The Science of Waste

Dalam satu dasawarsa terakhir saya banyak sekali jalan di seputar Jabodetabek, dan menyaksikan ada semacam pembusukan peradaban yang menurut saya harus segera ada yang mengatasi. Karena semakin padatnya rumah-rumah, tidak semuanya memiliki system pembuangan sampah. Akibatnya di tempat-tempat tertentu orang membuang sampah sembunyi-sembunyi di jalan umum dan bahkan di jalan layang. What’s wrong with us ? begitu banyak scientist, ulama, dan para innovator tetapi membiarkan hal semacam ini terjadi?


Di Depok orang membuang sampah di atas project pembuatan jalan tol, apa yang terjadi ketika jalan tol tersebut sudah beroperasi ? pasti akan mencari sasaran lain bila tidak ada solusinya hingga saat itu. Di wilayah Bekasi bahkan orang membuang sampah di atas jalan layang, setiap kali ditertibkan dan dibersihkan – esuknya terulang lagi dan lagi, karena aparat kan tidak mungkin mengawasinya 24 jam !

Menurut saya harus ada tipping point, dimana masyararakat berubah total – dari yang tidak bertanggung jawab – dalam hal membuang sampah ini , menjadi masyarakat yang concern dan mau berbuat baik untuk kepentingan bersama. Harus ada perubahan dari penyebab masyalah menjadi pemberi solusi. Dan untuk ini yang paling mungkin bisa memulainya ya para scientist dengan pemikirannya, para ulama dengan dakwahnya, dan para innovator dengan melihat peluangnya dst.

Dari sisi science-nya misalnya, kami telai mulai dengan mengumpulkan riset-riset yang mencoba mengatasi masalah sampah ini dari seluruh penjuru dunia – agar kita tidak perlu re-invent the wheel lagi. Yang secara khusus menarik kami adalah riset yang dilakukan oleh dua orang peneliti di Canada tahun 1970-an yaitu A.D. McIntyre dan M.M. Papic.

Karya mereka ini kemudian dimuat dalam The Canadian Journal of Chemical Engineering dengan judul Pyrolysis of Municipal Solid Waste. Sangat scientific jadinya tidak menarik kalau saya ulas panjang lebar di sini, tetapi ringkasannya kurang lebih begini.

Apapun sampah perkotaan itu, baik berupa plastic, kertas, karton, sisa-sisa makanan – unsur dasar pembentuknya adalah sama, yaitu tiga utamanya dari Carbon (C ) , Hydrogen (H) dan Oxygen (O). Maka diperlukan proses yang bisa mengembalikan seluruh bentuk sampah tersebut ke unsur dasar pembentuknya, agar dia kembali bisa berguna secara luas.

Salah satu proses itu disebut Pyrolysis yaitu pemanasan dengan sedikit atau tanpa oksigen, artinya pemanasan di ruang tertutup. Dari percobaan dua scientist tersebut, kurang lebih hasilnya sebagai berikut :

Ketika sampah dipanaskan di ruang tertutup, sampah beraneka ragam termasuk yang mengandung kadar air tinggi – menjadi mengering dan menguapkan kadar airnya pada suhu antara 100 sampai 200 derajat Celcius. Kemudian ketika diteruskan pada suhu antara 200 sampai 500 derajat Celcius dia berubah menjadi arang dan sebagian mulai menjadi gas.

Bila semuanya dibiarkan tertutup sehingga tidak terjadi asap keluar dan terus dipanaskan lagi, maka asap yang sebagian besarnya adalah uap air dan carbon dioksida tersebut akan mengalami reduksi ke unsur-unsur dasarnya. Diantaranya melalui reaksi bolak-balik yang disebut Boudouard Reaction (2CO <=> CO2+C) dan Water Gas Shift Reaction (CO+H2O <=> CO2+H2). Kedua reaksi bolak-balik tersebut terakselerasi pada suhu tinggi, dan hasilnya adalah sebagaimana grafik di bawah ini.

Diolah dari hasil riset A.D. McIntyre dan M.M. Papic dalam Pyrolysis of Municipal Solid Waste


Kita bisa melihat sekarang unsur apa yang dominan dari hasil proses pyrolysis ini, yaitu hydrogen dan carbon monoksida – yang kemudian campuran keduanya disebut Syngas atau Synthetic Gas. Syngas adalah bahan bakar bersih yang bersifat carbon neutral – tidak menimbulkan pencemaran baru – karena semua unsur carbonnya sudah dihasilkan melalui proses sebelumnya (waktu membuat plastic dari petrochemical) dan terkompensasi dengan tanaman yang ketika di masa hidupnya terus menerus menyerap CO2, sebelum akhirnya dipanen untuk menghasilkan makanan dari zat organiic yang kemudian menyisakan limbah.

Dari sini kita bisa melihat bahwa dari sampah dia seharusnya bisa diolah untuk menghasilkan energy bersih yang ramah lingkungan, menghilangkan sampah an-organic dari mecemari tanah sampai lautan, dan menghindarkan masalah social karena bau yang ditimbulkan oleh sampah-sampah organic.

Sekarang next stepnya giliran para ulama untuk mendakwahkan tanggung jawab membersihkan sampah dari lingkungan kita ini, bagaimana caranya ? Intinya pengolahan sampah tidak bisa tersentralisasi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sampah yang sampai TPA adalah sampah yang sudah berhari-hari dan otomatis sudah menimbulkan bau dan pencemaran kemana-mana.

Saya sampai harus menjual rumah saya di wilayah elit di Bekasi karena kawatir hidung kami sekeluarga kebal dengan bau-bau-an. Awal kami membeli rumah tersebut masih tercium bau, lama-lama kok tidak bau lagi – kami kira sampah sudah ditangani dengan baik sehingga tidak bau lagi.

Tetapi setiap kami menerima tamu dan acara keluarga keluhan bau itu tetap ada – padahal kami sudah tidak menciumnya lagi. Eh ternyata setelah sekian lama kami tinggal di sana, hidung kami menjadi kebal oleh bau-bauan sampah ini, sebelum kekebalan penciuman ini berdampak lebib lanjut – kami putuskan untuk menjual saja rumahnya !

Intinya sampah harus kita atasi in situ – di tempat dia dihasilkan atau sedekat mungkin denga sumber sampah itu dan secepat mungkin dari proses produksinya sampah itu sendiri. Agar dia tidak menimbulkan masalah bagi orang lain yang tinggalnya di radius bau-bauan sampah di TPA atau jalan menuju rumahnya ikut kelaluan mobil-mobil sampah. Inilah tugas para ulama untuk mendakwahkannya, agar sampah kita tidak merugikan orang lain yang bahkan kita tidak mengenalnya sehingga kita tidak bisa meminta maaf kepada mereka !

Sebagian besar kita bukan scientist yang bisa mendalami masalah ini sampai akarnya, mungkin kita juga bukan ulama yang bisa menggerakkan jutaan orang untuk berbuat – tetapi yang jelas kita semua makluk ekonomi, kita semua bisa digerakkan untuk kepentingan ekonomi yang fitrah – ketika kita lapar kita akan mencari makan, ketika kita haus kita akan mencari minum – makanan dan minuman itu adalah benda ekonomi, yang menggerakkan aktifitas kita sebagai makhluk ekonomi.

Manusia modern butuh energy sebagaimana kita butuh makanan dan minuman, semakin maju kita – semakin banyak energy kita butuhkan. Nah, bukankah dari science yang terangkum dalam grafik di atas ada sumber energy murah – yaitu sampah ?

Dari grafik tersebut misalnya, kita bisa rancang mesin Waste To Energy  (WTE) – untuk mengolah sampah menjadi dua sumber energy sekaligus, yaitu energy untuk melakukan proses pemusnahan sampah itu sendiri – dan energy netto yang masih tersisa untuk dipakai perbagai kebutuhan lainnya.

Caranya adalah dari grafik tersebut kita tuangkan dalam minimal dua tabung besar – bahasa kerennya reactor, tabung pertama mengolah sampah sampai akhir – ujung grafik, untuk menghasilkan energy langsung, yang dipakai untuk proses eliminasi sampah menjadi energy.

Tabung kedua memanfaatkan energy yang timbul dari proses ini, untuk memproses sampai sampai suhu 200-300 derajat Celcius saja. Apa hasilnya ? hasilnya adalah arang, yang bisa dikumpulkan di masing-masing lokasi untuk kemudian dijual ke perbagai industri yang membutuhkannya. Ketika sampah menjadi arang, dia tdak lagi berbau dan dia tahan lama – dia adalah bahan bakar yang siap pakai dimanapun dan kapanpun.

Dari sini akan bisa muncul model bisnis menarik bagi komplek-komplek perumahan dan perkantoran yang ingin memproduktifkan sampahnya, yang tadinya liability kini bisa menjadi asset – yang bisa memakmurkan komplek itu sendiri.

Komplek perumahan dan perkantoran tetap meng-colect iuran sampah, tetapi sampah ini sendiri diolah dan menghasilkan net energy berupa arang. Hasil keseluruhan dananya visa untuk perbagai kegiatan peningkatan kemakmuran warga atau masyarakat lainnya.

Well, tentu tidak semua orang bisa berpikir menjadi innovator juga. Bagaimana kalau Anda menjadi sponsor saja ? Anda yang punya akses terhadap dana-dana CSR di perusahaan Anda, bisa menjadi sponsor untuk kegiatan kami di Indonesia Startup Center yang Alhamdulillah sudah mengkaji sampai khatam masalah persampahan ini.

Hasilnya berupa science yang sudah dituangkan dalam design engineering – mesin pengolah sampah untuk tingkat rumah tangga atau komplek perumahan , perkantoran dlsb. Para mekanik yang sangat mumpuni juga telah siap memproduksinya, mereka adalah para engineer yang terbiasa dalam rancang bangun pesawat ketika mereka di PTDI – tentu sangat capable untuk sekedar membuat mesin sampah berdasarkan kajian science tersebut di atas.

Hanya kami masih membutuhkan dana R & D beberapa ratus juta Rupiah untuk membuat mesin-mesin perdananya. Anda yang mensponsori project ini secara cukup, berhak untuk memiliki mesin-mesin perdana yang insyaAllah akankami hasilkan ini. Tertarik untuk berbuat baik ? hubungi kami di : ceo@iou.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar