Selasa, 25 September 2012
Ketika para ulama masih berdebat tentang keharaman rokok, bunga bank dan produk-produk keuangan lainnya sudah sejak 8 tahun lalu diputus sebagai riba yang haram oleh kesepakatan para ulama melalui fatwa no 1 tahun 2004 MUI. Ironinya adalah perilaku yang ada di masyarakat terhadap rokok ini seolah jauh lebih berbahaya dari riba. Berbagai elemen masyarakat memusuhi rokok habis-habisan, tetapi nyaris tidak ada yang memusuhi riba.
Di
gedung-gedung mewah Jakarta, di tempat-tempat umum - para perokok
diasingkan di dalam kotak-kotak kaca atau malah diluar gedung – seolah
mereka adalah makhluk yang berbahaya dan menular - maka harus dijauhi.
Sebaliknya
riba, perusahaannya yang memproduksi dan menjual riba memiliki
gedung-gedung paling mewah, nasabah-nasabahnya dilayani bak raja
(khusunya yang prioritas) , kantor-kantornya dikerubuti ribuan
nasabahnya. Nasabahnya bahkan dilindungi dengan uang pemerintah yang
juga uang rakyat – sama sekali tidak ada yang melihat bahaya riba ini.
Riba bukannya dijauhi, malah difasilitasi.
Penjualan
rokok dibatasi, iklan-iklan mereka harus mencantumkan bahwa rokok
berbahaya bagi kesehatan. Penjualan riba di dorong, mereka boleh
beriklan segede-gedenya dengan terus terang menyebutkan bunga… %,
padahal bunga inilah yang diputus para ulama sebagai riba. Bolehkan
mereka beriklan bunga=riba …% ?.
Kalau
ada barang haram yang bebas dijual sebebas-bebasnya di negeri yang
mayoritas penduduknya muslim ini, itulah riba. Bila ada restoran menjual
babi dalam menunya – serta merta mereka dijauhi. Bila ada penyedap
makanan yang diisukan mengandung babi, serta-merta dijauhi. Tetapi
mengapa untuk suatu produk yang sudah jelas-jelas ada fatwanya sebagai
riba yang haram – tidak kita jauhi ?.
Bila
berbagai LSM dan NGO membela konsumen dan masyarakat agar tidak terkena
dampak penyakit sebagai perokok pasif, siapa yang membela umat ini dari
bahaya yang lebih besar yaitu dampak dari Riba ?.
Mengapa
konsumen mayoritas yang muslim ini tidak mendapatkan perlindungan yang
semestinya dari produk yang sudah tidak lagi diperdebatkan tentang
keharaman/riba-nya ?.
Saya
tidak membela rokok, tetapi hanya ingin memberi gambaran yang adil
bahwa seharusnya riba minimal sama dijauhinya, sama dibatasi
peredarannya, sama diingatkan konsumennya, sama dilindungi masyarakat
dari korbannya dst. sebagaimana perlindungan konsumen dan masyarakat
dari bahaya produk rokok.
Untuk
fairnya terhadap lembaga-lembaga seperti perbank-an, asuransi dlsb.
banyak di antara produk mereka yang bermanfaat juga, yang harus dijauhi
kan hanya yang mengandung riba – baik yang muncul ketika kita
menabung/investasi ataupun yang muncul ketika menerima pinjaman.
Maka
yang bisa dilakukan oleh lembaga-lembaga ini dengan bantuan MUI adalah
melabeli produk-produk mereka sesuai dengan kondisi kehalalan dan
keharamannya.
Hal
ini sudah dilakukan di supermarket-supermarket dan hotel-hotel, dimana
mereka memberi cap kepala babi untuk produk yang tidak halal. Di bank,
asuransi dan lembaga-lembaga keuangan termasuk koperasi – mereka bisa
memberi label mana yang halal dan mana yang haram – mengikuti guidance
atau supervisi langsung dari MUI yang telah mengeluarkan fatwa riba
sejak 8 tahun lalu tersebut.
Riba
tidak lebih aman dari rokok, bagi pelaku maupun dampaknya bagi
masyarakat. Mengapa kita tidak melakukan pencegahan-pencegahan yang
minimal sama dengan yang sudah dilakukan untuk rokok ?. Siapa yang mau
membela konsumen muslim yang mayoritas di negeri ini dari bahaya riba ?.
MUI mestinya bisa me-lead
untuk urusan ini, yang mereka perlu lakukan hanyalah mensosialisasikan
seluasnya fatwa yang sudah mereka keluarkan 8 tahun lalu itu. Wa Allahu
A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar