Pain at the Pump…

Senin, 17 Juni 2013
Oleh: Muhaimin Iqbal

Hari ini rakyat dibingungkan dengan perdebatan kenaikan harga BBM di sidang paripurna DPR. Kedua pihak yang setuju maupun yang tidak setuju mengatas namakan rakyat dan mengatas namakan kepentingan yang lebih besar, keduanya mungkin benar tetapi mungkin juga salah. Bagi rakyat seperti kita yang penting sebenarnya adalah BBM itu tersedia dan terjangkau, tetapi siapa yang mengurusi availability dan affordability BBM ini ?

Lembaga keuangan terkemuka dunia - Bloomberg, sudah beberapa tahun ini membuat ranking untuk melihat daya jangkau rakyat di sekitar 60 negara di dunia terhadap tingkat harga BBM mereka masing-masing. Ranking ini dibuat berdasarkan dua parameter yaitu harga bbm dan tingkat penghasilan rata-rata rakyat dari negara yang bersangkutan. Ranking ini disebut Pain at the Pump atau penderitaan di pompa bensin.

Ranking terakhir yang di-update Februari 2013 lalu menempatkan Turki sebagai negara yang memiliki harga BBM yang tertinggi di dunia yaitu US$ 9.89/gallon ( 1 galon = 3.7854 liter). Dari sisi harga Indonesia masih relatif murah yaitu berada di ranking ke 49 atau nomor 11 termurah yaitu US$ 3.68 / gallon - nampaknya ini adalah harga BBM non subsidi.

Masalahnya adalah meskipun harga BBM di Indonesia tergolong masih relatif murah,  rakyat seperti kita merasakan  harga BBM ini sudah terlalu berat – relatif terhadap penghasilan rata-rata harian kita  - bila harus membeli bahan bakar tanpa subsidi.

Untuk membeli BBM 1 galon, akan diperlukan kurang lebih 1/3 dari penghasilan harian rata-rata rakyat Indonesia yang dihitung Bloomberg berada di sekitar US$ 11. Ini kurang lebih sama dengan yang dirasakan rakyat Turki yang membeli BBM termahal di dunia, tetapi juga setara dengan 1/3 dari penghasilan rata-rata harian rakyatnya yang berada di kisaran angka US$ 30.

 Bila BBM tidak disubsidi, kemiripan penderitaan rakyat Indonesia dengan Turki di pompa bensin ini digambarkan oleh Pain at the Pump yang berurutan yaitu Indonesia di ranking 6 sedangkan Turki di ranking 7. Ranking 1-nya yaitu yang paling berat penderitaannya dalam membeli BBM – adalah Pakistan, mereka membeli BBM-nya sedikit lebih mahal dari kita yaitu US$ 3,98 per gallon tetapi dengan tingkat penghasilan rata-rata harian yang jauh lebih rendah yaitu US$ 3.55.

Dari angka-angka tersebut, kita bisa bersyukur bahwa saat ini pemerintah kita masih mampu mensubsidi BBM untuk rakyat kebanyakan. Mudah-mudahan kemampuan ini tidak segera berakhir dengan  kenaikan yang saat ini diperdebatkan.

Bahwasanya pemerintah mungkin tetap akan menaikkan harga BBM ini, tentu ini juga merupakan keputusan yang tidak mudah – yang terpaksa harus kita pahami. Yang sebenarnya tidak kalah pentingnya untuk dilakukan oleh pemerintah atau siapapun yang berkompetensi di negeri ini adalah bagaimana kita bisa mendongkrak penghasilan rakyat negeri ini. Bila ekonomi rakyat baik, porsi rata-rata
penghasilan harian yang digunakan untuk membeli BBM akan turun – penderitaan rakyat-pun menurun.

Yang kemudian juga tidak kalah pentingnya adalah bagaimana strategy jangka panjang kebutuhan BBM bagi rakyat itu akan dipenuhi. Dengan harga subsidi sekarang-pun harga BBM kita sudah dirasakan berat oleh rakyat –  dan akan semakin berat bila subsidi ini terus dikurangi di masa-masa mendatang, namun alhamdulillah ‘ala kulli haal masih ada BBM, bagaimana kalau BBM itu menjadi langka dan semakin langka ? Apa solusinya ? siapa yang memikirkan kebutuhan BBM kita 10, 20, 30 tahun dari sekarang ? Siapa yang memikirkan kelangsungan ketersediaan (availability) dan keterjangkauan (affordability) BBM kita ini ? Wa Allahu A’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar