Micro Farming Untuk Tiga Ketahanan

Senin, 14 September 2015
Oleh: Muhaimin Iqbal

Dalam ekonomi kapitalisme ribawi yang menguasai dunia saat ini ada mitos bahwa yang besarlah yang efisien, dan ini berlaku di semua sektor ekonomi. Di dunia pertanian-pun berlaku hal yang sama, semua pihak berharap pada yang besar untuk mensupply gandum, daging, kedelai dlsb. – bahkan meskipun yang besar itu adanya nun jauh di luar sana. Padahal kita dihadapkan pada suatu realita bahwa mayoritas petani kita kecil, bagaimana nasib negeri ini kedepan bila kita tidak memberdayakan dan mengandalkan yang kecil ini ? Saya justru melihat ada peluang tiga ketahanan sekaligus dari yang kecil-kecil ini – yaitu ketahanan pangan, ekonomi dan kesehatan !


Bila industri pertanian besar mengandalkan mesin, pupuk-pupuk kimia , obat-obatan sampai teknologi genetika – maka karenanya mereka menganggap  paling efisien – tetapi  dari sudut pandang siapa efisiensi ini dilihat ? dari sudut pandang para pemilik modal mungkin iya karena tanpa perlu kerja capek-capek uang mereka terus menghasilkan uang berikutnya.

Dari sudut pandang otoritas pertanian dan perdagangan – mungkin juga iya – karena hanya berurusan dengan yang  yang sedikit mereka seolah sudah bisa memenuhi kebutuhan pangan bagi negeri yang besar.

Tapi bagaimana dengan sudut pandang kepentingan rakyat yang sangat banyak ini ? Bagaimana dengan kerugian yang tidak ternilai dari tidak diproduktifkannya sumber daya mereka karena dianggap kalah bersaing dengan yang besar ? Bagaimana dengan penurunan daya beli mereka secara terus menerus oleh tergerusnya harga jual produk mereka – karena harus bersaing dengan produk pangan dari negeri lain ?

Yang mengerikan adalah bagaimana dampaknya terhadap kesehatan masyarakat karena makanan mereka tercampuri oleh berbagai obat-obat kimia – penggunaan pupuk kimia, insektisida dan sejenisnya, juga oleh berkurangnya kandungan mineral pada makanan karena industri pertanian modern hanya mengandalkan beberapa jenis pupuk N, P, K dan beberapa kimia sejenisnya – sementara mineral yang ada dan dibutuhkan di alam ada lebih dari 90-an jenis ?

Lebih dari  itu sekarang masyarakat di negeri maju-pun mulai ketakutan sendiri dengan teknologi Genetically Modified Organism (GMO) yang telah merambah pada hampir seluruh jenis bahan makanan mereka.

Dari segala macam permasalahan inilah saya melihat adanya potensi pemenuhan kebutuhan kita akan makanan kini dan nanti itu – justru tidak mengandalkan yang besar. Peluangnya ada pada yang kita miliki – yaitu sejumlah besar petani dan bahkan masyarakat perkotaan yang masih memiliki lahan meskipun sangat sempit.

Modal utama untuk bercocok tanam itu ada pada kita, karena kita termasuk satu dari sedikit negeri-negeri di dunia yang memiliki curah hujan sangat baik. Dengan sedikit pengelolaan saja insyaAllah kita akan bisa menanam apa saja di bumi kita ini sepanjang tahun.

Masalahnya apakah bertani di lahan-lahan sempit ini akan efisien ? Definisi efisiensinya ini yang perlu dikaji ulang. Kalau hanya dilihat pada pengembalian modal bagi para pemilik modal – mungkin tidak ada efisiensi disini.

Tetapi justru dari para petani kecil inilah kita mestinya bisa belajar. Ketika para pemodal dunia panik dengan krisis ekonomi, turunnya nilai tukar mata uang, inflasi dan turunnya daya beli dari penghasilan para pekerja – para petani kecil ini justru tidak terpengaruh – mereka business as usual. Mereka bisa tetap hidup normal bahkan dengan uang yang sangat sedikit – karena sekian banyak dari kebutuhan hidupnya bisa dipenuhi dari hasil sedikit lahan yang masih dimiliknya.

Kehidupan seperti ini mungkin semakin langka di jaman modern ini tetapi bukan berarti tidak bisa dikembalikan lagi, bahkan sangat mungkin bisa diperbaiki. Bagaimana caranya ? Itulah yang saya sebut konsep micro farming yang akan saya jelaskan berikut.

Micro farming intinya adalah bertani dalam arti luas – termasuk peternakan, agroforestry,  dan perikanan – di tanah yang sempit atau bahkan sangat sempit. Prinsip dasarnya adalah dimana ada tanah dan air (meskipun serba sedikit), ada unsur hara tanah dan cuaca/udara yang sesuai – maka Anda sudah bisa bertani.

Halaman rumah Anda yang ada di komplek perumahan-pun bisa menjadi lahan pertanian Anda – bila keempat unsur tersebut terpenuhi. Selama ini-pun mungkin sudah Anda tanami – tetapi umumnya tidak dengan tujuan yang jelas. Demikian pula di jalan-jalan yang kita lalui, bisa kita saksikan hamparan tanah luas yang hijau di musim hujan – tetapi berapa banyak tanaman –tanaman tersebut yang ditanam dengan tujuan yang tidak jelas ?

Kunci pertanian yang efektif adalah kejelasan tujuan dari setiap tanaman atau hewan yang kita pelihara. Dengan tujuan yang jelas, maka kita bisa alokasikan sumber daya yang ada secara efektif pula. Kejelasan tujuan akan mudah tercapai apabila kita biasa memikirkan inti dari setiap persoalan (QS 3:190-191).

Bila yang ingin kita perbaiki di negeri ini adalah ketahanan pangan misalnya, maka kita harus bisa menggerakkan seluruh resources yang memungkinkan untuk itu - untuk mengatasi masalah pangan  tersebut. Bila empat resources (lahan, air, hara dan cuaca) adanya di halaman kita, tanah-tanah nganggur di dalam komplek kita – maka disitulah kita bisa mulai bertani – dan mulai ikut berkontribusi dalam urusan besar ini.

Masalahnya adalah kan tidak semua kita bisa bertani, yang bisa pun belum tentu mau melakukannya, yang mau melakukannyapun belum tentu senang dan belum tentu memiliki passion untuk ini. Maka disinilah letak peran teknologi informasi yang bisa menjembatani dan mengintegrasikan seluruh resources yang diperlukan untuk ketahanan pangan dengan konsep micro farming tersebut.

Saya masih bisa menemukan misalnya puluhan anak-anak muda yang berpotensi dan memiliki passion yang kuat d bidang pertanian ini, mereka-mereka ini tinggal diintegrasian dengan resources yang ada di sekitar Anda. Insyaallah mereka bisa bertani atau mengajari Anda bertani di tanah-tanah sekitar Anda yang selama ini ngganggur atau tidak jelas penggunaannya.

Mereka juga siap bertani dengan air yang sangat sedikit namun efektif untuk berbagai jenis tanaman. Mereka bertani tidak menggunakan pupuk-pupuk kimia, insektisida dan sejenisnya – sehingga produk-produk pertanian menjadi jauh lebih aman. Pabrik pupuk mereka adalah kandang-kandang domba, kambing dan ternak lain. Pabrik insektisida dan pestisida mereka adalah tanaman-tanaman yang proven untuk menghalau hama seperti mimba, mindi dan tanaman-tanaman lainnya.

Bahkan insyaallah mereka bisa ‘menyiasati’ cuaca. Sayur-sayuran yang biasa hidup di lingkungan pertanian dataran tinggi-pun, kini Anda bisa tanam di komplek rumah Anda di Jakarta misalnya. Kok bisa ? apakah ekonomis ? mindset-nya yang lag-lagi memang harus dirubah.

Selama ini sayuran dataran tinggi diproduksi di puncak – Bogor, Cianjur, Sukabumi dan bahkan Ciwidey – Bandung Selatan. Ditransportasikan dalam jumlah bulk yang besar ke pasar, super market dlsb – kemudian baru sampai ke rumah Anda. Di rumah Anda karena Anda sibuk – tidak sempat belanja harian – maka membeli sayur dalam jumlah banyak sepekan sekali terus masuk kulkas.

Bisa dibayangkan kebutuhan energi atas pengiriman beserta proses penyimpanannya sayur secara konvensional ini dan penurunan kwalitasnya ketika sampai di meja makan Anda. Selain energi ada dua kelemahan lain dari system supply sayur yang ada sekarang, yaitu pertama Anda tidak tahu treatment pupuk dan insektisida apa saja yang telah dialami oleh sayur-sayur tersebut di tempat pertumbuhannya, dan yang kedua adalah sangat bisa jadi Anda memasak sayur yang sudah tidak pada konsisi paling segarnya.

Bagaimana kalau kita ubah model distribusi sayur dataran tingginya begini : Mereka yang di dataran tinggi fokus pada penyiapan benih sayur-sayurannya yang paling sesuai untuk daerah masing-masing, maka insyaAllah akan dilahirkan benih-benih alami yang terbaik. Nanti yang dijual mereka ke kota seperti Jakarta adalah benih-benih ini saja, sayurnya bisa untuk konsumsi pasar yang dekat atau menjadi produk olahan.

Benih-benih sayuran dataran tinggi ini kemudian ditanam oleh orang-orang kota seperti kita di salah satu ruangan kamar yang dikendalikan suhu ruangannya – sehingga seperti kondisi alam pegunungan /dataran tinggi. Untuk pencahayaannya bisa diatur dengan lampu-lampu LED yang hemat energi dan banyak yang sinarnya menyerupai sinar matahari di  siang hari.

Jadi tanahnya disediakan dalam pot-pot yang sudah berisi media tanam yang kaya akan hara, kemudian airnya dikelola dengan irigasi tetes (drip) yang sangat hemat air, suhu udara dikendalikan dengan AC dan pencahayaan dengan lampu-lampu hemat energi LED. Maka mungkin satu-satunya yang boros adalah AC, tetapi bila ini dikompensasikan dengan pengiriman bulk sayur dalam jumlah besar di tengah kemacetan Jabodetabek yang semakin parah – maka konsumsi energy totalnya bisa jadi lebih hemat. Karena yang ditransportasikan bukan lagi bertruk-truk sayuran, tetapi  biji-bijian untuk benih. Satu truk sayuran itu cukup dihasilkan kurang dari segenggam benih !

Keuntungan terbesarnya adalah lifestyle baru yang bisa Anda nikmati bersama keluarga, yaitu makan sayur yang bener-benar segar bebas pupuk kimia dan insektisida – yang hanya Anda petik ketika hendak dimasak atau konsumsi ! Tentu tidak perlu ruangan pendingin bila yang Anda tanam bayam, kangkung, tomat, cabe dlsb. – artinya akan lebih efisisen lagi bila yang Anda konsumsi di Jabodetabek misalnya adalah tanaman dataran rendah.

Dengan pola bertani semacam ini juga merubah satu lifestyle lagi, yaitu tidak menyimpan sayur di dalam kulkas, melainkan menyimpan sayur di tempat tumbuhnya. Karena tempat tumbuhnya-pun Anda yang mengelolanya sendiri – maka Anda bisa jaga betul tanaman Anda untuk bebas pupuk kimia dan insektisida tersebut.

Bagaimana dengan pasarnya bila kita memproduksi lebih dari yang kita butuhkan ?, tentu tidak semua orang mau menanam ini. Merekalah pasar Anda, yaitu teman-teman Anda di facebook, tetangga-tetangga Anda – yang  akan lebih senang membeli sayur yang Anda tanam karena mereka mengenal betul Anda.

Ada satu segmen pasar yang sudah siap menunggu produk semacam ini, yaitu keluarga-keluarga yang ada anggotanya terdiagnosa penyakit kanker, tumor dan sejenisnya. Mereka perlu makanan yang bener-bener segar dan terjaga dari berbagai jenis kontaminan, maka bertani sendiri seperti ini bisa menjadi solusi yang efektif. Atau kalau tidak bisa melakukan sendiri  ya membeli sayur dari orang yang mereka kenal benar  cara menanamnya.

Bagaimana dengan nasib petani di daerah sumber-sumber produksi sayur kita tersebut kalau begitu ? Mereka bisa diarahkan untuk memproduksi benih – yang rata-rata nilainya jauh lebih tinggi ketimbang memproduksi sayurnya sendiri. Bila kelak lifestyle baru ini meluas – maka sejatinya pasar petani yang menghasilkan benih – juga ikut meluas, sekaligus ini akan menjadi perbaikan akses pasar mereka dari yang semula tergantung waktu (sayur segar) menjadi tidak lagi terlalu tergantung waktu (benih berupa biji).

Apakah kita siap untuk menjalankan lifestyle baru yang saya sebut micro farming ini ? Semua komponennya insyaAllah telah siap untuk ini, tinggal menyusunnya menjadi ekosistem model pertanian yang berkelanjutan dan memberi contoh di masyarakat. Kami ingin membuat contoh ekosistemnya ini di beberapa daerah seperti Jabodetabek – Jabar - Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur dan mungkin Juga Bali.

Ini peluang juga bagi Anda yang memilki passion yang terkait dengan ini, baik di bidang penyiapan kompos/media tanam, bibit, drip irrigation, pasca panen, sampai pemasaran/penjualan. Anda dapat mengirim email dengan CV Anda ke : ceo@waqf.id.

Bila insyaAllah konsep ini kelak menjadi lifestyle baru yang meluas, maka bersama-sama kita bisa membangun tiga ketahanan sekaligus dalam jangka panjang – yaitu ketahanan pangan karena kita akan terbiasa dan terlatih mengelola sumber daya pertanian yang ada di sekitar kita – meskipun sangat sempit. Kita bisa membangun ketahanan ekonomi karena sebagian kebutuhan hidup kita adalah produksi kita sendiri, dan ketahanan kesehatan karena kita sebagai konsumen – kita juga sebagai produsen – tentu tidak akan sembarangan menyiapkan produksi bahan makanan kita. InsyaAllah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar