Ketika Wong nDeso Naik Pesawat…

Oleh: Muhaimin Iqbal
Rabu, 23 Mei 2012

Pada suatu akhir pekan yang padat saya berangkat pagi-pagi ke sawah percobaan kami di Boyolali, disana telah menunggu dengan antusias rombongan petani yang datang dari sentra produksi beras nasional di Jawa Barat. Selesai berdiskusi di sawah bersama team kami dan para petani tersebut, saya harus bergegas balik ngejar pesawat ke Jakarta. Namanya juga dari sawah, tanpa saya sadari sepatu saya masih ada bekas tanah sawah disana sini ketika masuk ruang tunggu bandara. Rupanya beberapa penumpang lain melihatnya, saya membayangkan apa yang ada di pikiran mereka seandainya terucap mungkin akan bilang “ …ono wong ndeso naik pesawat…”.


Saya memperoleh pelajaran yang sangat berharga dari kejadian ini , bukan karena malu dilihat orang sebagai ‘wong ndeso’ – tetapi dari inspirasi solusi berbasis kecepatan putaran atau gerakan saya hari itu – yang bahkan tidak sempat membersihkan sepatu.

Yang biasa riwa-riwi naik pesawat kan orang-orang kantoran yang melakukan perjalanan dinas dengan biaya kantor, sementara kaum petani yang bekerja keras berusaha mensupplai kebutuhan pangan yang utama – tidak biasa melakukan perjalanan dengan pesawat udara ini. Yang biasa bergerak cepat adalah sektor-sektor lain, sementara para pelaku usaha di sektor utama – yaitu pangan, nyaris tidak bergerak.

Lantas saya berandai-andai, seandainya saja mobilitas para petani ini bisa tinggi sebagaimana mobilitas orang kantoran – maka tanah-tanah yang terlantar di berbagai wilayah negeri akan cepat terolah. Keberhasilan di suatu daerah akan cepat menyebar ke daerah lain, saling menularkan keterampilan akan mengakselerasi kecukupan pangan, petani akan memiliki harga jual terbaik untuk hasil pertanian mereka dlsb.

Untuk menggambarkan pentingnya perputaran atau pergerakan  yang cepat dalam menggerakkan sektor pertanian ini saya beri ilustrasi berikut :

Bila Anda punya uang Rp 1 juta, Anda pakai usaha dengan hasil bersih Rp 100 ribu. Cukup kah hasil ini ?, jawabannya tergantung berapa lama waktu yang Anda perlukan untuk memperoleh yang Rp 100 ribu tersebut. Bila perlu waktu setahun, maka hasil Anda tergolong rendah karena investasi Anda hanya memberikan return 10 % per tahun.

Tetapi bila Anda perolehnya dalam 1 bulan, maka hasilnya tinggi karena setara dengan 120 % per tahun. Bila Anda perolehnya setiap minggu maka akan sangat tinggi karena setara dengan 520 % per tahun. Bila Anda perolehnya setiap hari, maka ini luar bisa tinggi karena akan setara dengan 3,650 % per tahun. Hasil menjadi tidak terhitung manakali hasil tersebut diinvestasikan kembali yang oleh orang keuangan disebut efek compound.

Rupanya disini rahasia kecukupan rezeki bagi semua orang atau bahkan semua makhluk di bumi yang dijanjikan Allah itu (QS  11 :6). Sebagaimana Allah menjaga kelangsungan bumi dan tata surya sampai hari kiamat melalui pergerakan berputarnya, maka kecukupan rezeki bagi semua itu juga dijamin melalui perputaran harta. Itulah mengapa harta yang hanya berputar di golongan yang kaya saja tidak boleh (QS 59:7), apalagi harta yang tidak berputar.

Itu pulalah sebabnya, mengapa lahan pertanian yang dianggurkan atau tidak dimakmurkan oleh pemiliknya lebih dari tiga tahun – itu sesungguhnya sudah bukan lagi miliknya.

Bisa dibayangkan banyaknya lahan yang menganggur di negeri ini yang bisa dimakmurkan bila para petani memiliki mobilitas tinggi, mereka akan dengan senang hati terbang kesana kemari mengolah negeri - bila diberi kesempatan untuk melakukannya.

Jumlah penduduk bisa terus bertambah dan lahan pertanian semakin menyempit, tetapi inipun tidak mengurangi janji Allah bahwa semuanya akan tetap mendapatkan rezekinya. Allah Maha Kuasa dan Maha Memenuhi Janji, maka nampaknya bukan luasnya lahan dan banyaknya harta  yang menjamin ketersediaan pangan itu – tetapi melalui perputarannyalah pangan akan cukup.

Harta yang banyak bila ditimbun, sawah ladang yang luas bila dianggurkan – semuanya tidak akan membuat kecukupan pangan.  Sebaliknya harta sedikit yang terus berputar cepat, lahan yang sempit yang terus diproduktifkan – itulah yang akan menghasilkan pangan yang cukup bagi seluruh penduduk bumi itu.

Masih terisa beberapa pertanyaan lagi, yaitu bagaimana memproduktifkan lahan yang sempit agar cukup ?, bukankah masa panen sudah tertentu, produktifitas hasil juga ada batasnya ?. Samar-sama jawaban itu mulai terbayang dari serangkaian hasil eksperimen yang menjadi bahan diskusi dengan para petani tersebut di atas. Jawabannya nampaknya sekali lagi akan datang dari perputaran atau pergerakan yang lebih cepat.

Dari dahulu kita paham bahwa bila kita bisa mengintegrasikan peternakan dan pertanian, kambing dan sawah misalnya – maka keduanya akan saling menopang karena kotoran kambing menjadi pupuk dan dari lahan pertanian antara lain dihasilkan pakan kambing.

Tetapi masalahnya adalah tidak semua hasil atau limbah pertanian bisa dimakan kambing, bisa karena proteinnya yang rendah maupun karena kekerasan seratnya yang membuat tidak digestible di perut kambing. Kotoran kambing-pun bila dibiarkan apa adanya perlu waktu beberapa bulan untuk bisa menjadi pupuk yang efektif. Walhasil perlu upaya kita untuk mempercepat putaran dari hasil/limbah pertanian ke kambing dan dari kambing ke pupuk pertanian ini.

Percepatan putaran siklus pertanian ini Alhamdulillah sudah mulai kita coba juga. Dari kotoran kambing dapat dipercepat menjadi pupuk yang efektif hanya dalam beberapa hari melalui proses fermentasi, sebaliknya melalui proses fermentasi pula hasil atau limbah pertanian yang semula berprotein rendah dan tidak digestible menjadi berprotein tinggi dan digestible.

Jadi bahkan sektor peternakan dan pertanian yang mengurusi kebutuhan esensial manusia inipun insyaAllah bisa dipercepat perputarannya. Bila ini terjadi, Anda mungkin akan menjadi lebih banyak melihat wong ndeso yang belepotan dengan tanah riwa-riwi ke seluruh negeri dengan pesawat. Lahan-lahan yang gersang dan menganggur kini menunggu dimakmurkan, menunggu mereka-mereka ini untuk terjun mengolahnya. InsyaAllah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar