Oleh: Muhaimin Iqbal
Kombinasi antara ekonomi konsumsi, kelemahan infrastruktur, faktor perijinan dlsb. untuk negeri di ranking 129 dari sisi kemudahan usaha – telah membuat ekonomi kita cenderung menjadi high cost economy – ekonomi berbiaya tinggi. Namun dengan kondisi yang semuanya masih sama, kita sebenarnya bisa membaliknya menjadi low cost economy. Bagaimana caranya ?
Hampir
seluruh apa yang kita butuhkan saat ini harus kita beli, mulai dari
sandang, pangan, papan sampai industri jasanya. Kita tahu bahwa setiap
kita membeli sesuatu dengan uang hasil jerih payah kita, produsen barang
atau jasa yang kita beli tersebut pasti sudah memasukkan seluruh ongkos
produksi plus profit margin-nya.
Bila
ongkos produksinya mahal, misalnya karena kemacetan dimana-mana yang
tak kunjung teratasi, kapal-kapal yang harus antri di pelabuhan,faktor
perijinan yang serba sulit karena negeri ini berada di ranking 129 dari
sisi kemudahan usaha, belum faktor korupsi, pungli dlsb. maka sudah pasti apapun yang kita beli menjadi mahal.
Bagi
kita rakyat kebanyakan yang mayoritas kini konsumen, tidak banyak yang
bisa kita perbuat untuk ikut ndandani infrastruktur, mempermudah
perijinan dan menurunkan biaya-biaya lainnya. Walhasil kita akan cenderung terus menjadi korban high cost economy – bila kita tidak berbuat sesuatu yang meaningful, tetapi masih dalam jangkauan kita untuk melakukannya.
Lantas
apa yang bisa kita perbuat ?, salah satunya adalah meng-introdusir
barter di tengah masyarakat. Tetapi bagaimana barter bisa membalik high cost economy menjadi low cost economy ?. Berikut adalah ilustrasinya tahap demi tahap.
Saya ada perusahaan IT yang berkongsi dengan sejumlah tenaga muda brilliant dari universitas terbaik di negeri ini. Spesialisasi perusahaan ini adalah pada Social Media dan Mobile Solution.
Yang unique dari perusahaan ini selain pada kemampuan teknis adalah
jalur pemasaran yang tidak biasa, yaitu antara lain melalui jalur
barter.
Solusi
apapun yang kami kembangkan untuk klien kami, kami bersedia dibayar
hanya separuhnya. Yang separuh lagi boleh dibayar dengan barter – apapun
produk dari klien kami tersebut. Bila dia bisnisnya hotel, bisa
membayar dengan voucher kamar. Bila dia bisnisnya restoran, bisa
membayarnya dengan voucher makanan. Dan bahkan bila dia rumah potong
hewan – bisa membayarnya dengan daging !.
Di
dunia IT, ongkos produksi yang wajar di kisaran 40% - jadi profit
margin bisa sampai 60 % masih wajar. Maka bila kita berikan solusi IT
kepada rumah potong hewan dan dia hanya perlu membayar tunai 50% dari
harga yang wajar di pasaran, insyaallah solusi ini pasti menarik.
Sisanya dia bisa membayarnya dengan daging yang bisa kami ambil kapan
saja kami butuhkan.
Karena
cost kami hanya 40%, maka bayaran tunai yang 50% tersebut lebih dari
cukup untuk menutup cost. Lantas diapakan daging yang kami punya ?.
Karena daging yang kami punya sebenarnya merupakan bagian dari profit margin
usaha IT kami – maka bisa kami jual bila perlu dengan discount yang
gede-gedean ke komunitas barter kami. Misalnya saja kami jual dengan
discount 50% - Wow !, di mana bisa dapat daging bagus dengan discount 50
% ? Tidak terbayang bukan ?
Anggap saja seluruh jatah daging kami sebagai imbal beli solusi IT ke rumah potong hewan tersebut kami
jual dengan discount 50%. Maka kami memperoleh dana tambahan 50% (harga
jual kami) x 50% (sisa solusi IT yang dibayar dengan daging) atau 25 %
dari harga jual IT kami.
Total
penerimaan kami adalah 50%+25 % = 75 %. Atau sama dengan kami
memberikan discount 25% atas produk kami. Tetapi penerima discountnya
adalah bukan rumah potong hewan yang membeli produk kami, penerima
discountnya adalah komunitas di barter kami.
Rumah potong hewan mendapatkan solusi ITnya sambil menjual produknya sendiri – karena 50% dari solusi IT dibayar dengan daging. Perusahaan
IT kami menjadi memiliki keunggulan daya saing sendiri karena bersedia
dibayar dengan daging !. Daging yang kami peroleh mudah menjualnya ke
komunitas barter karena dijual dengan discount 50%-pun kami masih
untung. Anggota komunitas barter yang mengambil daging dengan harga
discount 50% , masih bisa dengan mudah menjualnya dengan profit margin 50% dari modal mereka ke konsumen akhir.
Dan
bahkan konsumen akhir-pun yang membeli daging untuk keperluan sendiri
masih mendapatkan harga discount 25% dari harga pasaran. Kok bisa ?.
Anggota barter yang membeli daging dari kami membeli dengan harga 50%
dari harga pasar. Kemudian ditambahkan oleh dia 50% keuntungam dari
modal pembelian dia membuat harga jual dia 50% + 50%x50% = 75 %. Harga
75 % dari harga pasar inilah yang dibayar oleh konsumen akhir dari
daging kami tersebut.
Kok
bisa ?, padahal rumah potong hewan sendiri tidak mungkin bisa
memberikan discount sampai 25 % ?. Betul rumah potong hewan tidak perlu memberikan potongan berapapun, tetapi
perusahaan IT kamilah yang memberikannya – yaitu dari perolehan daging
tersebut yang asalnya dari barter dengan profit margin dari usaha IT
kami. Karena barter ini dari profit margin, daging yang kami peroleh dijual berapapun masih tetap untung – harga discount yang kami berikan hanya menurunkan profit margin.
Dengan kata lain, daging di pasar menjadi murah karena ada pihak dalam system barter yang mensubsidinya dengan profit margin
mereka. Apakah hal yang sama bisa dilakukan oleh perusahaan lainnya ?.
Tentu bisa, dan bahkan discount yang bisa diberikannya-pun tidak
tergantung pada profit margin industrinya.
Ambil contoh rumah potong hewan
yang sama membutuhkan seragam untuk seluruh karyawannya. Maka salah
satu anggota barter kami yang bisnisnya konveksi memberikan penawaran
75% dibayar tunai, yang 25% dibarter dengan daging.
Maka
pembayaran yang 75% untuk konveksi ini sudah cukup untuk mengcover cost
produksinya yang rata-rata 70% dan masih menyisakan 5% profit margin. 25% penerimaannya yang berupa daging adalah bagian dari profit margin-nya yang tidak diterimanya dengan tunai.
Bila
daging yang dimilikinya ini dijual dengan 50% harga, maka dia masih
mendapatkan tambahan pendapatan 50% x 25% atau 12.5%. Total profit margin dia masih 5% plus 12.5 % atau 17.5% dari modal yang 70%, atau gross margin dia masih 17.5%/70 % = 25% dari modal !.
Pedagang
barter yang mengambil daging dari perusahaan konveksi masih membelinya
dengan 50% harga pasar dan konsumen akhir masih juga dapat membelinya
dengan 75% dari harga pasar.
Bisa Anda lihat sekarang, bahwa meskipun perusahaan IT memiliki tingkat profit margin
yang berbeda dengan perusahaan konveksi, keduanya mampu mensubsidi 50%
harga daging karena keduanya memperoleh daging tersebut sama-sama dari
bagian profit margin penjualan jasa IT atau pakaian seragamnya ke rumah potong hewan.
Perbedaan
margin keuntungan antara keduanya– perusahaan IT dan perusahaan
konveksi – tidak berdampak pada berapa discount daging yang bisa dia
berikan ke masyarakat, tetapi pada porsi berapa banyak setiap penjualan
mereka mampu men-generate low cost product bagi masyarakat barter.
Perusahaan IT yang ongkos produksi rata-ratanya hanya 40%, bila dia men-generate low cost product
50% dari setiap salesnya-pun dia masih dapat untung cash 10%.
Perusahaan konveksi yang ongkos produksinya sampai 70%, dia hanya mampu
men-generate 25% low cost product dari setiap salesnya – bila dia mengamankan 5% profit margin-nya dalam bentuk cash.
Pertanyaannya
adalah, bagaimana perusahaan IT dan perusahaan konveksi bisa menjual
daging yang diterimanya dari klien mereka rumah potong hewan ?. Itulah
indahnya system barter. Setiap anggota selain memasarkan produknya
sendiri, otomatis dia akan menjadi pemasar bagi produk orang lain.
Karena produknya tidak dijual dengan uang, setiap penjualan memerlukan
pasangannya – yang berarti penjualan produk orang lain.
Anggota barter yang usahanya rumah makan padang atau pedagang di pasar, insyaAllah tidak kesulitan untuk meng-absorb daging yang dijual separuh harga oleh perusahaan IT dan perusahaan konveksi tersebut.
Benefit
lain dari barter adalah produsen dan konsumen umumnya berada di
komunitas yang sama, sehingga kebutuhan untuk transportasi, biaya
ekspor-impor dlsb. menjadi terminimalisasi. Karena ongkos-ongkos ini
turun, maka profit margin dari masing-masing usaha peserta barter akan meningkat. Ketika profit margin-nya meningkat – lebih banyak lagi para produsen barang dan jasa di system barter tersebut ‘mensubsidi’ ke low cost economy bagi masyarakatnya dengan menggunakan (sebagian) profit margin-nya.
Dari akumulasi low cost product yang di-generate oleh masing-masing produsen barang atau jasa di system barter tersebut-lah low cost economy itu akan terbangun.
Masyarakat barter intinya mendorong masyarakt untuk berproduksi – inilah motor penggerak low cost economy itu. Tetapi bukan hanya produsen bahkan kosumen barter-pun tetap diuntungkan, karena dia mendapatkan subsidi dari profit margin para produsen seperti dalam contoh perhitungan di atas.
Lantas siapa yang dirugikan ?, Tidak ada yang dirugikan – karena low cost economy utamanya bukan dihasilkan dari menekan ongkos di sana sini, tetapi melalui value creation yang dilakukan oleh para produsen. Sebagian dari hasil value creation berupa profit margin
inilah yang oleh para produsen dipakai untuk mensubsidi barang-barang
yang ditawarkan dalam system barter. Hanya saja masyarakat yang berada
di luar system barter tentu tidak mendapatkan benefit dari low cost economy ini.
Barangkali
ini salah satu rahasia, mengapa sejak 1400 tahun lalu kita sudah
disuruh untuk bersyirkah dalam hal pengelolaan lahan (produksi pangan) ,
air dan api (energi) oleh junjungan kita Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam itu. Karena masyarakat yang bersyirkah seperti dalam system
barter tersebut adalah masyarakat yang saling memenuhi kebutuhannya,
saling memudahkan dan menurunkan beban kesulitan hidupnya masing-masing.
Mudahkah
?, kalau mudah mengapa tidak terjadi di masyarakat selama ini ?.
Jawabannya adalah tentu tidak mudah, karena kita sudah terbiasa oleh
ekonomi berbiaya tinggi – high cost economy,
membayar penuh semua kebutuhan hidup kita dari produk-produk berupa
barang dan jasa yang disediakan oleh orang lain – yang tidak ada imbal
belinya dengan kita sama sekali.
Untuk menjadikannya mudah, harus ada upaya untuk ber-exercise – melatihnya agar terbiasa dan berlatih pula mengatasi segala macam persoalan dan hambatannya. Untuk inilah insyaAllah tanggal 02-02-2013, kami akan share segala seluk beluk ilmu per-barter-an ini secara langsung di Rumah Hikmah, sambil ber-exercise bersama dalam workshop untuk menghadirkan low cost economy environment di tengah umat jaman ini.
Seperti juga sosialisasi dan exercise
Dinar yang sudah berjalan tahun ke lima ini, sosialisasi teori dan
praktek barter-pun insyaAllah akan dilakukan secara terus menerus
melalui berbagai cara termasuk menyiapkan web khusus di www.indobarter.com ,
sampai umat ini bisa unggul kembali dalam bidang ekonomi, bisa mandiri
dan berswasembada dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya.InsyaAllah !.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar