Halal Haram Uang Crypto


Selasa, 4 Desember
Oleh: Muhaimin Iqbal
 


   
Satu dasawarsa terakhir dunia mengenal uang jenis baru yaitu uang crypto atau lebih dikenal dengan Cryptocurrency. Uang ini dihasilkan melalui teknologi cryptografi yang dipandang sebagai teknologi yang aman untuk transaksi di zaman modern ini. Teknologi adalah bebas nilai, bila digunakan untuk melahirkan produk barang atau jasa yang haram maka produk-produknya menjadi haram, bila digunakan untuk menghasilkan produk halal, ya tentu produknya tetap halal.

         Karena masih terbatasnya referensi syariah yang membahas uang crypto ini, saya tidak bermaksud untuk berfatwa tentang halal haramnya uang crypto ini, meskipun sudah ada fatwa kehalalan cryptocurrency tertentu di malaysia. Tetapi saya sebatas menyampaikan karakter dari berbagai sudut pandang yang terkait dengan uang crypto ini sehingga ulama-ulama yang berkompeten bisa mengkajinya dan memberikan fatwa bila umat membutuhkannya.


          Selama belum ada fatwa yang spesifik terkait uang crypto di negeri ini, tulisan ini juga bisa menjadi pemicu para pengguna untuk mendalami lebih lanjut segala seluk-beluk teknologi baru yang oleh Word Economic Forum (WEF) akan merepresentasikan 10% GDP dunia pada tahun 2025. Disatu sisi umat islam tidak boleh ketinggalan dalam pacuan penguasaan teknologi, disisi lain umat ini tetap memiliki panduannya sendiri yang baku tentang apa-apa yang halal dan apa-apa yang haram.

         Cryptografi yang kemudian melandasi lahirnya teknologi baru yang disebut blockchain juga harus sangat dikuasai oleh umat ini agar percaturan dalam melahirkan peradaban modern umat juga ikut menentukan arahnya. Sebenarnya teknologi blockchain tidak hanya terkait dengan uang atau cryptocurrency, teknologi ini juga menjadi salah satu enabler teknologi untuk lahirnya industri 4.0, menjadi teknologi yang efektif untuk pengelolaan identitas, menjadi dasar untuk pengelolaan asset registry yang reliable dan berbagai manfaat lainnya. 

         Namun untuk tulisan ini saya batasi bahasannya hanya pada penggunaan teknologi ini untuk lahirnya mata uang yang baru. saya memisahkan mata uang kedalam tiga fungsi dasarnya : sebagai medium of exchange (alat tukar), sebagai unit of account (satuan pencatatan atau timbangan yang adil) dan sebagai store of value (penyimpan nilai). kemudian tiga fungsi ini saya matrik kan tiga jenis uang crypto yang ada di pasaran saat ini yaitu saya kelompokkan menjadi tiga jenis.

         Pertama adalah yang saya sebut cryptocurrency itu sendiri, dia adalah murni sebagai alat tukar yang dihasilkan melalui cryptografi. Dia tidak mempunyai rujukan nilai baku. Nilainya semata-mata ditentukan oleh supply and demand yang ada di pasar. Karena sifatnya yang demikian, cryptocurrency nilainya bisa naik secara drastis dan demikian juga dengan penurunannya.

      Uang crypto seperti bitcoin misalnya, nilainya sekarang turun tinggal kurang dari sepertiganya dibanding nilai tertingginya tahun lalu. uang lain yang semula digadang-gadang akan melebihi bitcoin yaitu etherium, nilainya sekarang malah tinggal kurang lebih seperenamnya dari nilai awal tahun ini.

          Karena fluktuasi nilai yang begitu tinggi dalam waktu yang begitu singkat, memegang uang ini mengandung tingkat ke-ghoror-an yang tinggi. Karenanya uang jenis cyprocurrency ini menjadi tidak adil untuk digunakan sebagai alat muamalah yang tidak tunai, untuk pinjam meminjam misalnya, bisa sangat merugikan bagi si peminjam bila nilainya naik drastis dan sebaliknya sangat merugikan yang meminjami bila nilainya turun drastis. 

          Karena sifat yang demikian pula cryptocurrency juga tidak dianjurkan untuk store of value atau penyimpan nilai. Anda pasti rugi besar bila anda membeli bitcoin atau etherium akhir tahun lalu dan masih memegangnya hingga ini.

         Yang kedua adalah apa yang saya sebut cryptocommodity. Ini adalah untuk penggunaan cryptografi untuk bahan baku atau bahan setengah jadi atau komoditi pada umumnya termasuk komoditi-komoditi modern seperti digital commodity, server time, hosting capacity dan lain sebagainya.

         Intinya yang saya kelompokkan dalam cryptocommodity adalah segala bentuk commodity fisik seperti emas, perak, gandum dan produk pertanian lainnya yang secara umum disebut benda-benda ribawi (fungible goods), yang kemudian di digitalisasi atau bentuk lain yang memang semula sudah digital yaitu seperti server time dan hosting capacity tersebut.

          Karena cryptocommodity ini nilainya mewakili benda-benda atau komoditi nyata yang ada nilai intrinsiknya, maka nilainya tidak bisa berubah secara drastis. Komoditi seperti emas misalnya, nilai daya belinya terbukti relatif stabil untuk periode yang amat sangat panjang lebih dari 1400 tahun.

           Bila di zaman Nabi Muhammad SAW satu kambing bisa dibeli dengan uang emas 1 dinar (4,25 gram), satu dinar yang sama yang saat ini nilainya dikisaran 2,3 juta rupiah tetap cukup untuk membeli seekor kambing. Selain daya beli yang relatif stabil dalam jangka panjang ini, emas juga memiliki nilai pasar global yang bergerak setiap saat dalam 24 jam sehari dengan tingkat fluktuasi yang relatif rendah.

         komoditi-komoditi lain seperti perak, gandum, jagung, beras dan berbagai produk tambang dan produk pertanian lainnya juga memiliki nilai instrinsik yang bergerak relatif stabil dalam jangka panjang. Sehingga komoditi-komoditi ini juga jauh lebih aman untuk didigitalisasi menjadi digital asset atau yang lebih spesifik cryptocommodity dibanding dengan cryptocurrency yang tidak memiliki nilai instrinsik.

          karena sifatnya yang demikian, cryptocommodity bisa menjadi aktualisasi di zaman kini tentang hadist jual beli yang menyebutkan "Jual beli emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, beras gandum dengan beras gandum, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam harus dari tangan ke tangan dan sama berat, bila jenisnya berlainan lakukan semaumu (sesuai kesepakatan) asal dari tangan ke tangan".

           Dengan karakter seperti ini cyptocommodity bisa menjadi uang zaman now yang sejalan dengan hadist tersebut diatas. Dia menjadi medium of exchange (alat tukar) dan unit of account (satuan nilai) yang paripurna. Untuk menjadi store of value cryptocommodity saya beri catatan khusus yaitu dapat digunakan secara terbatas. Hal ini karena adanya larangan menimbun emas, perak, gandum dan lain sebagainya di Al Qur'an (At Taubah : 34). Jadi bila menimbun fisiknya dilarang, menimbun secara digitalnya yang berarti juga menuntut backup asset yang sama juga masuk kategori ini.

         Namun demikian, menyimpan dalam jumlah yang terbatas sekedar cukup untuk mencover kebutuhan masa depan juga diijinkan. Di Al Qur'an ini pun diberi contoh yaitu ketika Nabi Yusuf diperintahkan menyimpan sebagian hasil panen untuk mengantisipasi paceklik yang panjang (Q.S Yusuf : 48).

        Yang ketiga adalah apa yang saya sebut cryptotoken, yaitu representasi digital aset untuk produk barang atau jasa yang bisa dinikmati langsung oleh penggunanya. Contohnya adalah seperti pulsa telfon, tiket penerbangan, hak tinggal atau hak penggunaan rumah/apartemen dan lain sebagainya yang bisa digitalisasi atau di token kan dengan teknologi blockchain.

       Bentuk yang ketiga atau cryptotoken ini bisa untuk medium of exchange atau alat tukar, bisa juga sebagai unit of account tetapi penggunaannya terbatas atas sesama pengguna produk barang atau jasa yang ditokenkan tersebut. Fungsi cryptotoken lebih kearah pengamanan kebutuhan atas barang atau jasa yang ditokenkan tersebut untuk masa-masa yang akan datang. Jadi fungsi store of value nya lebih dominan.

        Saya beri contoh seperti ini, kalau saya punya pabrik dan pabrik saya butuh banyak sekali energi listrik saya menjadi sangat sulit memprediksi biaya produksi saya dalam jangka panjang karena harga energi listrik bisa naik sewaktu-waktu. kalau saja penyedia energi listrik bisa men token kan produknya dan bisa menjual ke saya dalam bentuk token yang berlaku jangka panjang, saya akan aman untuk membeli token listrik tersebut untuk periode yang panjang. Dengan demikian ongkos produksi saya yang sangat dipengaruhi oleh biaya listrik bisa saya amankan sehingga harga produk akhir saya menjadi lebih predictable.

         Dengan uraian tersebut diatas mudah-mudahan menjadi jelas bagi kita sekarang, kalau toh kita ketinggalan dalam era industrialisai 1.0 hingga 3.0, di industri 4.0 umat ini tetap berpeluang untuk mengejar ketinggalannya dengan menguasai dan menggunakan teknologi-teknologi yang akan membentuk perdaban 4.0 yang di trigger oleh industri 4.0 yang antara lain difasilitasi oleh enabler teknologinya, salah satunya adalah teknologi blockchain ini.

         Dengan perbedaan karakater dari berbagai jenis uang crypto diatas kita harus pandai memilih penggunaannya sesuai dengan kebutuhan kita. Sebagai contoh, kalau saya hanya menggunakan sebagai alat transfer lintas batas untuk anak saya yang sekolah diluar negeri maka pilihannya saya bisa menggunakan cryptocurrency ataupun cryptocommodity. Kalau saya mau rise fund untuk usaha saya yang melibatkan banyak pihak didalam dan diluar negeri dan saya ingin adil bagi seluruh investor saya dengan unit of account yang nilainya bisa terus diandalkan maka pilihannya adalah cryptocommodity. Tetapi bila investor-investor saya ingin nilai uang cryptonya juga tumbuh diluar nilai uang itu sendiri, maka pilihannya adalah cryptotoken.
 
          Namun ketiga-tiganya juga bisa digunakan secara bersamaan dengan menonjolkan peran masing-masing. Misalnya saya membuat produk hipotesis berupa rumah tahan gempa dan ecofriendly yang terbuat dari serat bambu yang bisa dipesan atau diperjualbelikan secara global maka saya bisa menggunakan tiga jenis uang crypto tersebut diatas sekaligus.

     Untuk pembayaran pesanan lintas batas dapat memilih menggunakan cryptocurrency ataupun cryptocommodity untuk unit of account pembiayaan dengan eco crowd funding dapat menggunakan crypcommodity. Sedangkan para pembeli rumah ramah lingkungan tersebut dari seluruh penjuru dunia dapat membelinya secara bertahap dalam satuan cryptotoken. Masing-masing jenis crypto ini bisa saling dipertukarkan dalam sistem yang dalam sejarah islam dikenal sebagai sharf. Jadi meskipun kita menggunakan berbagai jenis uang yang berbeda ketiga-tiganya bisa diintegrasikan untuk suatu produk yang sama.

            Agar umat tidak ketinggalan dalam penguasaan teknologi yang satu ini maka insyaallah dalam waktu dekat kami akan meluncurkan Indonesia Crypto Center (cyptox.id) yang tugasnya adalah mengedukasi dan memfasilitasi segala elemen umat yang ingin menguasai teknologi ini, menyediakan fasilitas magang, riset and development, dan sharing knowledge maupun informasi yang terkait. Insyaallah.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar