Kelahiran dan Kematian Uang…

Ascent of MoneyTulisan ini terinspirasi dari buku dengan judul The Ascent of Money – a Financial History of the World  karya Nial Ferguson (Penguin Books, 2008 & 2009) yang baru saya selesaikan membacanya akhir pekan ini. Buku yang ditulis oleh profesor sejarah di tiga perguruan tinggi top dunia tersebut (Harvard, Oxford dan Stanford) merupakan salah satu best seller dunia karena faktor penulis yang memang kondang dengan buku-buku sebelumnya dan juga buku ini tepat waktu – yaitu pada saat orang di seluruh dunia gundah dengan uangnya.


Buku ini menguraikan cukup detil mulai dari cara berfungsinya uang tertua dalam sejarah yaitu uang dari tanah liat yang ditemukan dari zaman raja Ammi-Ditana (1683-1647 SM) dari kota Sippar (Sekarang Iraq); sampai uang modern yang hanya ada dalam memori komputer.

Namun yang paling menarik dari buku ini adalah temuan pak professor bahwa dalam sejarah peradaban manusia ternyata dunia keuangan tidak pernah mengalami ketenangan, dunia keuangan selalu dalam kerawanan demi kerawanan dari satu krisis ke krisis lain.

Penyebabnya menurut beliau ada tiga hal yang mendasar yaitu sebagai berikut :

Penyebab pertama adalah ketidak pastian akan masa depan itu sendiri. Peristiwa demi peristiwa secara uniq terjadi, berbeda satu sama lain sehingga tidak pernah cukup sample untuk membuat prediksi yang mempunyai reliabilitas dalam probability-nya .
Penyebab kedua adalah tingkah laku manusia yang tidak mau belajar dari sejarah, mereka begitu mudah mengambil risiko atau berjudi dengan nasibnya. Bahkan kemudian dikembangkan teknik-teknik untuk mentransfer risiko kepada pihak lain. Transfer risiko dalam bentuk Credit Default Swaps (CDS) misalnya adalah salah satu produk yang ikut menjadi penyebab utama krisis finansial global setahun terakhir.

Penyebab ketiga pak professor mengadopsi teori ‘the survival of the fittest’ dari terori evolusinya Darwin. Berdasarkan teori ini menurut beliau sejarah finansial dunia tidak lebih dari hasil mutasi institusional dan seleksi alam sehingga hanya yang paling kuat yang bisa bertahan.

Diakui oleh pak professor bahwa judul buku ‘The Ascent…’ yang bernada positif banyak diprotes pembacanya, karena melihat isinya seharusnya buku ini berjudul ‘The Descent…” yang lebih tepat menggambarkan pesimisme yang tersirat dalam kesimpulan akhir buku ini.

Yang juga menarik bagi saya adalah bahwa– pak professor yang ahli sejarah ini - ternyata juga tidak memberi solusi apa yang bisa ditempuh oleh umat zaman ini untuk bisa keluar dari lingkaran krisis finansial yang terus berulang. Dia juga ternyata tidak bisa belajar dari sejarah, sehingga buku beliau tersebut hanya menguraikan masyalah tetapi tanpa memberikan penyelesaiannya.

Sungguh beruntung kita memiliki dua sumber yang bila kita berpegang pada keduanya dijanjikan tidak akan sesat selama-lamanya, sumber ini adalah Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW.

Untuk ketiga hal yang menurut pak professor menjadi biang keladi dari krisis yang berulang  misalnya, berikut adalah jawabannya dari Al-Qur’an dan Al Hadits.

Mengenai Ketidak Pastian Masa Depan

Masa depan adalah hal yang pasti karena semua sudah tertulis di lohmahfuz sesuai ayat berikut : “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lohmahfuz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS 57 :22).

Sebagian dari yang sudah pasti tersebut kita tidak diberi tahu, tetapi sebagian yang lain kita diberitahu. Yang tidak diberitahu misalnya tentang dibumi mana dan kapan kita akan meninggal – maka tidak ada seorangpun yang tahu dalam hal kematian ini.

Yang diberitahu contohnya ada di ayat “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah...” (QS 2 : 276); maka beruntunglah orang yang mau menerima kabar yang sudah psti terjadi ini.

Karena ketetapan dan janji Allah pasti terjadi, maka kerja/amal yang paling efektif dan memiliki kepastian hasil adalah kerja/amal yang sesuai dengan kehendak Allah tersebut. Sebaliknya kerja/amal yang  melanggar kehendak Allah pasti tidak akan berhasil – betapapun keras kita mengupayakannya.

Mengenai Sikap Terhadap Risiko

Para ekonom kapitalis selalu berusaha menghindari risiko dan kalau dia tidak dapat menghindari risiko, maka dia akan berusaha memindahkan risiko tersebut ke pihak lain. Dari sinilah lahir asuransi, bunga bank dan lain sebagainya sebagai perwujudan  bentuk – bentuk pengalihan risiko atau risk transfer kepada pihak lain.

Dari hadits Rasulullah SAW : “ Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain “ (HR Ibnu Majjah), kita belajar bahwa umat ini tidak akan membahayakan dirinya sendiri maupun pihak lain.

Lantas bagaimana kalau kita harus menghadapi risiko dalam kehidupan, usaha dlsb. ?. Jawabannya adalah tolong menolong (ta’awun) antar sesama atau dalam ilmu manajemen risiko disebut risk sharing. Jadi risk transfer tidak boleh, tetapi risk sharing dianjurkan.

Itulah sebabnya dalam aqad-aqad Islam seperti aqad Mudharabah, tidak boleh ada pihak yang dijamin pasti untung sementara yang lain bisa rugi.


Hubungan Antara Yang Kuat Dan Yang Lemah

Ekonomi Islam tidak dibangun dengan adu kuat antara yang kaya dengan yang miskin,  sehingga tidak berlaku teori evolusi Darwin dengan ‘survival of the fittest’ – nya.

Dalam Islam yang kuat (kaya) mempunyai kewajiban terhadap yang lemah (miskin), kewajiban ini begitu pentingnya sehingga sering sekali didudukkan bareng  dengan kewajiban shalat.

Bahkan ketika penghuni surga bertanya kepada penghuni neraka : "Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?"; Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan salat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin”. (QS 74 : 42-44)

Dari ketiga jawaban tersebut diatas, jelaslah bahwa Islam dengan Al-Qur’an dan Hadits-nya memiliki sumber solusi untuk problem-problem dunia dewasa ini – bahkan juga dunia yang akan datang.

Maka ketika presiden Jerman Hosrst Koehler seperti dikutip kantor berita Reuters tahun lalu (14/05/08) menyatakan bahwa pasar finansial dunia telah berkembang menjadi ‘monster that must be tamed’ ,  lantas siapakah yang mestinya bisa menjinakkan monster  tersebut  ?. Keyakinan saya menyatakan bahwa umat yang diberi dua pegangan yang dijamin tidak akan sesat selamanya selama berpegang pada dua pegangan tersebut-lah yang bisa menjinakkan monster finansial ini. Wallahu A’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar