La Nina dan El Nino

Ahad, 26 Maret 2017
Oleh: Muhaimin Iqbal
 
Setahun terakhir negeri ini tidak mengalami musim kering karena kemaraunya-pun basah – tetap ada hujan di musim kemarau. Dampaknya lahan sawah yang biasanya ditanami padi satu atau dua kali setahun, tahun ini banyak yang bisa ditanami tiga kali. Karena musim hujan yang turun di musim kemarau – yang biasanya kering – juga membuat kita tidak perlu banyak direpotkan dengan kebakaran hutan yang meluas seperti tahun-tahun sebelumnya. Peristiwa semacam ini bisa dijelaskan secara ilmiah melalui fenomena La Nina dan El Nino, tetapi juga bisa menjadi tadabur terhadap ayat-ayatNya utuk mengantisipasi what next-nya !


Penjelasan secara science and guidance ini perlu agar tidak ada yang mengklaim bahwa kecukupan pangan dan berkurangnya kebakaran hutan tahun ini adalah karena keberhasilan program kerjanya. Ini juga agar kita tidak lengah dengan apa yang bisa terjadi di tahun-tahun berikutnya.

Ketika terjadi El Nino tahun 2015 – musim kering panjang kita alami karena suhu muka laut yang meningkat di Samudra Pacifik area Khatulistiwa, akibatnya supply uap air yang berkurang di wilayah Indonesia sehingga mengalami kemarau panjang dan minimnya curah hujan.

Kebalikannya adalah yang terjadi dengan La Nina tahun 2016, suhu muka laut di Samudra Pacifik area Khatulistiwa mendingin, supply uap air meningkat di wilayah Indonesia sehingga mengalami musim hujan yang panjang, hujan tetap turun di musim kemarau – yang disebut fenomena kemarau basah, areal lahan yang bisa ditanami padi menjadi meluas.

Jadi dari kacamata science-pun jelas bahwa meluasnya areal tanam tahun 2016 lalu bukan prestasi institusi atau kementerian tertentu di negeri ini, kita beruntung karena yang datang adalah fenomena  si ‘anak perempuan’ yang bernama La Nina, bukan si ‘anak  laki-laki’ yang bernama El Nino. Dalam bahasa Spanyol La Nina berarti anak perempuan, dan El Nino adalah anak laki-laki.

Bila Science hanya sampai bisa menjelaskan dua fenomena tersebut lengkap denngan sebab musababnya, Guidance kita bisa lebih jauh lagi – yaitu lantas siapa yang bisa menggerakkan angin itu ? Tidak ada yang bisa mengklaim bahwa pergerakan angin itu sebagai programnya – selain Allah semata !

Dialah yang meniupkan angin sebagai kabar gembira, mendahului kedatangan rakhmatNya (hujan), sehingga apabila angin itu membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu. Kemudian Kami tumbuhkan dengan hujan itu berbagai buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambi pelajaran” (QS 7:57).

Guidance atau petunjuk kita juga tidak berhenti di sini, selain menjelaskan apa yang terjadi dan bagaimana terjadinya – kita juga diberi petunjuk lebih jauh – apa yang mestinya kita lakukan setelah kita memahami fenomena silih bergantinya musim hujan dan musim kering yang panjang.

Apa dampaknya kalau kita merasa bahwa swasembada pangan tahun 2016 yang diwarnai dengan cukupnya produksi beras adalah program kita ? Demikian juga dengan menurunnya titik kebakaran hutan adalah program kita ?  Kita akan berbangga diri dengan program yang ada, dan tidak menyadari bahwa program tersebut tidak akan memadai untuk menghadapi situasi ketika yang datang bukan La Nina melainkan El Nino !

Maka kita diberi petunjuk melalui cerita yang paling indah – Ahsanal Qoshoshi – yaitu kisah nabi Yusuf ‘Alaihi Salam ketika dengan ijinNya bisa menafsirkan mimpi raja tentang akan adanya tujuh tahun yang basah diikuti oleh tujuh tahun yang kering.

Dia (Yusuf) berkata, “Agar kamu bercocok tanam tujuh tahun secara sungguh-sungguh; kemudian apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di tangkainya kecuali sedikit untuk kamu makan. Kemudian setelah itu akan datang tujuh tahun yang sangat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya. Kecuali sedikit dari apa (bibit) yang kamu simpan” (QS 12:47-48).

Jadi inilah yang seharusnya kita lakukan dalam menyikapi musim hujan yang panjang, kita manfaatkan untuk bercocok tanam secara sungguh-sungguh untuk menghasilkan bahan pangan yang terbaik. Kita makan secukupnya, selebihnya kita amankan untuk cadangan makanan maupun bibit untuk menghadapi masa paceklik yang akan datang.

Ketika dikelola dengan petunjukNya, bumi Mesir yang kering sekalipun bisa bebas dari paceklik ketika bumi sekitarnya paceklik. Sebaliknya bila mengabaikan petunjukNya -  di bumi yang subur sekalipun, manusia bisa mengalami paceklik bahkan ketika bumi di sekitarnya tidak paceklik.

Lantas bagaimana sikap kita ? Kita bukan Mesir di jaman Nabi Yusuf ‘Alaihi Salam - ketika rajanya nurut dengan petunjukNya (melalui mimpi raja yang ditafsirkan oleh Nabi Yusuf) kemudian menerapkannya dalam strategi pertanian dan penyimpanan hasilnya  untuk menghadapi paceklik. Di negeri ini, setelah 72 tahun merdeka petunjuk yang begitu jelas dan lengkap itu belum pernah digunakan untuk mengambil kebijakan dan strategy dalam membangun sawsembada pangan atau food security kita yang sesungguhnya.

Tetapi lain negara – lain pula rakyatnya, rakyat seperti kita-kita bebas dan dilindungi undang-undang untuk bisa mengamalkan ajaran Agama kita secara menyeluruh, dan tidak ada siapapun yang bisa melarangnya. Bahkan bila penduduk negeri ini banyak mengamalkan petunjuk-petunjukNya, dari sana pulalah insyaAllah akan lahir keberkahan dari langit dan dari bumi untuk negeri ini seperti yang dijanjikanNya.

Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi…” (QS 7:96)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar