5 Langkah Meninggalkan Pekerjaan Ribawi

Kamis, 26 Januari 2017
Oleh: Muhimin Iqbal

Ada pertanyaan yang menggelitik saya dari salah seorang calon orang tua santri yang sangat ingin memasukkan anaknya ke jaringan Kuttab Al-Fatih. Pertanyaan tersebut begini : “Pak Iqbal, apakah ada keharusan orang tua dari santri Kuttab Al-Fatih untuk meninggalkan pekerjaannya ?” sayapun kaget dengan pertanyaan ini, maka saya tidak langsung jawab. Saya malah balik bertanya : “Mengapa ibu bertanya demikian ?”, dia kemudian menjelaskan dengan beberapa contoh temannya yang keluar dari pekerjaannya setelah menyekolahkan anaknya di Kuttab Al-Fatih. Maka saya pelajari kasus-kasus semacam ini dan hasilnya justru sungguh menggembirakan !


Biasanya orang tua tidak siap bila anaknya menjadi nakal, tidak bisa diatur dlsb. Tetapi ternyata orang tua juga tidak selalu siap ketika anaknya tumbuh menjadi anak yang sangat baik melampaui perkembangan orang tuanya.

Yang biasanya membuat orang tua meninggalkan pekerjaan lamanya – bila pekerjaan lamanya bersentuhan dengan riba, riswah dan hal-hal yang haram lainnya – adalah dialog-dialog seperti ini.

Menjelang makan bersama, si anak bertanya kepada ayah-bundanya : “ Ayah, bunda – apakah ayah dan bunda yakin yang akan saya makan ini adalah halal ?” Biasanya pertanyaan pertama dijawab enteng oleh ayah – bunda, halal – nak ! ayo dimakan.

Ketika pertanyaan semacam ini berulang, si ayah-bunda mulai bimbang menjawabnya. Mereka mulai memikirkan dan menyelidik, bertanya kesana kemari tentang kehalalan makanannya baik dari sisi zat maupun dari sisi cara perolehannya. Saat ayah bunda tidak lagi bisa menjawab pertanyaan tersebut karena mereka sendiri ragu atau bahkan tahu letak keharamannya – yang paling sering adalah terkait riba, maka saat itulah si orang tua mulai gelisah dengan pekerjaannya.

Di satu sisi mereka sangat ingin anaknya menjadi anak yang baik, sedari kecil hanya diberi makanan yang halal, sedari kecil kritis terhadap apa yang dia makan. Tetapi si ayah bunda juga dalam dilemma yang berat, mencari pekerjaan pengganti tidak selalu mudah – apalagi bila seumur-umur dia hanya bekerja di satu perusahaan atau institusi yang ribawi.

Ketika masalah semacam ini sampai ke kami, jujur kamipun tidak mudah untuk memberikan solusinya. Tetapi kami tidak menyerah, kami merasa bertanggung jawab secara moral atas apa yang kami mulai. Ketika anak-anak menjadi baik, dan orang tua-pun ingin menjadi lebih baik – kami sangat ingin untuk bisa mencarikan solusi bagi pekerjaan-pekerjaan yang mereka akan tinggalkan.

Lantas apa solusinya ? Itulah indahnya petunjuk Al-Qur’an ! Ketika Al-qur’an menunjukkan sesuatu itu salah, pasti juga ditunjukkannya pula  yang benar, ketika dia menunjukkan adanya masalah, dia juga menunjukkan solusinya.

Ketika Allah menyampaikan ancaman riba, serta merta Allah juga memberikan solusinya. “…Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan Riba…”, (QS 2:275). Maka salah satu solusi jitu untuk melawan pekerjaan yang ribawi, tiada lain dan tiada bukan ya pekerjaan jual beli itu sendiri atau berdagang. Masalahnya kemudian kan tidak semua orang siap berdagang. bagaimana mengatasinya ?

Saya baru sadar sekarang, mengapa dahulu bahasa para wali di Jawa untuk target pengajaran mereka itu sederhana saja – yaitu menghasilkan generasi GusJiGang – berakhlak bagus, pandai mengaji dan pandai berdagang. Lha sekarang dengan pendidikan yang begitu canggih ternyata setelah 72 tahun merdeka, kita belum bisa melahirkan generasi GusJiGang tersebut, hasil pendidikan negeri ini belum bisa menghasilkan banyak orang-orang yang berakhlak bagus, pandai mengaji sekaligus juga pandai berdagang.

Ketika kita tidak pandai mengaji dan tidak pula pandai berdagang, kita menjadi tidak tahu atau tidak mau tahu apakah pekerjaan kita itu terkait riba atau tidak, kita juga menjadi tidak berani meninggalkan pekerjaan yang jelas-jelas di-fatwakan oleh Fatwa MUI no 1 tahun 2004 sebagai riba sekalipun.

Agama ini pertama kali turun di kalangan kaum pedagang, dibawa ke Indonesia oleh kaum pedagang pula. Ketika negeri ini terpuruk dalam penjajahan, yang pertama kali bangkit juga para kaum pedagang – Syarikat Dagang Islam (SDI), maka perdagangan yang fitrah ini memang harus kita hidup-hidupkan kembali ke tengah umat ini, agar kita merdeka – bisa memutuskan sendiri apa yang seharusnya dilakukan.

Hasil dari pemikiran-pemikiran tersebut adalah sebuah syllabus bagi madrasah kehidupan, khususnya bagi para orang tua yang ingin pindah dari pekerjaan yang terkait ribawi – ke pekerjaan yang dihalalkan Allah langsung yaitu jual beli tersebut di atas. Untuk mudahnya diikuti oleh siapapun yang dalam posisi ingin meninggalkan pekerjaannya tetapi ragu, kami buat program ini dalam lima tahapan yang insyaAllah aman dan ringan untuk ditempuh.


Pertama berangkat dari posisi Anda sekarang, Anda bekerja dengan memperoleh gaji, asuransi, dana pensiun dlsb. Pelajari penghasilan perusahaan Anda, bila ada unsur yang difatwakan riba oleh fatwa MUI tersebut di atas – berarti setidaknya penghasilan Anda sudah tercampur riba. Demikian pula pelajari dimana dana pensiun , biaya kesehatan dan asuransi Anda dikelola, bila ada yang termasuk difatwakan riba oleh fatwa yang sama tersebut – maka belenggu riba itu telah melingkupi pekerjaan Anda.

Bila ini yang terjadi, maka Anda sudah tidak akan bisa menjawab ketika anak-anak Anda bertanya seperti pada dialok anak dan ayah-bundanya tersebut di atas. Anda perlu mulai membuat rencana, kapan akan meninggalkan pekerjaan Anda tersebut.

Kegelisahan Anda ditempat kerja Anda yang sekarang arahkan ke hal-hal yang positif, yaitu investasi pada diri Anda, waktunya mengaji seluk beluk hukum perdagangan dalam Islam. Anda bisa mempelajari sendiri dari banyak kitab-kitab perdagangan seperti dari Kitab Fiqih-nya  Sayyid Sabiq, Wahbah Zuhayli dlsb. Akan lebih mudah dan lebih terarah bila Anda berkelompok dengan orang-orang yang bervisi sama dan mendatangkan guru.

Setelah cukup pengetahuan fiqih jual beli Anda, next-stepnya adalah mencoba mengamalkannya. Gunakan sedikit saja dari uang gaji Anda atau tabungan Anda (yang sudah dipurifikasi atau dibersihkan dari riba kalau bisa – agar lebih berkah proses belajar dagang Anda), untuk mulai berdagang. Lantas Apa yang Anda dagangkan dan kemana menjualnya ?

Yang paling efektif dalam proses belajar ini adalah bila Anda bisa bersinergi dengan para pemain pasar yang sudah ada, keberadaan Anda bisa memberikan nilai tambah kepada mereka – maka mereka akan welcome atas kehadiran Anda. Sebaliknya bila kehadiran Anda dipersepsikan sebagai ancaman bagi keberadaan mereka, belum-belum Anda sudah punya pesaing yang sudah lebih dahulu tahu pasar.

Salah satu instrument yang efektif untuk masuk pasar dengan sambutan karpet merah dari para pemain yang sudah Ada adalah instrument jual beli salam. Maka Anda bisa gunakan instrument ini untuk memasuki pasar.

Kepada produsen Anda tawari untuk membeli barang dagangan yang mereka produksi dengan akad salam, produsen akan senang karena akan memperoleh modal diawal untuk memproduksi barang dagangannya. Kemudian kepada produsen ini , Anda bertanya dimana biasa produk tersebut dijual, siapa pembelinya dst. Maka Anda sudah akan mendapatkan produk dan ketemu pasarnya sekaligus.

Lho apakah mau sang produsen memberitahu Anda pasarnya ? Kalau Anda tidak dipersepsikan sebagai pesaingnya, maka dia akan mau. Saya misalnya, akan dengan senang hati menjual pisang yang saya produksi kepada Anda dengan akad salam. Dengan senang hati pula saya akan kasih tahu Anda kemana menjualnya ketika panen pisang dan pisang tersebut telah menjadi hak Anda.

Apakah pasar mau menerima dagangan Anda ? pasar yang sama yang menerima dagangan pisang saya, pasti juga mau menerima pisang yang sama setelah menjadi milik Anda dan dijual ke mereka. Pasar membeli dengan harga yang sama dengan ketika mereka membeli dari saya langsung, Anda membeli lebih murah ke saya karena Anda membeli secara salam diawal saya menanamnya – selisih harga inilah yang menjadi keuntungan yang sah dan halal, ketuntungan perdagangan Anda.

Apakah anda tidak bersaing dengan pasar saya ketika membeli pisang dari saya ? Tidak, karena semua pembeli saya – di pasar normal – hanya membeli pisang setelah saya serahkan, mereka punya cara sendiri memutar uangnya sehingga mereka tidak tertarik membayar saya dengan akad salam di awal saya menanam.

Bahkan mereka akan senang bila ada yang mendanai penanaman saya dengan akad salam karena kelangsungan ketersediaan barang dagangan menjadi lebih terjamin. Maka di akad salam inilah peluang muncul bagi yang punya uang seperti Anda dan selama ini belum memutarnya sendiri.

Dengan akad salam, Anda belajar memutar uang yang selama ini Anda serahkan ke bank, dana pensiun, asuransi dlsb – yang Anda idak tahu diputar kemana uang tersebut dan oleh siap yang memutarnya. Dengan salam, Anda memutar uang Anda sendiri sambal belajar praktek berdagang.

Setelah berhasil dengan satu barang dagangan, Anda bisa lanjutkan dengan mencari produsen lain dan pasar yang lain pula. Begitu seterusnya sampai Anda memiliki portfolio yang cukup, dan dengan margin perdagangan yang cukup pula untuk menggantikan penghasilan dari tempat kerja Anda sekarang.

Saat itulah Anda menjadi orang merdeka yang bisa memutuskan dengan percaya diri untuk meninggalkan pekerjaan yang ribawi atau bercampur debu riba, dengan pekerjaan yang jelas-jelas dihalalkan oleh Allah. Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba !

Syllabus belajar berdagang ini insyaAllah dalam waktu dekat bisa diikuti secara face-to-face maupun secara online melalui media skills transfer-nya skillswhiz.com. Program ini juga menjadi pelengkap bagi orang tua yang ingin balapan dengan anak-anaknya untuk menjadi lebih baik, melalui program pendidikan keimanan yang juga sudah mulai bisa dicoba di www.ikuttab.com.

Untuk yang ingin mendaftar lebih cepat sebelum kami umumkan program resminya, dapat berkirim email lebih dahulu ke : ceo@salamsale.com , sedangkan untuk  belajar menjadi orang tua yang lebih baik – sudah bisa belajar melalui modul Parenting Nabawiyah di www.ikuttab.com . Insyaallah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar