Kreativitas Gethuk Untuk Antisipasi Krisis Pangan Global…

Oleh: Muhaimin Iqbal
Selasa, 24 Juli 2012

Bagi Anda penggemar tempe, bersiap-siaplah menerima kenyataan bahwa tempe akan semakin mahal – itupun kalau masih ada di pasaran. Penyebabnya adalah sekitar 75 % kebutuhan kedelai yang menjadi bahan baku tempe masih harus diimpor, sedangkan di negeri asalnya – produksi kedelai musim ini anjlok karena dampak kekeringan yang panjang. Bukan hanya tempe yang kena dampak, segala makanan yang berasal dari kedelai, jagung dan gandum akan segera terkena dampak seriusnya krisis kali ini yang bahkan lebih serius ketimbang krisis pangan global 2008.


Tidak hanya pada produk yang langsung berbahan baku tiga komoditi tersebut yang kena dampaknya, produk-produk lanjutannya juga akan terkena. Misalnya jagung yang banyak diimpor untuk produksi pakan ternak, maka ketika jagung ini menjadi mahal – harga daging juga akan ikut mahal. Walhasil kekeringan yang terjadi di Amerika musim ini, langsung berdampak pada keterjangkauan harga pangan di negeri ini.

Tidak banyak mungkin yang bisa kita lakukan untuk mengatasi kenaikan harga-harga di musim ini, namun dalam jangka panjang mestinya ini menjadi pelajaran serius bagi pihak-pihak yang bertanggung jawab pada kebijakan produksi pangan di negeri ini.

Kita harus lebih kreatif mengolah sumber-sumber pangan dalam negeri ketimbang mengandalkan impor komoditi pangan. Juga waktunya untuk kembali memperkenalkan makanan tradisional kita, dari bahan-bahan yang ada di sekitar kita – agar negeri ini mampu bertahan dari krisis pangan-krisis pangan berikutnya yang besar kemungkinannya akan terus berulang secara global .

Dari sisi bahan baku pangan alternatif saya menjagokan antara lain gembili, ubi, garut/arerut dan berbagai jenis umbi-umbian yang bisa tumbuh di kerindangan pohon. Selain nutrisinya baik, kemampuan tanaman tersebut tumbuh di kerindangan pohon  akan menjadi keuntungan tersendiri karena bisa diproduksi secara massive di Indonesia di bawah tanaman-tanaman perkebunan dan kehutanan.

Lahan terbuka untuk menanam padi, jagung, kedelai dan sejenisnya semakin langka – maka pertanian tanaman pangan di lahan tertutup atau setengah tertutup – dibawah kerindangan pohon menjadi alternatifnya. Bayangkan bila nantinya negeri ini bisa kembali menjadi hijau royo-royo penuh dengan pepohonan jangka panjang dengan hasilnya masing- masing , dan dibawahnya masih pula menghasilkan bonus dari tanaman pangan musiman – yang cukup untuk kebutuhan penduduk negeri ini.

Kita tidak harus memilih antara memperbanyak lahan terbuka untuk meningkatkan produksi tanaman pangan bagi jumlah penduduk yang terus bertambah atau memperbanyak pohon untuk menghasilkan udara bersih, cadangan air dan mengembalikan ecosystem. Keduanya kita butuhkan, jadi bertani di bawah pohon bisa menjadi solusinya.

Lantas jenis makanan apa yang bisa dihasilkan oleh gembili, ubi, garut dlsb ?. Gembili dan ubi dapat dengan mudah dibuat tepung – setelah menjadi tepung tinggal kreatifitas kita untuk menghasilkan berbagi jenis makanan modern-nya. Garut dapat menhasilkan pati yang sangat baik – berbagai makanan kwalitas tinggi dapat dihasilkan dari pati garut ini.

Ada juga cara lain yang lebih sederhana penyiapannya yaitu mengolah ubi atau gembili tersebut menjadi gethuk. Bagi Anda yang belum tahu, gethuk adalah makanan tradisionil yang menyerupai pasta atau adonan tetapi lebih keras/padat. Gethuk bisa langsung dimakan dengan gula, dengan kelapa atau keduanya. Gethuk bisa menjadi sumber energi alternatif bila darurat pangan dunia terus bertambah parah.

Gethuk juga bisa diproses lebih lanjut menjadi berbagi jenis makanan lainnya, salah satu peserta pelatihan entrepreneurship saya di Surabaya bahkan sudah memasarkan produk semacam kue kering atau cracker yang sehat dan  lezat – berbasis gethuk ubi ini. Dari Jawa Timur, gethuk dari ubi juga sudah di ekspor oleh sebuah perusahaan ke beberapa negara asia – entah untuk apa lagi disana ?.

Ketika orang lain berbuat kerusakan, mestinya kita bisa memperbaikinya. Ketika negeri lain dilanda kekeringan dan krisis pangan, mestinya kita bisa membantunya seperti yang dilakukan Nabi Yusuf ‘Alaihi Salam. Ini hanya bisa kita lakukan bila kita memiliki strategi kita sendiri, kita tidak menjadikan mereka sebagai guru kita – sebab bila ini yang terjadi ‘Ketika sang guru…berdiri, kita akan….berlari’, ketika mereka kekeringan dan mengalami krisis pangan – kita yang menjadi korbannya yang lebih parah seperti yang dihadapi para perajin tempe hari-hari ini.

Kitalah yang seharusnya menjadi ustadiyatul ‘alam, guru bagi peradaban dunia itu. Maka bila ada yang mau meneliti atau mau mengadakan sayembara membuat berbagai pangan alternatif berbasis gethuk dari ubi-ubian, silahkan share dengan kami – barangkali kami bisa ikut berkontribusi. InsyaAllah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar