Hidup Bersama Angsa Putih Bernama Krisis Ekonomi...

Akhir pekan kemarin buku yang selesai saya baca berjudul Crisis Economics : A Crash Course In The Future of Finance ( The Penguin Press, New York 2010). Penulis utamanya  adalah ekonom kondang Amerika Nouriel Roubini yang pernah mengisi jabatan penting di gedung putih dan departemen keuangan Amerika semasa kepresidenan Bill Clinton. Roubini juga beberapa kali menjadi pembicara utama dalam forum ekonomi yang paling bergengsi di dunia yaitu World Economic Forum di Davos - Swiss, jadi nampaknya dia tahu betul apa yang ditulisnya di buku ini. Dalam bukunya kali ini dia didampingi oleh sejarawan ekonomi Stephen Mihm, untuk menguatkan isi bukunya dalam konteks sejarah ekonomi.

Roubini
Roubini's Book on Crisis Economics
Poin yang sangat menarik bagi saya dari buku ini adalah pendapat Roubini yang menyatakan bahwa krisis ekonomi bagi Roubini adalah bukan hal yang langka terjadi – dia menggambarkan nya sebagai angsa putih atau white swans – yaitu hal yang sudah seharusnya terjadi – angsa memang seharusnya berwarna putih !. Hal ini berbeda dengan pandangan ekonom pada umumnya yang menganggap bahwa krisis ekonomi adalah hal yang langka terjadi – hal yang tidak seharusnya atau tidak biasa terjadi yang sering dikiaskan dengan angsa hitam atau black swans – angsa tidak seharusnya berwarna hitam !.

Mengapa krisis ini terjadi dan terjadi lagi ?, penyebabnya selalu sama menurut Roubini yaitu ketika terjadi gelembung (bubble) maka selanjutnya pasti akan terjadi ledakan (bust) – namun ini mudah sekali dilupakan oleh para pelakunya. Seperti kita meniup balon, makin lama makin membesar dan kita tahu pada suatu titik pasti meledak – tetapi tetap saja balon tersebut terus kita tiup – maka pada suatu titik dor...!, orang tersentak, terkejut dan bertanya-tanya kok bisa ya ini terjadi ?. Padahal ketika meniupnya terus dan terus – seharusnya dia sudah tahu (ledakan ) ini pasti terjadi !.

Saat ini kita seperti hidup bersama angsa putih yaitu (potensi) krisis yang ada dimana-mana,  baik ini dalam skala nasional maupun global. Dalam skala nasional misalnya yang terjadi di sektor property, kita tahu apa yang terjadi di sektor ini tahun 1997/1998 di Indonesia . Dalam skala global , kita juga tahu krisis financial yang meluas dua tahun lalu pemicunya terkait juga dengan sektor property yaitu krisis sub-prime mortgage di AS.  Lantas mengapa salah satu penyebab krisis di Indonesia (1997/1998) dan Amerika (2008) tersebut seolah sama sekali tidak menjadi pelajaran bagi para pelakunya ; ya itu tadi karena para pelaku ekonomi mengganggap krisis ibarat angsa hitam yang  tidak akan atau tidak seharusnya terjadi.

Sikap para pelaku ekonomi ini misalnya akan berbeda bila dia bisa belajar dari sejarah krisis dan paham bahwa krisis akan (bisa) berulang .  Bila para pelaku yakin bahwa dengan system yang sama yang telah menyebabkan berbagai krisis dimasa yang lalu, maka sudah seharusnya (angsa berwarna putih) system yang sama akan kembali membawa krisis lagi dan lagi.

Sayangnya ekonom sekaliber Roubini sekalipun, dalam buku yang sangat laris tersebut tidak memberikan solusi yang jelas dan konkrit bagaimana kita bisa menghindar dari krisis demi krisis semacam ini. Mungkin karena tidak adanya solusi yang konkrit ini pula, sehingga meskipun sejak September 2006 dia sudah mengingatkan pemerintah dan warga Amerika akan segera terjadinya krisis yang dipicu oleh ledakan perumahan (housing bust) – dan benar-benar terjadi dua tahun kemudian !, tidak banyak yang menggubrisnya.

Tidak digubrisnya peringatan Roubini ini oleh pemerintahnya sendiri nampak jelas dari hasil wawancara wakil presiden Amerika semasa krisis terjadi yaitu Dick Cheney, di hari terakhir sebelum menyerahkan jabatan ke penggantinya – Cheney berucap bahwa “Tidak ada seorang-pun dimanapun yang cukup cerdas untuk mengetahui bahwa krisis semacam ini  akan terjadi”.


Dick Cheney ada sedikit benarnya bahwa tidak ada seorang-pun tahu apa yang bakal terjadi. Tetapi ada sunatullah yang dalam tataran ilmu manusia-pun kita bisa ‘tahu’ bahwa sesuatu ‘seharusnya’ akan terjadi; misalnya seperti contoh angsa diatas – ketika kita menungguin telur-telur angsa yang akan menetas – kita ‘tahu’ berdasarkan statistik kemungkinan terbesarnya adalah angsa berwarna putih yang akan keluar – bukan angsa hitam, meskipun tetap bisa terjadi dengan kemungkinan kecil – bahwa angsa hitam bisa juga keluar. Sama juga dengan ketika kita meniup balon terus menerus dan semakin membesar, kita tahu bahwa ledakanlah yang akan terjadi. Peringatan ibarat balon yang bakal meledak inilah yang yang diabaikan pemerintah Amerika waktu itu dan juga tentu diabaikan oleh warganya.

Nah kini Roubini dalam bukunya tersebut diatas menyampaikan hal yang sama, bahwa balon yang membesar dengan cepat berupa uang kertas yang dicetak dari awang-awang yang tidak terbayang sebelumnya jumlahnya ini – kecuali bila terjadi sesuatu yang sangat langka (angsa hitam) – maka yang akan terjadi seharusnya adalah hal yang sangat biasa ( angsa putih) – berupa booom – krisis berikutnya yang bisa jadi jauh lebih besar dari krisis-krisis sebelumnya.

Alhamdulillah bagi kita yang mengimaninya – kita memiliki petunjuk dari Al-Quran dan Al-Hadits yang dijanjikan kita tidak akan pernah sesat selamanya selama berpegang pada keduanya. Bahwa system ekonomi ribawi akan hancur kita tahu, karena diberitahu Al-Qur’an (QS 2 : 276). Lantas kalau kita tahu akan terjadi krisis (paceklik), apa yang bisa kita persiapkan ?, jawabannya juga ada di Al-Quran : “ Agar kamu bercocok tanam tujuh tahun berturut-turut secara sungguh-sungguh, kemudian apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan di tangkainya kecuali sedikit untuk kamu makan”.

Begitu penting dan luasnya arti ‘menanam’ ini, sampai-sampai ketika kiamat sudah tegak dan ditangan kita masih ada bibit pohon – kitapun masih diperintahkan untuk tetap menanamnya !. Wa Allahu A’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar