Oleh: Muhaimin Iqbal
Pada tulisan sebelumnya saya menulis tentang fitnah pangan terutama menyangkut bahan baku makanan dan sumber air. Saat ini katakanlah kita masih bisa memperoleh bahan baku makanan yang kita butuhkan, kemungkinan berikutnya adalah kita masih akan terjebak dalam apa yang saya sebut fitnah rasa. Kita masih bisa makan ayam tetapi yang menonjol adalah rasa tepungnya – ayamnya sendiri nyaris tidak terasa. Atau sebaliknya kita makan mie instant yang kita kira makan ayam karena memang dipromosikan demikian.
Orang-orang
seusia saya rata-rata masih bisa mengingat bagaimana dahulu waktu kecil
makan daging ayam itu terasa sangat lezat. Pertama kemungkinannya
adalah karena dahulu sangat jarang makan daging ayam – sekali-kali makan
tentu terasa lezat. Tetapi juga ada kemungkinan kedua, yaitu saat itu
kita benar-benar makan daging ayam yang nyaris tanpa bumbu. Sehingga
saat itu yang kita makan memang daging ayam – yang rasa daging ayam
asli. Bukan daging ayam yang serasa bumbu atau kaldu atau bahkan
sebaliknya tepung yag diberi rasa ayam.
Anak-
anak kita yang sekarang remaja, mereka hidup di era fried chicken, di
era mie instant, di era MSG dan berbagai bumbu-bumbu buatan lainnya.
Kebanyakan mereka tidak lagi tahu, bagaimana rasa daging ayam yang
sesungguhnya.
Bahkan
di jaman ini seorang chef hotel berbintang-pun ketika kami minta
mendemontrasikan seperti apa masak makanan yang lezat itu, dalam daftar
resepnya yang diajukan ke kami tetap mencantumkan penyedap makanan,
kaldu dlsb. Seolah tidak yakin bahwa berbagai daging hewan pemberianNya
itu sudah lezat dari sananya, tidak perlu diubah sedemikian rupa dengan
yang lebih rendah kwalitasnya :
“Dan
(ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, kami tidak bisa sabar
(tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami
kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang
ditumbuhkan bumi, yaitu: sayur-mayur, ketimun, bawang putih, kacang adas
dan bawang merahnya". Musa berkata: "Maukah kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik?
Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu
minta". Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta
mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka
selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang
tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat
durhaka dan melampaui batas.” (QS 2 : 61)
Inilah
yang saya sebut fitnah rasa, umat dijaman ini tertipu mengganti
pemberiannya yang baik dengan hal-hal yang kurang baik, merusak
kesehatan dlsb.
Lantas seperti apa solusi konkritnya ? Dalam hal cita rasa ini, solusi itu yang saya sebut Qur’anic Culinary.
Seni seluk beluk makanan yang digali dari (nilai-nilai) Al-Qur’an dan
sunnah-sunnah nabiNya. Saya sendiri bukan ahlinya, saya hanya ingin
menginspirasi para Ahli Al-Qur’an dan Ahli makanan, para chef dlsb
untuk mengelaborasi ilmu ini sehingga petunjuk yang detil lengkap
dengan penjelasannya dan pembeda (QS 2:185), dan petunjuk untuk seluruh
hal itu (QS 16 : 89) benar-benar bisa
kita gunakan untuk seluruh aspek kehidupan kita baik yang kecil maupun
yang besar termasuk seperti dalam hal cita rasa makanan ini.
Sebagai
contoh, kita bisa beradaptasi dari yang dahulu tidak mengenal mie
instant , French fries, burger, fried chicken dlsb – menjadi kini seolah
menjadi makanan anak-anak kita sehari-hari. Mengapa tidak beradaptasi
dengan makanan yang petunjuknya jelas ?
Dalam hadits sahihain Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengunggulkan suatu makanan yang disebut tsarid terhadap seluruh makanan lainnya : “Keutamaan ‘Aisyah terhadap wanita lain adalah seperti keutamaan tsarid terhadap segala jenis makanan lainnya”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Tidakkah kita ingin tahu seperti apa makanan tsarid
ini ? mengapa begitu unggulnya sampai disetarakan seperti keunggulan
Siti ‘Aisyah Radliallahu ‘Anha trehadap wanita lainnya ? Tidakkah kita
ingin mulai mengganti makanan-makanan kita dengan yang diunggulkan ini ?
Tsarid
sendiri adalah makanan yang intinya terdiri dari dua komponen utama
yaitu roti dari tepung dan daging, bisa saja ditambah berbagai komponen
lainnya asal dia adalah makanan yang halalan thoyyibah dan lebih dari itu juga murni (QS 18:19).
Kombinasi
roti dari tepung ini dengan daging menjawab seluruh kebutuhan tubuh
kita. Tepung pada umumnya kaya akan karbohidrat yang dibutuhkan sebagai
energy bagi tubuh kita. Tepung-tepung tertentu juga kaya akan vitamin dan mineral yang berperan penting untuk mengatur fungsi-fungsi tubuh.
Daging umumnya kaya akan protein disamping juga mengandung lemak. Keduanya diperlukan untuk mendukung kebutuhan energy dan khususnya protein berperan penting dalam membangun tubuh kita.
Sekarang perhatikan makanan-makanan popular yang ada di sekitar kita dan perhatikan apa
isinya. Dimakan dia kenyang tetapi tidak cukup untuk menjalankan
fungsi-fungsi tubuh kita secara sempurna apalagi membangun pertumbuhan.
Atau bila dia dirasakan di lidah dia enak tetapi dia bukan real things, yang rasa ayam bukan ayam, yang rasa daging bukan daging.
Tentu
di antara kita juga bisa makan yang sesungguhnya, makan ayam dan daging
yang sesungguhnya – tetapi itupun masih bisa disabotase rasanya,
menjadi rasa bumbu atau rasa kaldu !
Maka menjadi bagian dari upaya menghindari fitnah pangan itu,
kita juga harus bisa menghindari fitnah rasa – dengan jalan
mengembalikan segala sesuatunya dengan mengikuti petunjukNya baik
langsung dari Al-Qur’an maupun sunnah-sunnah nabiNya. InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar