanya 688 cc atau sedikit lebih banyak dari botol air mineral ukuran sedang. Bisakah kita wudlu dengan sebotol air ukuran sedang ini ? Banyak yang bisa melakukan ini ketika lagi I’tikaf di Mekkah atau Madinah misalnya, tetapi setelah menjumpai air banyak – kita kembali berwudlu dengan cara yang boros.

Apalagi kalau diminta mandi dengan lima botol air ukuran sedang atau 5 mud, kita serasa tidak mandi karena sudah terbiasa mandi gebyur-gebyur dengan air yang sangat banyak.

Kalau saja kita mau belajar mengamalkan sunnah Nabi dalam berwudlu dan mandi tersebut di atas, akan muncul rasa apresiasi kita terhadap air. Ketika apresiasi terhadap air ini telah menjadi akhlak yang melekat, telah menjadi budaya – maka insyaAllah kita akan bisa hidup dengan air yang sangat sedikit-pun.

Air yang ada di bumi sudah dirancang sesuai kebutuhan kita, insyaAllah pasti cukup bila kita tidak buang-buang ke laut setelah turunnya ke permukaan bumi atau bahkan sebelum turunnya – dibuang ke laut dengan istilah yang seolah keren – modifikasi cuaca !

Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya. Lalu dengan air itu, Kami tumbuhkan untuk kamu kebun-kebun kurma dan anggur; di dalam kebun-kebun itu kamu peroleh buah-buahan yang banyak dan sebahagian dari buah-buahan itu kamu makan,” (QS 23:18-19)

Bagaimana kalau kita bawakan akhlak apresiasi terhadap air tersebut di atas ke dunia pertanian ? apakah kita bisa bertani dengan jumlah air yang sangat sedikit ? InsyaAllah juga akan bisa. Target kami adalah bisa bercocok tanam dengan air yang hanya 1/10 dari biasanya. Bukan hanya air yang akan kami hemat, juga tenaga kerja tinggal 1/10-nya.

Bagaimana kita insyaAllah akan bisa melakukan ini ? apakah memungkinkan secara teknis ? Jawabannya adalah sangat mungkin, karena seluruh teknisnya sudah dilakukan orang banyak di negeri lain – yang kami lakukan hanya mengkombinasikan beberapa teknik tersebut.

Kita tahu tanaman membutuhkan air utamanya untuk fotosintesa di siang hari. Dengan air (H2O) plus CO2 dan bantuan energi sinar matahari – tanaman melakukan proses fotosintesis dan menghasilkan karbohidrat (C6H12O6) plus air (O2).

Jadi sepanjang hari tanaman melakukan ini, sepanjang hari pula dia membutuhkan air. Dengan penyiraman atau pengairan yang konvensional – tanaman di-gerojog dengan air sekali waktu – padahal kebutuhannya sedikit-demi sedikit tetapi sepanjang hari.

Air yang di-gerojog-pun kemudian hanya sedikit saja yang diambil tanaman untuk proses fotosintesis dan pertumbuhannya sedangkan selebihnya mengalir keluar area perakaran tanaman dan tidak sedikit yang menguap ke udara.

Bertani dengan Homemade Drip Irrigation System
Jadi bagaimana melakukan perbaikannya ? pertama air diarahkan langsung ke zona perakaran tanaman, sedikit demi sedikit – seperti menetes – tetapi terus menerus untuk menjaga zone perakaran tetap basah/lembab. Teknik ini sudah banyak sekali dilakukan orang yang disebut Drip Irrigation System.

Agar air yang menetes ke zona perakaran tidak ada yang menguap, maka tanah di area zona perakaran tersebut ditutup dengan mulsa yaitu berupa dedaunan dan batang/ranting kering dari apa saja – yang baik dari tanaman bernutrisi tinggi seperti sisa-sisa batang dan daun kedelai dan sejensinya.

Selain mencegah penguapan, mulsa juga mempertahankan suhu permukaan tanah, mencegah tumbuhnya gulma, merangsang kembalinya ecosystem tanah dengan cacingnya dlsb. Mulsa dari tanaman ini juga akan terurai menjadi pupuk alami dengan sendirinya dalam beberapa bulan. Teknik penggunaan mulsa nabati ini juga sudah banyak digunakan para petani di daerah kering seperti Afrika dlsb.

Bertani dengan mulsa
Dengan kombinasi Drip Irrigation System dan teknik mulsa tersebut, hitungan saya sendiri air yang dihemat sudah akan mencapai 90 % atau lebih. Tetapi darimana tenaga kerja bisa dihemat 90 % ?

Untuk penghematan tenaga kerja dua teknik tersebut diatas perlu ditambah satu lagi yang disebut minimum/no tillage. Kebiasaan kita bertani selama ini adalah didahului mengolah tanah secara keseluruhan, jarak tanam kita berapapun – seluruh lahan diolah dengan dicangkuli, dibajak dlsb.

Minimum atau no tillage adalah bertani dengan sangat sedikit mengganggu struktur tanah, yaitu hanya dengan membuat lubang kecil seukuran cangkul (30 cm x 30 cm x 30 cm) dengan jarak pelubangan sesuai dengan jarak tanam pada masing-masing tanaman.

Dengan minimum  atau no tillage ini maka pekerjaan mengolah tanah untuk bertani bisa ditekan menjadi minim sekali. Anda seorang diri-pun bisa bercocok tanam sampai berhektar-hektar bila mau, karena bila Anda keberatan mencangkul sendiri untuk membuat lubang-pun sekarang bisa dilakukan dengan mesin bor tanah atau land auger yang berdiameter minimal 30 cm.

Bukan hanya menghemat tenaga kerja, minimum atau no tillage ini juga sesuai dengan perintah ke kita di surat Ar-Rahman untuk tidak mengganggu keseimbangan di alam. Segudang manfaat lain diantaranya adalah memperbaiki struktur tanah, meningkatkan water holding capacity (kapasitas tanah untuk menahan air), memperbaiki biologi tanah – kesuburannya, meningkatkan daya cengkeram perakaran tanaman dan mencegah erosi tanah.

Menurut estimasinya FAO – petani menghemat 30 %- 40 % waktunya bila bertani dengan tidak mengolah tanah kecuali hanya melubangi saja ini. Bila penghematan ini ditambah dengan dua teknik sebelumnya, yaitu hemat waktu dalam pengelolaan air, hemat waktu dari pekerjaan membuang gulma dlsb. maka lagi-lagi penghematan tenaga sampai 90 %-pun menjadi dimungkinkan.

Apakah konsep bertani dengan 1/10 tersebut sekedar teori ? Masing-masing tekniknya yaitu drip irrigation system, mulsa dan minimum/no tillage semuanya sudah dilakukan orang dengan hasil yang sangat baik –  ketika ketiganya dikombinasikan menjadi satu solusi yang kami sebut solusi 1/10 ini, kami optimis target penghematan 90% tersebut bisa dicapai.

Inilah challenge yang menjadi tugas para santri di Madrasah Al-Filaha – Jonggol Farm saat ini. Anda yang tidak sempat hadir untuk bergabung, namun berminat untuk mengikuti perkembangannya – dipersilahkan untuk datang kapan saja ada waktu. Atau bila tertarik untuk memperoleh materi-materinya bisa email ke manager Madrasah Al-Filaha Pak Tanfidz Syuriansyah : saisbandung@gmail.com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar