Riba-Free Ecosystem Untuk Keterjangkauan Rumah

Ahad, 16 April 2017
Oleh: Muhaimin Iqbal
 
Tulisan saya tentang Keadilan Ekonomi Bukan Zero Sum Game dan Wong Telu rupanya banyak mengundang pertanyaan, utamanya terkait bagaimana pengadaan rumah bagi masyarakat muslim itu bisa benar-benar dilakukan tanpa riba. Jawabannya memang di jaman ini menjadi tidak mudah, tetapi bukannya tidak mungkin untuk dilakukan. Bila sejumlah pihak perorangan maupun institusi berusaha cukup keras bersama-sama dan saling menunjang, insyaAllah riba-free ecosystem untuk keterjangkuan rumah itu bisa bener-bener dicapai.


Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada, saya buatkan ilustrasi grafis untuk menggambarkan seperti apa kiranya riba-free ecosystem untuk keterjangkauan rumah itu sebagai berikut.

Riba-Free Ecosystem Untuk Perumahan

Di garis depan adalah para developer yang ingin mengembangkan perumahan bebas riba, darimana sumber dananya ? Setidaknya ada tiga sumber dana bebas riba yang bisa diakses. Pertama adalah akad jual beli istishna’ dengan individu atau institusi yang ingin investasi aman jangka pendek, perumahan adalah salah satu pilihan yang cukup menarik karena keamanannya sekaligus juga relatif cepat pengembaliannya.

Sumber dana kedua adalah pengelola dana jangka panjang milik umat, seperti dana pensiun mayoritas umat Islam saat ini masih berada di instrumen investasi yang ribawi – karena pangsa pasar system keuangan Islam yang kurang lebih baru 5 % dari yang ada. Maka sudah seharusnya dana-dana pensiun ini eager unuk melayani client-based-nya yang mayoritas muslim juga dengan instrumen investasi yang sesuai syariah.

Selain dana pensiun yang perlu juga dikembangkan adalah penggalangan dana wakaf produktif untuk menyelesaikan berbagai urusan umat. Setelah terkumpul dana wakaf produktif ini untuk apa yang aman dan tidak susut nilainya ?, salah satunya ya untuk pembiayaan perumahan dengan cicilan berbasis emas atau Dinar.

Pinjamannya ke masyarakat luas diproteksi dengan rumahnya sendiri, sedangkan nilai cicilannya agar tidak susut – namun juga tidak memberatkan bagi para penerima pinjamannya – disetarakan atau ditimbang dengan emas atau Dinar pada setiap hari cicilan jatuh tempo.

Dengan dua hal tersebut kepentingan pemberi pinjaman terproteksi – dana pensiun bisa menjaga amanah pengelolaan dana client based-nya secara syar’i, demikian pula pengelola dana wakaf produktif – dana yang dikelolanya aman, tetap tumbuh secara wajar dan memberi solusi ke masyarakat yang membutuhkannya.

Masih menyisakan satu masalah lagi, yaitu bagaimana resiko yang ada di masyarakat itu sendiri ? Bila yang diberi pinjaman itu adalah para pekerja formal, perusahaannya mungkin bisa menjamin – bahwa yang bersangkutan akan selalu mencicil tepat waktu karena bisa dipotong gaji. Tetapi bagaimana bagi masyarakat yang swakarya, bekerja di perbagai sektor informal yang jumlahnya juga sangat banyak ?

Masyarakat semacam ini bisa bergabung dalam perbagai paguyuban, koperasi, jama’ah majlis taklim,  perkumpulan dan sejenisnya sehingga ada resiko kelompok yang rata-rata lebih kecil ketimbang resiko individual.

Lebih dari itu di jaman modern ini juga bisa di-arrange system berbagi resiko – sharing of risk – yang berbasis ta'awun atau takaful, system tolong menolong yang dicontohkan dalam dunia Islam.

Dahulu ketika umat Islam akan berangkat berperang bareng, mereka bergabung dalam Aqilah yang saling menjamin satu sama lain. Bila ada salah satu peserta ditawan musuh misalnya dan membutuhkan dana yang besar untuk membebaskannya, maka para peserta Aqilah yang urunan menanggungnya bersama-sama.

System yang sama bisa kita bangun lebih mudah dengan bantuan teknoloi saat ini, sehingga kontribusi masing-masing peserta bisa diperhitungkan dengan lebih akurat dan responsive sesuai tingkat resiko yang dihadapi. Sehingga kalau ada peserta tolong menolong ini yang gagal bayar pinjamannya karena satu dan lain hal, segera bisa dibayar rame-rame oleh anggota lainnya.

Sharisk - SHARE OF RISK, Responsive Contribution System
Salah satu teknologi yang saat ini sedang dikembangkan oleh team yang saya kenal untuk dipakai oleh perusahaan asuransi syariah misalnya adalah sebuah system yang disebut Responsive Contribution System.

Cara kerjanya beda sama sekali dengan asuransi konvensional. Di konvensional karena menggunakan system risk transfer – resiko itu dijual ke pihak asuransi, sehingga preminya harus dihitung secara sangat akurat. Inipun masih menyisakan gharar dan bahkan juga bisa meningkat menjadi maisir karena secanggih-canggih aktuaris dan underwriter memperhitungkan suku premi, tetap ada resiko berlebihan atau sebaliknya tidak cukup untuk mengcover claim.

Di sistem sharing of risk, resiko itu tidak ditransfer ke pihak lain – tetapi ditanggung rame-rame oleh para peserta system ini. Pihak asuransi syariah hanyalah pengelola dari sistem tolong menolong dalam skala besar ini.

Karena sifatnya hanya pengelola, maka hak atas dana kontribusi  atau juga disebut dana tolong-menolong – dana tabarru’, tetap milik kumpulan peserta ini. Contribution rate yang ditentukan diawal sifatnya tentative atau hypothesa awal. Bila lebih, kelebihannya milik peserta yang dapat dikembalikan pada periode berikutnya. Sebaliknya juga bila kurang, kekurangannya juga ditagihkan kembali.

Maka dalam Responsive Contribution System, contribution rate yang adil dan  akurat akan terbangun setelah tolong-menolong itu berjalan dalam periode tertentu – semakin lama berjalan akan semakin akurat karena system akan menyesuaikan secara otomatis terhadap rata-rata bergerak ( moving average) rasio antara tingkat resiko terhadap tingkat kontribusi.

Manfaat lain dari system ini adalah setelah dana terkumpul cukup besar, dapat juga dikembalikan ke masyarakat luas dalam bentuk sumber dana ketiga – yaitu untuk pembiayaan rumah yang lebih terjangkau tersebut diatas secara berkelanjutan – karena dia bisa menjadi sumber pengumpulan dana yang bener-bener bebas riba, dari masyarakat untuk masyarakat yang saling tolong menolong.


Apakah secara keseluruhan system tersebut bisa bener-bener dijalankan ? tergantung kita semua. Karena sifatnya ecosystem, maka diperlukan sejumlah pihak untuk bergerak secara bersama-sama. Ini urusan besar yang tidak bisa dijalankan sendirian oleh seorang atau institusi tertentu, perlu kerja bareng – kerja berjama’ah melayani jutaan saudara-saudara kita yang masih kehujanan dan kepanasan karena belum adanya rumah untuk mereka. InsyaAllah bisa menjadi peluang amal shaleh bagi yang mau memikirkan dan melaksanakannya. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar