Fitnah Rasa…

Senin, 17 Februari 2014
Oleh: Muhaimin Iqbal
Pada tulisan sebelumnya saya menulis tentang fitnah pangan terutama menyangkut bahan baku makanan dan sumber air. Saat ini katakanlah kita masih bisa memperoleh bahan baku makanan yang kita butuhkan, kemungkinan berikutnya adalah kita masih akan terjebak dalam apa yang saya sebut fitnah rasa. Kita masih bisa makan ayam tetapi yang menonjol adalah rasa tepungnya – ayamnya sendiri nyaris tidak terasa. Atau sebaliknya kita makan mie instant yang kita kira makan ayam karena memang dipromosikan demikian.


Orang-orang seusia saya rata-rata masih bisa mengingat bagaimana dahulu waktu kecil makan daging ayam itu terasa sangat lezat. Pertama kemungkinannya adalah karena dahulu sangat jarang makan daging ayam – sekali-kali makan tentu terasa lezat. Tetapi juga ada kemungkinan kedua, yaitu saat itu kita benar-benar makan daging ayam yang nyaris tanpa bumbu. Sehingga saat itu yang kita makan memang daging ayam – yang rasa daging ayam asli. Bukan daging ayam yang serasa bumbu atau kaldu atau bahkan sebaliknya tepung yag diberi rasa ayam.

Anak- anak kita yang sekarang remaja, mereka hidup di era fried chicken, di era mie instant, di era MSG dan berbagai bumbu-bumbu buatan lainnya. Kebanyakan mereka tidak lagi tahu, bagaimana rasa daging ayam yang sesungguhnya.

Bahkan di jaman ini seorang chef hotel berbintang-pun ketika kami minta mendemontrasikan seperti apa masak makanan yang lezat itu, dalam daftar resepnya yang diajukan ke kami tetap mencantumkan penyedap makanan, kaldu dlsb. Seolah tidak yakin bahwa berbagai daging hewan pemberianNya itu sudah lezat dari sananya, tidak perlu diubah sedemikian rupa dengan yang lebih rendah kwalitasnya :

Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu: sayur-mayur, ketimun, bawang putih, kacang adas dan bawang merahnya". Musa berkata: "Maukah kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta". Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas.” (QS 2 : 61)

Inilah yang saya sebut fitnah rasa, umat dijaman ini tertipu mengganti pemberiannya yang baik dengan hal-hal yang kurang baik, merusak kesehatan dlsb.

Lantas seperti apa solusi konkritnya ? Dalam hal cita rasa ini, solusi itu yang saya sebut Qur’anic Culinary. Seni seluk beluk makanan yang digali dari (nilai-nilai) Al-Qur’an dan sunnah-sunnah nabiNya. Saya sendiri bukan ahlinya, saya hanya ingin menginspirasi para Ahli Al-Qur’an dan Ahli makanan, para chef dlsb untuk mengelaborasi ilmu ini sehingga petunjuk yang detil lengkap dengan penjelasannya dan pembeda (QS 2:185), dan petunjuk untuk seluruh hal itu (QS 16 : 89) benar-benar  bisa kita gunakan untuk seluruh aspek kehidupan kita baik yang kecil maupun yang besar termasuk seperti dalam hal cita rasa makanan ini.

Sebagai contoh, kita bisa beradaptasi dari yang dahulu tidak mengenal mie instant , French fries, burger, fried chicken dlsb – menjadi kini seolah menjadi makanan anak-anak kita sehari-hari. Mengapa tidak beradaptasi dengan makanan yang petunjuknya jelas  ?

Dalam hadits sahihain Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengunggulkan suatu makanan yang disebut tsarid terhadap seluruh makanan lainnya : “Keutamaan ‘Aisyah terhadap wanita lain adalah seperti keutamaan tsarid terhadap segala jenis makanan lainnya”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Tidakkah kita ingin tahu seperti apa makanan tsarid ini ? mengapa begitu unggulnya sampai disetarakan seperti keunggulan Siti ‘Aisyah Radliallahu ‘Anha trehadap wanita lainnya ? Tidakkah kita ingin mulai mengganti makanan-makanan kita dengan yang diunggulkan ini ?

Tsarid sendiri adalah makanan yang intinya terdiri dari dua komponen utama yaitu roti dari tepung dan daging, bisa saja ditambah berbagai komponen lainnya asal dia adalah makanan yang halalan thoyyibah dan lebih dari itu juga murni (QS 18:19).

Kombinasi roti dari tepung ini dengan daging menjawab seluruh kebutuhan tubuh kita. Tepung pada umumnya kaya akan karbohidrat yang dibutuhkan sebagai energy bagi tubuh kita. Tepung-tepung tertentu juga kaya akan vitamin dan mineral yang berperan penting untuk mengatur fungsi-fungsi tubuh.

Daging umumnya kaya akan protein disamping juga mengandung lemak. Keduanya diperlukan untuk mendukung kebutuhan energy dan khususnya protein berperan penting dalam membangun tubuh kita.

Sekarang perhatikan makanan-makanan popular yang ada di sekitar kita dan perhatikan  apa isinya. Dimakan dia kenyang tetapi tidak cukup untuk menjalankan fungsi-fungsi tubuh kita secara sempurna apalagi membangun pertumbuhan. Atau bila dia dirasakan di lidah dia enak tetapi dia bukan real things, yang rasa ayam bukan ayam, yang rasa daging bukan daging.

Tentu di antara kita juga bisa makan yang sesungguhnya, makan ayam dan daging yang sesungguhnya – tetapi itupun masih bisa disabotase rasanya, menjadi rasa bumbu atau rasa kaldu !

Maka menjadi bagian dari upaya menghindari fitnah pangan itu, kita juga harus bisa menghindari fitnah rasa – dengan jalan mengembalikan segala sesuatunya dengan mengikuti petunjukNya baik langsung dari Al-Qur’an maupun sunnah-sunnah nabiNya. InsyaAllah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar