Membangun Startups Ecosystem

Rabu, 2 Maret 2016
Oleh: Muhaimin Iqbal

Ketika pemerintah baru-baru ini mencanangkan lahirnya 1,000 startupsIndonesia Startups Center yang kami rintis di Depok sudah berulang tahun yang ke 3 bulan ini. Meskipun  agak terlambat, tetapi tentu kami menyambut baik inisiatif pemerintah ini bila benar-benar ditindak lanjutinya di lapangan. Startups itu seperti tanaman yang (diharapkan) tumbuh dengan cepat, dia butuh tanah yang paling subur, air yang cukup dan iklim yang sesuai. Itulah yang disebut startups ecosystem, yang tentu sangat penting perannya dalam tumbuhnya startups terbaik – dan ini memang butuh dukungan  pemerintah.



Seperti bercocok tanam di lahan tandus, begitulah ketika kami merintis Startups Center tiga tahun lalu. Istilah startups-pun masih terasa asing bagi sebagian besar masyarakat kita, sehingga ketika Startups Center berdiri dan memulai memasang papan nama – orang selau sulit memahami apa kira-kira yang kami lakukan disini.



Kini lahan itu mulai nampak hijau setelah beberapa startups bener-bener terlahir dari tempat ini, bahkan diantaranya ada yang sudah mendapatkan pengakuan global – karena kami memang memvisikan startups kita pinginnya tidak hanya jago kandang.



Bersamaan dengan mulai menghijaunya bumi startups itu ,ecosystem startups mulai pula terbentuk. Dan apa yang diwacanakan pemerintah untuk melahirkan 1,000 startups tersebut di atas kami harapkan melengkapi ecosystem ini dengan perbagai regulations yang mendukung.




Startups Ecosystem @Indonesia Startups Center, Depok
Regulations yang kondusif untuk lahirnya startups ini amat sangat penting, karena dari waktu kewaktu luar biasa kerepotan kami dalam memenuhi berbagai peraturan yang terkait. Untuk sampai beroperasi-pun startups center kurang lebih harus mengantongi 13-an perijinan !


Unsur kedua adalah research, karena tidak akan ada startups unggul kecuali didukung oleh kekuatan research ini. Awalnya semua kami lakukan sendiri sampai team peneliti kami bisa membibitkan zaitun di negeri ini misalnya – karena startups yang kami maksud bukan hanya terkait teknologi informasi, tetapi juga startups di perbagai bidang lainnya.



Kini dukungan dari lembaga penelitian pemerintah mulai kami terima, diantaranya adalah untuk startups terbaru kami yang insyaallah tahun ini akan bisa mengidentifikasi jenis kelamin kurma jantan atau betina – ketika bibit kurma baru mengeluarkan daun hijau pertamanya.



Startups yang sarat teknologi semacam ini, butuh laboratorium yang sangat canggih – yang terlalu mahal bila harus kami adakan sendiri. Maka startups di bidang ini akan diinkubasi di laboratorium milik lembaga penelitian pemerintah.



Unsur ketiga adalah investors, sebelum ini sangat sulit untuk mencari investors yang mau invest di startups – yang harus diakui memang rata-rata beresiko tinggi. Tetapi pelajaran menarik justru kami peroleh dari negeri yang jauh, ketika salah satu startups kami mendapatkan fasilitas inkubasi dan akselerasi di  San Francisco – Amerika Serikat.



Di sana justru pembiayaan startups yang tidak melanggar syariah itu dengan mudah bisa diperoleh. Di mereka ada daftar angel investor yang terdiri dari individu maupun korporasi yang eager untuk mendanai awal tumbuhnya sebuah startup.



Dana dari mereka bukanlah hutang, kalau startups yang didanainya gagal – maka mereka rela uangnya ikut hilang bersamaan dengan gagalnya startups tersebut. Bila berhasil, maka para investor berhak sejumlah tertentu dari saham startups yang berhasil tersebut. Kita mengenal ini adalah prinsip dasar mudharabah.



Bahkan sebenarnya di Indonesia, Dewan Syariah Nasional sekitar 8 tahun lalu sudah mengeluarkan fatwa yang cocok untuk ini – yaitu fatwa tentang Mudharabah Dengan Opsi Saham. Hanya saja selama ini aplikasinya baru pada bank atau institusi finasial besar yang mengeluarkan convertible bond syariah.



Fatwa Mudharobah Dengan Opsi Saham inilah yang menurut saya paling sesuai untuk menunjang pertumbuhan startups di negeri yang mayoritasnya muslim ini. Bahkan salah satu startup terbaru kami yaitu Skills Whiz juga didanai dengan skema Mudharobah Dengan Opsi Saham ini.



Unsur keempat adalah dukungan korporasi besar, ini diperlukan utamanya untuk akses pasar bagi produk-produk yang dihasilkan dari perbagai startups tersebut. Kita berani menanam kacang dan pisang dalam jumlah besar misalnya dalam startup iGrow, karena ada kosporasi-korporasi besar yang memang siap menerima produknya.



Unsur kelima adalah services, khususnya di jaman ini yang terkait dengan telekomunikasi, akses internet berkecepatan tinggi dan data center. Telkom dan IBM misalnya, pernah mendukung startups center kami dengan akses internet berkecepatan tinggi dan data center yang sangat besar untuk salah satu exercises kami di bidang Big Data.



Dan last but not least adalah unsur budaya. Di negeri yang menjadi pegawai adalah cita-cita mayoritas penduduk sejak kecil, melahirkan usaha sendiri sering dipandang sebelah mata. Biasanya hanya dilakukan oleh orang-orang yang tidak mendapatkan pekerjaan, maka barulah terpaksa buka usaha sendiri.



Namun Alhamdulillah unsur culture ini juga kami saksikan sendiri sedang berubah secara cepat. Pemicunya adalah keberhasilan sejumlah anak-anak muda dengan usahanya yang sangat hebat, maka ini berdampak langsung pada lingkungan para tokoh pemula yang berhasil tersebut.



Setelah keponakan kami bersama teman-temannya melahirkan Bukalapak yang sukses itu misalnya, maka pandangan keluarga besar kami terhadap konsep bekerja menjadi berubah. Usaha sendiri ternyata bisa menjadi opsi mobilitas vertical yang sangat cepat, melebihi kecepatan pegawai-pegawai yang paling sukses sekalipun.



Demikian pula setelah iGrow menjadi startups yang berprestasi global – dengan co-founder dan CEO yang masih belia, maka euphoria startups ikut menginspirasi teman-teman dan adik-adik kelasnya di perguruan tinggi terbaik dan fakultas terbaik – untuk tidak tergiur dengan tawaran-tawaran kerja kantoran di perusahaan yang telah mapan dan bergengsi sekalipun.



Namun budaya untuk melahirkn startups ini tentu masih perlu terus ditumbuh kembangkan dan  disebar luaskan pengaruhnya, agar negeri ini bisa bener-bener bersaing dengan negara maju sekalipun.



Di negeri yang startups ecosystem-nya sudah lebih sempurna, investasi di startups sudah menjadi bagian portfolio investasi masyarakat. Mereka invest sedikit tetapi menyebar di sejumlah startups dengan harapan bila satu saja startups tersebut berhasil – ini sudah sangat cukup untuk mencover yang gagal.



Juga dari kalangan professional di perbagai bidang, mereka rela bekerja ekstra di luar jam kerjanya – untuk mendukung lahirnya sebuah startups tanpa harus dibayar awalnya. Kontribusi mereka nanti dikonversi menjadi saham, bila startups tersebut berhasil  - baru para professional ini naik kapal untuk full time di startups yang baru ini.



Untuk yang terakhir ini kami di Startups Center masih kesulitan untuk menggaet minat high caliber professionals untuk bergabung di startups kami, padahal kebutuhan kami terus tumbuh seiring dengan lahirnya startup-startup baru kami.



Rata-rata yang kami butuhkan adalah co-founder yang akan menjadi CEO atau salah satu director khususnya yang kuat di bidang finance dan marketing. Karena rata-rata ide startups dilahirkan dari anak-anak muda yang cerdas, tetapi untuk implementasinya perlu professional matang di bidangnya – yang rela bekerja keras untuk mengelola ‘kesemrawutan’ ide-ide cerdas tersebut.



Bersamaan dengan itu, kami juga butuh orang-orang yang ikhlas – karena dengan keihklasan kerja inilah kita menghindari perpecahan ketika usaha itu berhasil maupun ketika usaha itu gagal. Tanpa keikhlasan, usaha akan pecah ketika berhasil karena pelakunya saling berebut hasil. Juga pecah ketika gagal atau dalam masalah karena para pelakunya saling menyalahkan.



Maka ada tiga hal yang kami berusaha menyatukannya di startups center, yaitu  ide besar startups terlahir dari orang-orang yang cerdas, diimplementasikan oleh orang-orang yang bersedia bekerja keras untuk itu, dan kemudian up and down-nya dijaga oleh orang-orang yang bekerja ikhlas.



Di luar sana banyak batu permata berserakan, tetapi ketika masih dalam bentuk batu – orang tidak melihatnya berharga. Bahkan yang bersangkutan sendiri tidak melihat dirinya berharga, karena batu itu memang belum digosok. Yang kami lakukan di startups center adalah menggosok batu-batu itu, sampai kami bisa melihat keindahannya. Setelah kami melihat keindahannya, kami bisa tunjukkan ke orang lain – yang kemudian orang lain tersebut juga akan melihat keindahan yang sama.



Memang selalu ada resiko sedihnya ketika batu telah menjadi permata akan disambar orang lain, tetapi justru disitulah letak penting dan indahnya keikhlasan itu. Menunjukkan sesuatu yang baik adalah sama dengan berbuat kebaikan itu sendiri. InsyaAllah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar