Rabu, 19 April 2023
Oleh: Umi Rohimah
“Mik, ini Mik,” tiba-tiba saja Niswa
datang dan langsung mengangsurkan sebuah amplop putih kumal, membuyarkan
konsentrasi saya yang sedang mengetik di komputer.
“Apa ini?”
“Sangu Riyaya.”
“Kok dikasihkan ke Umik?”
“Kata Ibuk mau dibelikan emas.”
Hari itu 17 Mei 2022 untuk pertama kalinya Niswa, gadis kecil kelas 2 SD anak
asisten saya yang juga tukang bubur, membeli emas. Niswa membeli emas batangan
LM Antam seberat 1 gram itu dengan uang saku lebaran yang diterimanya dari para
tetangga dan sanak saudaranya.
Ternyata ini isi amplop yang diberikan
Niswa pada saya.
Pada awal tahun 2023, tepatnya 17 Januari 2023, Niswa membeli lagi 1 keping dengan berat yang sama. Nampaknya sanak saudara Niswa juga memberinya “angpau” pada liburan tahun baru Masehi. Ditambah dengan uang tabungan Niswa yang dia sisihkan dari uang saku sekolah, uang saku tahun baru itu dibelikan 1 gram emas. Maka sekarang Niswa punya LM Antam 1 gram sebanyak 2 keping.
Niswa bangga dengan tabungan emas yang
dibelinya dengan uang saku lebaran.
Beberapa hari terakhir pada Ramadhan ini,
Niswa yang sekarang sudah kelas 3 SD semester kedua sibuk menghitung uang tabungannya
dan sudah tidak sabar lagi menunggu datangnya Idul Fitri. Dia ingin segera
mendapat “galak gampil” (istilah Bahasa Jawa untuk uang saku lebaran) untuk
melengkapi uang tabungannya untuk membeli keping 1 gramnya yang ketiga.
Pada bulan dan tahun yang sama pada
tanggal yang berbeda dengan pertama kalinya Niswa membeli emas, Haidar dan Izan
juga membeli emas pertama mereka. Pak Singgih dan Bu Nining, ayah ibu kedua
kakak beradik itu tidak ingin uang tabungan anak mereka habis hanya untuk
dipakai membeli jajanan. Izan, si adik membeli 1 keping 3 gram, sedangkan
Haidar, si kakak, membeli 1 keping 2 gram. Izan sangat antusias sekali dengan
ide menabung emas ini, dia ingin dia sendiri yang datang ke rumah kami, yang berada di blok yang sama dengan rumahnya, untuk mengambil emasnya.
Sudah menjadi tradisi bagi masyarakat
terutama di Jawa khususnya Jawa Timur saat Hari Raya Idul Fitri untuk
mengapresiasi puasa anak-anak dengan memberi mereka uang saku lebaran. Hal ini
tentu saja sangat menggembirakan bagi anak-anak itu. Mereka termotivasi untuk
berpuasa lagi bila Ramadhan datang dan yang belum berpuasa akan belajar untuk
berpuasa.
Sayangnya, penggunaan uang saku lebaran tersebut
kadang kurang tepat. Anak-anak sering kali menggunakannya untuk jajan
sembarangan dan berlebihan padahal saat-saat hari raya seperti itu makanan dan
jajanan melimpah tersedia di rumah mereka. Kalau tidak begitu, mereka kadang
menggunakannya untuk membeli mainan tanpa mempertimbangkan manfaat dan harga
yang terlalu mahal.
Para orang tua bisa meniru apa yang dilakukan ayah ibu Niswa, Izan dan Haidar dalam memberi pemahaman kepada anak-anak mereka untuk menabung uang saku mereka dengan menukarnya dulu dengan emas. Emas batangan LM Antam pecahan 0.5 gram dan 1 gram yang beberapa waktu terakhir harganya sekitar 600 ribu dan 1 jutaan, cukup terjangkau untuk dibeli dengan uang “sangu riyaya” anak-anak itu.
Emas Batangan LM Antam pecahan 0,5 gram dan 1
gram.
Siapa sangka suatu saat nanti tabungan anak-anak
itu bisa dipakai untuk membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) saat mereka belajar
di perguruan tinggi. Apalagi kalau orang tua mereka juga menabung emas untuk
biaya pendidikan anak-anak mereka, kelangsungan Pendidikan anak-anak itu lebih
terjamin. In syaa Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar