Sahabat, bukankah kita sudah diingatkan

Beberapa waktu yang lalu, sebelum harga emas jatuh dua minggu yang lalu, beberapa rekan bertanya bagaimana pendapat kami tentang berkebun emas. Maklum, pada saat itu, dalam waktu satu bulan ada dua seminar tentang berkebun emas. Yang disebut berkebun emas adalah, membeli emas 24 karat, kemudian digadaikan, uang hasil gadai ditambahi uang tunai untuk membeli emas, dan digadaikan lagi, begitu dan seterusnya sampai beberapa kali (misalnya 5 kali). Pada saat jatuh tempo, emas-emas itu ditebus, dan dengan perkiraan kenaikan harga emas lebih dari 30%, maka setiap kali menebus akan mendapat untung lumayan.
Jaringan gerai dinar tidak menganjurkan hal ini. Bukan karena objek investasi (?) bukan dinar, tetapi ada unsur spekulasi di dalamnya. Saat ditanya pendapatnya tentang praktik sejenis berkebun emas, Pak Iqbal mengatakan, "Jangan menjadi kaya dengan berutang".
Sepanjang minggu yang lalu, di grup BBM kami banyak cerita dan keluh kesah dari petani emas ini. Ada yang rugi Rp 1,2 miliar ada yang sampai Rp. 2 m. Pertanyaannya, loh kok sampai rugi? Ya, karena setiap bulan ada biaya titip (gadai) yang harus dibayar, yaitu 1,5 s/d 1,7% dari harga emas saat dilakukan akad gadai. Nah, jika pada saat jatuh tempo harga emas sedang jatuh, maka tentu saja akan rugi dari dua hal, jatuhnya harga (jika mau dijual agar tidak rugi keterusan) dan bayar biaya titipan.
Sahabat, bukankah kita telah diingatkan untuk tidak melakukan muamalah yang mengandung unsur gharar (ketidakpastian), maisir (spekulasi/judi) dan riba?
Selamat memulai hari yang cerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar