Pengemis dan Pengamen Sebagai Cermin : Dimana UUD 45 Sekarang…?

Oleh: Muhaimin Iqbal
Selasa, 24 April 2012

Hari ini saya membaca tulisan surat pembaca di Kompas yang menceritakan keprihatinannya melihat turis asing ketakutan di Bandung karena ulah para pengemis. Bagi kita ini mungkin biasa, di angkot ada pengamen dengan wajah beringas dan memaksa. Di warung-warung tenda yang berusaha memutar ekonomi rakyat, pengamen dan pengemis silih berganti mengganggu pengunjung. Di lampu-lampu merah pun demikian dan bahkan juga datang ke rumah-rumah penduduk untuk komplek perumahan yang tidak terjaga. Masalahnya adalah apakah kita hanya bisa menyalahkan mereka ?.


Apa tidak kita lihat sebaliknya misalnya ?, bahwa keberadaan mereka-mereka ini adalah bukti nyata bahwa para penegak hukum, para eksekutif pemerintahan dari daerah sampai pusat, para anggota legislative – semuanya lalai dengan kewajiban konstitusional mereka ?.

Bukankah kita ada UUD 1945, yang diantara pasalnya ada yang berbunyiTiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” (Ps 27 ayat 2) dan juga Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.” (Ps 34) ?.

Lantas siapakah yang bisa menegakkan konstitusi dalam masalah yang satu ini ?. Siapa pula yang bisa membantu menagih hak para dhuafa yang dijamin undang-undang ini ?. Siapakah yang akan memperjuangkannya di BANGGAR DPR agar mereka mendapatkan alokasi anggarannya yang syah menurut UUD 45 ?.

Karena mereka miskin, bercerai berai tidak beraturan, tidak ada yang mengorganisirnya, tidak ada yang memperjuangkan haknya – maka tidak ada yang merasa bersalah di negeri ini ketika hak konstitusional mereka diambil paksa oleh yang memiliki kuasa.

Kepentingan mereka kalah dengan pembangunan stadion olah raga, karena tentu pembangunan projek-projek ini melibatkan tangan-tangan yang kuat untuk memperjuangkan kepentingannya. Kepentingan mereka kalah dengan pembangunan jalan, sekolahan dan projek-projek lain yang masing-masing ada promotornya.

Dan bagi mayoritas penduduk negeri ini yang muslim, meskipun secara pribadi kita tidak terkena kewajiban menurut pasal-pasal di UUD 45 yang mengatur orang miskin tersebut; tetapi justru di sebagian harta kita ada hak mereka. Sudahkan kita tunaikan ?

Maka setiap melihat para pengemis dan pengamen, mampukah kita melihatnya sebagai cermin ? Bahwa keberadaan mereka adalah karena ada hak mereka yang kita ambil, ada kewajiban kita yang belum kita laksanakan.

Lebih jauh mampukan kita melihat di antara wajah-wajah mereka yang memelas, yang kasar, yang bikin risih dlsb; sesungguhnya ada wajah-wajah penolong kita ?. Lho kok bisa ?, coba kita hayati hadits shahih ini : Tidakkah kalian ditolong dan diberi rizki melainkan karena adanya (do’a) orang-orang yang lemah diantara kalian.  (Shahih Bukhari, no 2681).

Dengan mengubah sudut pandang kepada saudara-suadara kita yang kurang beruntung ini, mudah-mudahan para pemimpin, penegak hukum dan pembuat hukum dapat memenuhi kewajiban konstitusional mereka. Dan bagi kita rakyat biasa, mudah-mudahan kita juga bisa memenuhi kewajiban syariat kita.

Negeri akan nyaman karenanya, dan bangsa juga insyaAllah akan tinggi martabatnya. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar