Srikandi Tidak Sendiri

Kamis, 17 Maret 2016
Oleh: Muhaimin Iqbal
 
Orang Jawa punya sejarah panjang dalam menyikapi perbagai persoalan hidup termasuk perdebatan-perdebatan yang ada di dalamnya, yaitu antara lain melalui nasihat-nasihat di cerita pewayangan. Mereka bahkan bisa menyelesaikan perdebatan persamaan jender dengan sangat indah, dengan meninggikan wanita – memberi peluang sebesarnya untuk unggul di bidangnya – tetapi tanpa meninggalkan kodrat kewanitaannya. Melalui cerita panah Srikandi yang terkenal itu, kita bisa menangkap pesan moral yang ada di dalamnya.


Diceritakan bahwa Srikandi adalah murid paling berprestasi dari sang guru memanah Arjuna, yang kemudian dipersunting untuk menjadi istri kedua oleh sang Guru. Murid istimewa inilah yang kelak ditakdirkan untuk bisa menjadi kunci kemenangan dalam perang besar Baratayudha.

Sepandai apapun memanah, Arjuna memang tidak ditakdirkan untuk bisa memenangi perang sendirian – dia tidak ditakdirkan bisa membunuh musuh bebuyutannya yaitu Resi Bisma, maka dia membutuhkan wanita yang ada di sampingnya untuk bisa memenangi peperangan besar itu.

Sebaliknya demikian juga sang istri, dengan kemampuan memanah yang luar biasa hasil asahan sang guru yang kemudian menjadi suaminya – dia juga tidak bisa dibiarkan sendirian. Dia membutuhkan suami yang senantiasa di sampingnya terutama untuk menguatkannya di saat-saat yang kritis.

Pada puncak peperangan Baratayudha, ketika takdir sudah di depan mata – Srikandi melihat peluang emas untuk menyambutnya – memanah sasaran utamanya yaitu dada Resi Bisma – tetapi justru saat itulah kodrat kewanitaannya muncul.

Srikandi sempat galau dan bimbang, sehingga ketika mengambil keputusan untuk memanah-pun tidak dengan sepenuh hati. Panahnya menjadi tidak sekuat yang seharusnya, tidak cukup kuat untuk meluncur lurus ke sasarannya yaitu dada Resi Bisma.

Saat itulah sang suami yang juga sang guru, tahu betul kelemahan sang istri. Meskipun dia tahu bahwa panah sang istrilah yang akan membunuh musuh, tetapi akal sehat dia juga mengatakan bahwa panah sang istri tidak akan sampai sasaran – dia harus mengambil keputusan yang sangat cepat – untuk merealisasikan takdir dengan ikhtiar maksimal yang dia bisa lakukan.

Secepat kilat dia menyambar anak panahnya sendiri dan diarahkan ke ekor anak panah sang istri. Ketika ujung anak panah Arjuna tepat mengenai sasarannya yaitu ekor anak panah Srikandi, menjadi sangat kuatlah keduanya untuk menghujam ke dada Resi Bisma.

Tidak ada lagi perdebatan antara keduanya, siapakah yang akhirnya membunuh musuh bebuyutan di perang besar Baratayudha ? Srikandi sendirian tidak bisa, demikian pula Arjuna tidak ditakdirkan untuk tugas spesifik ini. Hanya dengan kekuatan keduanyalah musuh itu bisa dikalahkan.

Bila orang Jawa kuno saja bisa menyelesaikan perdebatan persamaan jender, orang jaman modern ini pasti bisa melakukannya bila saja mereka tahu betul peran dan kodratnya masing-masing. InsyaAllah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar