Santri Di Silicon Valley (2)

Rabu, 1 Februari 2017
Oleh: Muhaimin Iqbal
 
Keesokan harinya setelah selesai sholat subuh Pak Kyai ingin menggali lebih dalam lagi dari santrinya, pelajaran apa sesungguhnya yang telah dia pelajari dari mbah Google. Pak Kyai ingin tahu, bagaimana perusahaan yang belum juga berusia dua dasawarsa itu begitu mempengaruhi peradaban dunia saat ini. Betapa tidak, setiap menit ada 2 juta orang di dunia yang mencari sesuatu di Google. Apa rahasianya sehingga hampir semua orang yang melek internet di dunia menggunakan Google dalam pencariannya ?


Pak Kyai mengutus santrinya yang paling cerdas untuk belajar di Google agar dia bisa menangkap pelajaran yang paling berharga, bukan pada kulit-kulitnya tetapi sampai kepada intinya. Maka Pak Kyai membuka diskusi yang kedua ini dengan pertanyaan sebagai berikut :

Dari sekian banyak yang kamu pelajari dari Google, saya hanya pingin tahu 3 hal terpenting – apa yang membuatnya ‘menguasai’ dunia saat ini ?”

Si santri menjawab : “Begini Pak Kyai, di perusahaan raksasa yang telah menyeleksi dengan amat sangat ketat 40,000-an karyawannya tersebut – tentu banyak sekali orang-orang hebat di bidangnya masing-masing di sana. Jadi kalau saya disuruh menyimpulkannya hanya dalam tiga hal – tentu ini tidak mudah, kesimpulan saya juga belum tentu sama dengan kalau Pak Kyai kirim orang lain untuk mendalaminya !

Pak Kyai tidak sabar : “Wis, ora opo-opo, menurut kowe wae, opo telu perkoro sing gawe Google mbaurekso dunyo ?

Setelah berpikir sangat keras mengingat semua yang dia pelajari selama belusukan di markasnya mbah Google, si santri memberanikan diri menyimpulkan.

Pertama mereka selalu memulai dari emphaty Kyai, mereka tidak serta merta merancang sesuatupun sebelum benar-benar mendalami apa yang dirasakan atau dibutuhkan oleh para penggunanya. Mereka banyak sekali meriset, mendengarkan, mencoba dengan prototype, memverifikasi dlsb. targetnya sampai itu tadi – bener-bener merasakan apa yang dirasakan oleh (calon) pengguna produk-produknya – mereka tidak berasumsi!”.

Kedua mereka selalu berusaha memahami persoalan sampai ke akar masalahnya, bukan pada gejala atau penampakannya.” Pak Kyai kurang paham dengan yang ini, maka dia menyela : “Opo maksude ?”.

Begini Kyai, mereka akan terus bertanya ‘why’ sampai ke akar persoalan. Misalnya ada seorang pasien datang ke dokter dengan kepalanya yang berdarah, dokter akan bertanya : “kenapa kepala Anda berdarah ?”. Pasiennya menjawab : “jatuh terbentur batu dok !”, dokternya akan bertanya lagi : “mengapa ?” , pasien menjawab : “lagi mendaki gunung, terpeleset terbentur batu”, dokter bertanya lagi : “mengapa ?” , pasien menjawab lagi : “ingin olah raga dok, ingin menurunkan berat badan”.

Si santri kemudian melanjutkan : “ jadi dalam contoh tadi inti persoalannya bukan kepala yang berdarah, kepala yang berdarah hanya akibat saja. Inti persoalannya adalah si pasien ingin menurunkan berat badan. Maka kepala yang berdarah diobati, tetapi yang lebih penting adalah dicari berbagai alternative solusi lain untuk menurunkan berat badan secara lebih aman dan tanpa efek yang lebih berbahaya”. Pak Kyai kemudian manggut-manggut tanda memahami apa yang dijelaskan si santri, dan memberi isyarat untuk dilanjutkan.

Yang ketiga mereka tidak kenal menyerah Kyai, mereka bisa seperti pelari sprint yang berlari sangat kencang untuk waktu yang pendek, tetapi sekaligus juga pelari marathon yang mampu berlari secara stabil untuk jarak yang sangat panjang ! Mereka tidak kenal menyerah dalam mengatasi persoalan dan persaingan, maka satu demi satu pesaingnya  berguguran karena kalah cepat dalam berlari sprint dan kalah stamina dalam berlari marathon!

Sampai disini Kyai sudah paham, apa yang berhasil diraih oleh santrinya dari berburu ilmu dunia di sarang mbah Google. Kemudian Kyai menyampaikan pernyataan yang membuat santrinya ini justru terkejut : “Ini membuat saya tambah yakin, saya sudah menugasi kamu – santri pilihan saya untuk merebut ilmu dunia sampai ke mbah Google, tetapi sesungguhnya kamu tidak perlu jauh-jauh kesana, semua yang kamu cari ada disini !

"Pertama tentang apa yang kamu sebut emphaty, kita sudah diberi contoh terbaik olehNya – yaitu seorang Rasul yang sangat ber-emphaty terhadap apa yang dirasakan oleh umatnya. Kalau saja umatnya ini bisa belajar emphaty dari beliau, pasti umatnya bisa merancang produk apapun dengan sangat-sangat baik" Kemudian Pak Kyai mengutip surat At-Taubah ayat 128 yang artinya ;

Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang yang beriman”.

"Kedua tentang memahami inti persoalan, memang Allah sudah janjikan kebaikan yang sangat banyak bagi orang-orang yang menguasi inti persoalan ini – yang di Al-Qur’an disebut Ulul Albab. Dan Allah sisipkan ini di tengah rangkaian 23 ayat-ayat ekonomi – yaitu mulai surat Al-Baqarah ayat 261 sampai ayat 283, tepatnya ada di ayat 269.

Lebih dari itu Allah juga memberikan jalannya bagi yang ingin menjadi orang-orang yang sangat menguasai inti persoalan ini" Sampai disini si santri tidak sabar, “Bagaimana Pak Kyai caranya ?”. Pak Kyai kemudian membacakan rangkaian Surat Ali-Imron 190-191  yang artinya sebagai berikut :

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi Ulil Albab. Yaitu orang-orang yang menginta Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata : “Ya Rabb kami, tiadalah engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka””.

"Adapun yang ketiga tentang sikap tidak kenal menyerah mereka, inipun kita sudah dijanjikan oleh Allah, bahwa bila kita berpegang teguh bahwa Rabb kita adalah Allah kemudian kita beristiqomah dalam pegangan ini, akan datang para malaikat yang menghibur kita – agar kita tidak sedih, tidak takut dan mereka juga membawa kabar baik – yaitu surga.

Lebih dari itu, bila kita bisa istiqomah dalam agama ini, janjiNya juga kita akan ditolong Allah di dunia dan di akhirat. Kita diberi apa –apa yang kita butuhkan dan yang kita minta langsung dariNya" Kemudian pak Kyai membacarakan rangkaian surat Fushshilat 30-31 yang artinya sbb :

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan “Rabb kami adalah Allah” kemudian mereka beristiqomah dalam pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan : “Janganlah kamu takut dan janganlah kamu sedih, dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikanNya kepadamu”.  Kamilah pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat;  di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh pula apa yang kamu minta”.

Jadi, pak Kyai mengulangi ucapannya : “jauh-jauh kamu belajar sampai mBah Google, tetapi seungguhnya apa yang kamu cari semuanya ada disini”. Si Santri penasaran : “ Lha, kalau begitu mengapa Pak Kyai kirim juga saya kesana ?”.

Dengan penuh bijaksana Sang Kyai menyampaikan : “ Begini nak, yang pertama saya juga ingin belajar meyakinkan hati ini – bahwa umat ini bener-bener diberi segala solusi yang dibutuhkan untuk mengatasi segala persoalan dunia yang dihadapinya – di jaman modern ini sekalipun. Saya juga ingin meyakinkan hati ini, bahwa apapun yang engkau pelajari disana – pasti ada jawabannya disini.” Kata Pak Kyai sambil menunjukkan Kitab al-Qur’an yang dipegangnya.

Si santri yang kadang mbeling ini masih ingin protes : “Lho, berarti selama ini Pak Kyai juga belum yakin dong kalau semua jawaban atas persoalan yang kita hadapi ada di Al-Qur’an ?

Pak Kyai dengan sabarnya menjelaskan, : “Begini nak, jangankan saya – Nabi Ibrahim-pun minta kepada Allah untuk ditunjukkan cara menghidupkan orang mati, bukan karena Ibrahim tidak beriman atau percaya dengan janji Allah, tetapi Ibrahim ingin ditentramkan hatinya”. Kemudian Pak Kyai membacakan penggalan Surat Al-Baqarah 260 yang artinya sebagi berikut :

Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata : “Ya Rabb, perlihatkan kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati” Allah berkata : “Belum Yakinkah kamu ?”. Ibrahim menjawab : “Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tentram”…”.

Kemudian Pak Kyai melanjutkan : “ Yang kedua nak, saya ingin menunjukkan kepadamu – bahwa kemanapun kamu pergi menuntut ilmu, setinggi apapun teknologi yang dikuasai orang, seperkasa apapun perusahaan berhasil dibangun oleh orang-orang di luar sana – sesungguhnya kamu memiliki semua bekal yang dibutuhkan untuk mengalahkannya. Di tanganmu ada sumber segala sumber ilmu, kalau saja kamu berhasil secara istiqomah mengamalkannya dengan tidak kenal menyerah – kamu akan bisa mengalahkan mBah Google sekalipun!”.

Dengan penuh semangat si santri menjawab : “InsyaAllah , Pak Kyai, InsyaAllah !”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar