Kotak Cermin Pak Kyai…

Oleh: Umi Rohimah
Jum'at, 28 Juli 2012

Di suatu desa ada kyai mbanyol yang luar biasa cerdik dan pandai, dia mampu berfikir jauh di atas rata-rata orang desa tersebut , bahkan juga mungkin jauh dari rata-rata orang kota sekalipun. Saking pintarnya pak kyai ini, orang desanya menyebut pak kyai ini memilik ilmu laduni. Salah satu kreativitas pak kyai yang ingin saya angkat disini adalah kotak ajaibnya – mirip photo booth yang ada di mal-mal, tetapi keempat sisinya terbuat dari kaca cermin. Lantas untuk apa kotak cermin ini ?, ternyata inilah salah satu karyanya yang sangat efektif untuk membangun karakter para santrinya.


Ketika kotak cermin tersebut pertama kali akan digunakan,  pak kyai mengajarkan tafsir pada para santrinya, yang dibahas adalah surat Ali ‘Imran 139 “Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.”

Setelah selesai, seperti biasa pak kyai membuat Quiz : “ Siapa yang dimaksud kamu oleh ayat tadi ?. Mayoritas santri bisa menjawabnya bahwa yang dimaksud “kamu” adalah orang-orang yang beriman. Tetapi masalahnya adalah siapa orang-orang beriman yang paling tinggi derajatnya ini – dijaman ini, di tempat ini? lanjut pertanyaan pak kyai. Para santri saling menoleh satu sama lain, dan saling menggelengkan kepala – artinya tidak merasa bahwa merekalah yang seharusnya menjadi orang-orang beriman yang bisa mencapai derajat paling tinggi itu.

Karena pak kyai sering mengajak guyon para santrinya, maka pertanyaan yang terakhir ini juga dianggap mereka sebagai guyon. Lantas hampir serentak mereka menjawab Ya pak kyai to yang paling tinggi derajatnya diantara kami…!”. Pak kyai menjawabamin, tentu saya ingin ikut manjadi orang yang dipanggil ‘kamu’ dalam ayat tadi , tetapi demikian juga ribuan orang lain yang merasa diajak ‘bicara’ oleh Allah dan dipanggilnya ‘kamu’”.

Sekarang kalian berbaris, masuk kotak satu persatu – kenali siapa orang-orang yang dipanggil kamu oleh Allah tersebut. Maka didalam kotak yang keempat dindingnya terbuat dari kaca – sejauh mata memandang - para santri hanya melihat ribuan cermin dari wajahnya sendiri. Depan- belakang, kiri dan kanan ; semuanya hanya cermin dirinya sendiri.

Setelah semuanya mendapat giliran memasuki kotak cermin, pak kyai bertanya kembali ke para santrinya : Apakah kalian sudah mengenali orang-orangnya, siapa yang paling tinggi derajatnya tersebut ?Para santri menjawabkami pak kyai…!, Apa syaratnya ?. Dijawab serentak pulakami harus bener-bener menjadi orang yang beriman.

Merasa percobaan kotak cerminnya berfungsi dengan baik, pak kyai sering menggunakan kotak cermin tersebut dalam berbagai kesempatan. Ketika membahas surat Surat Ali ‘Imran 104 dan 110 pak kyai juga menggunakan kotak cermin ajaibnya. Begitu seterusnya setiap kali pak kyai ingin menanamkan pesan yang mendalam yang harus diemban oleh para santrinya.

Tidak hanya ketika membahas ayat-ayat Al-Qur’an kotak cermin tersebut digunakan, ketika melihat wc dan tempat wudhu kotor – pak kyai memanggil seluruh santrinya untuk baris di lapangan (karena banyaknya santri). Kemudian pak kyai berpidato : “…hari ini saya masih melihat wc dan tempat wudhu yang kotor, siapa yang bertanggung jawab …?. Para santri-pun merunduk tidak ada yang berani menatap pak kyai – kalau lagi serius seperti ini.

Karena nggak ada yang menjawab, maka pak kyai keluarkan instruksinya : sekarang kalian berbaris satu per satu, antri untuk semua masuk kotak secara bergantian – temui orang yang paling bertanggung jawab pada kebersihan tempat ini, tegur dia dengan keras, ingatkan dia – agar tidak pernah lagi meninggalkan tanggung jawabnya…. Sejak saat itu komplek pesantren pak kyai selalu terjaga kebersihannya, setiap saat ada kotoran sedikit saja – para santri langsung ingat – bahwa itu bukan tugas siapa-siapa, itu tugas dia sendiri.

Pada hari wisuda pelepasan para santri, pak kyai-pun  tidak lupa menyampaikan pesan terakhirnya kepada para santri melalui kotak cerminnya. Ketika dalam pidatonya beliau menyampaikan serangkaian pertanyaan retorika “…kalian yang akan terjun ke masyarakat !, kalian akan menjumpai keterpurukan umat ini, terjajah dari ekonomi, politik dan pemikiran. Kalian akan melihat rusaknya moral masyarakat sampai pejabat, korupsi dimana-mana. Kalian akan melihat kemiskinan, negeri yang hijau-royo-royo ini ternyata belum berhasil memakmurkan para penghuninya…. Siapa yang bisa memperbaiki ini ?, siapa yang harus bekerja tanpa pamrih untuk memperbaiki keadaan yang ada ?, siapa yang akan berani mengingatkan pejabat yang korup ?, siapa yang akan memberantas kemiskinan dan  kemaksiatan…?, siapa ?, siapa ?”.

Berulang terus pertanyaan pak kyai tanpa ada yang berani menjawabnya, sebagian santri yang baru saja dinyatakan lulus tersebutpun mulai berbisik satu sama lain “… sudah deh, pasti masuk kotak lagi kita…!”. Ternyata betul, sebelum meninggalkan mimbar – pak kyai mengeluarkan instruksinya :

Kalian yang akan terjun ke masyarakat, temui dahulu orang yang akan bertanggung jawab di setiap ada ketidak beresan,…ingatkan dia dengan keras agar melaksanakan tugasnya sebaik mungkin, tidak ada tanggung jawab yang bisa dilempar ke orang lain, hanya orang yang kalian temui di dalam kotak tersebutlah yang bertanggung jawab.”


Pelajaran ini ternyata membekas kepada para santri sampai mereka menjadi orang tua di masyarakat. Sebagaian diantara mereka setiap kali menemui ketidak beresan di masyarakat, membaca berita maraknya korupsi di tengah kemiskinan masal, kejahatan merajalela dlsb. mereka-mereka ini segera mencari cermin untuk melihat siapa yang bertanggung jawab, mereka bertanya kepada orang yang ditemuinya di cermin apa yang sudah kamu lakukan dengan tanggung jawabmu ?”.

Andai saja kotak cermin pak kyai diproduksi secara massal, kemudian ditaruh di setiap intansi eksekutif, legislative dan yudikatif. Di setiap tempat-tempat umum yang strategis, di perusahaan-perusahaan dlsb.dlsb. Maka budaya tanggung jawab itu akan melekat, berhenti menyalahkan orang lain, mulai dari diri kita, mulai dari tanggung jawab kita…Insyaallah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar