Solusi Dari Petani

Jum'at, 24 Maret 2017
Oleh: Muhaimin Iqbal
 
Waktunya tinggal 13 tahun lagi dari yang ditargetkan Uni Eropa untuk ekonomi mereka berubah dari fossil-based economy menjadi bioeconomy yang lebih sustainable, Mereka bahkan sudah memiliki blue print yang sangat jelas tentang The European Bioeconomy 2030. Meskipun belum sedetil Uni Eropa dalam merumuskannya, negara-negara lain pasti juga akan mengikutinya. Bahkan salah satu negeri yang berpeluang sangat baik di era bioeconomy adalah Indonesia, dan ini berarti juga peluag besar bagi para petani untuk mengambil perannya yang lebih significant dalam ekonomi negeri ini kedepan.


Peluang  itu antara lain sudah saya bahas dalam tulisan dengan judul Grainomy – ekonomi berbasis biji-bijian. Pada bahasan ini saya beri contoh yang lebih detil tentang kelompok biji-bijian yang karakternya disebut secara khusus di Al-Qur’an, di surat yang sangat indah surat Ar-Rahman ayat 12.

Ibnu Katsir ketika membahas makna ‘wal habbi dzul ‘asf’ di dalam ayat tersebut menjelaskan bahwa ini adalah untuk tanaman yang selain menganghasilkan biji-bijian, juga menghasilkan batang dan daun – bahasa kitanya hijaun – yang umumnya untuk pakan ternak (Fodder). Tanaman yang memiliki karakter seperti ini adalah biji-bijian utama yang sekarang mendominasi pangan dan pakan dunia seperti gandum, padi, jagung, sorghum, barley dlsb.

Pada era bioeconomy, kegunaan tanaman-tanaman tersebut akan semakin luas, karena tidak hanya akan berhenti pada pangan dan pakan, tetapi juga menjadi sumber energi baru dan terbarukan – new and renewable energy. Dari satu jenis tanaman seperti sorghum saja misalnya, dari biji, batang dan daun – secara umum disebut biomassa sorghum – dapat dihasilkan energi listrik maupun bahan bakar (fuel) sekaligus.

Bisa jadi saat ini secara ekonomi belum bersaing sepenuhnya dengan sumber energi lain seperti batubara dan minyak bumi, tetapi ketika kita sadar bahwa setiap tiga bulan kenyataannya harga listrik kita naik, harga bahan bakar minyak juga terus berfluktuasi – maka Uni Eropa mungkin sekali benar, bahwa dalam 13 tahun yang akan datang solusi itu harus datang dari biomassa.

Saat inipun negeri ini keteteran mengejar supply energi listriknya untuk menunjang pertumbuhan ekonomi, sampai-sampai harus menyewa kapal generator raksasa dari Turki untuk mengejar supply listrik di Indonesia bagian timur. Rumah tangga dan industri mulai menjerit dengan biaya listrik yang naik setiap tiga bulan, mengapa tidak mulai diseriusi sumber energi berbasis biomassa ini.

Genset-genset berbahan bakar pellet biomassa berbagai ukuran kini juga sudah mulai tersedia secara komersial. Ini bisa menjadi solusi untuk daerah-daerah yang belum terjangkau listrik sementara sumber-sumber biomassa tersedia melimpah di negeri ini.

Sebagai contoh ilustrasi perhitungan ekonomisnya saat ini kurang lebih sebagai berikut :

Untuk tananaman yang menghasilkan habb dan ‘asf seperti yang teruraikan dalam ayat tersebut di atas, habb atau biji-bijiannya tentu yang utama – dan ini untuk pangan dan pakan, saya tidak menganjurkan habb-nya untuk energi karena nanti akan menimbulkan krisis baru di bidang pangan dan pakan. Tetapi  ‘asf-nya bisa digunakan untuk pakan maupun energi. Batang sorghum yang diperah, cairannya bisa menjadi sumber bahan bakar cair – fuel – bioethanol. Bila batangnya dikeringkan setelah diambil cairannya ataupun tidak, hasilnya menjadi pellet – yang bisa diumpankan untuk genset berbahan bakar pellet.

Sekali tanam satu hektar lahan sorghum menghasilkan biomassa basah sekitar 300 ton per tahun – karena sorghum sekali tanam bisa panen tiga kali. Biomassa kering yang bisa dihasilkan sekitar 67 ton. Tingkat teknologi yang ada sekarang bisa mengkonversi antara 0.75 sampai 1.5 kg biomassa  kering menjadi 1kWh listrik.

Harga listrik PLN per Maret 2017 adalah Rp 1,467.28/kWh dan terus naik setiap tiga bulan. Jadi saat ini 1 hektar tanaman sorghum bisa menghasilkan listrik senilai 67,000 x Rp 1,467.28  atau Rp 98,307,760 per tahun – bila saya ambil konversinya yang 1 kg biomassa menghasilkan 1 kWh.

Tentu dibutuhkan investasi genset berbahan bakar pellet-nya yang masih mahal saat ini. Untuk skala terkecil yang ada di Amerika misalnya, harganya sekitar US$ 30,000 untuk kapasitas 20 kilo Watt, semakin besar semakin turun relative terhadap kapasitas.

Tetapi teknologi berkembang dengan sangat cepat, di Indonesia juga banyak insinyur-insinyur pinter yang saya yakin mampu membuat genset berbasis biomassa yang murah dan berefisiensi tinggi. Demikian pula kapabilitas menanam sorghum dalam skala besar tidak perlu diragukan lagi , karena sudah ada sentra-sentra sorghum dalam skala yang besar seperti di Dompu dlsb.

Maka inilah solusi dari para petani itu, ketika industri-industri menjerit karena kenaikan harga listrik berkala – kami para petani menanam biji-bijian – yang hasil sampingnya saja bisa menjadi sumber bahan bakar untuk menghasilkan energi listrik yang mulai layak untuk dipertimbangkan, dan insyaAllah menjadi competitive edge tersendiri bagi the earliest adopter-nya.

Sambil memberi solusi bagi kebutuhan energi untuk industri, ini juga jalan untuk memakmurkan para petani sendiri. Mereka bukan lagi hanya bertani untuk memproduksi pangan dan pakan, tetapi juga akan memproduksi bahan bakar industri. InsyaAllah akan segera datang eranya untuk daerah-daerah pertanian menjadi sumber kemakmuran baru bagi negeri ini.

Bila Eropa baru mentargetkan Bioeconomy 2030, kita bisa melakukannya jauh lebih cepat bila kita siap mengeksekusinya. Bertaninya kita sudah jelas bisa, teknologinya juga tidak tinggi-tinggi amat, bahkan kalau kita tidak mau buat – sekarang beli saja juga sudah ada. Maka implementasi konsep ini bisa sangat cepat, perlu 3-4 bulan untuk tanam sampai panen sorghum, waktu yang sama untuk mendatangkan genset siap pakai berbasis pellet biomassa – maka industri yang akan menerapkannya bisa melakukannya tahun ini juga !

Pasti ada maksudnya ketika Allah secara khusus dalam suratNya Yang Maha Pemurah (Ar-Rahman) menyebut tanaman kategori ‘Wal Habbi Dzul ‘Asf’ ini, ini hadiah dariNya bagi negeri agraris yang bisa menanam tanaman tersebut bahkan di buminya yang mati sekalipun (QS 36:33).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar