Oleh: Muhaimin Iqbal
Belum lama ini di telivisi disajikan sebuah wawancara yang menarik tentang seorang walikota di negeri ini. Sepanjang wawancara berulang kali si walikota menangis ketika menceritakan penderitaan dan duka rakyatnya. Itulah empathy, kemampuan untuk bisa merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Empathy adalah sesuatu yang barangkali kini langka di negeri ini, sesuatu yang sangat dibutuhkan kehadirannya oleh rakyat tetapi nyaris tidak ada lagi di negeri ini.
Seandainya
empathy masih ada di sini, tidak akan ada wanita-wanita negeri ini yang
harus meninggalkan keluarganya demi sesuap nasi di negeri-negeri yang
jauh yang sangat berbeda dalam segala hal, di negeri-negeri yang sampai
mereka terancam hukuman mati.
Seandainya
empathy masih ada disini, tidak diperlukan lagi hambur-hamburan uang
untuk memperoleh sympathy sesaat dari rakyat yang sedang dibujuk untuk
memilih, tetapi setelah itu mereka dilupakan kembali.
Seandainya
empathy ada di sini, tidak akan ada kebijakan yang mencekik rakyat
dengan beban biaya hidup yang semakin berat, tidak akan ada kebijakan
yang memojokkan rakyat untuk bertarung secara langsung head to head dengan jaringan pasar global – pemilik 99 ekor kambing yang mengambil kambing satu-satunya milik rakyat.
Empathy nyaris tidak ada lagi di negeri ini karena empathy bukan something to get
– bukan sesuatu yang ujug-ujug bisa dimiliki seseorang hanya dengan
membagi-bagikan uang atau sembako di musim kampanye. Empathy adalah something to earn,
sesuatu yang diperoleh dengan susah payah - dibangun dengan
langkah-langkah kongkrit yang lama sampai dia secara perlahan
terinternalisasi dalam diri seseorang.
Contoh puncak empathy itu ada dalam diri uswatun hasanah kita seperti yang dikabarkan langsung olehNya :
“Sesungguhnya
telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa
olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan)
bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS 9 : 128)
Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam disebut uswatun hasanah – contoh terbaik,
karena apa yang ada pada diri beliau memang bisa menjadi contoh bagi
umatnya sepanjang jaman, termasuk dalam hal empathy ini. Bahkan empathy
ini juga menjadi salah satu prophetic values – nilai-nilai kenabian dari seluruh nabi.
Bagaimana
seluruh nabi-nabi Allah membangun empathy pada dirinya ini ? selain
dengan wahyu yang diterimanya, ternyata mereka juga melakukan pelatihan
empathy yang sama, yaitu dengan menggembalakan kambing.
"Setiap
Nabi yang diutus oleh Allah adalah menggembala kambing".
Sahabat-sahabat beliau bertanya : “Begitu juga engkau ?” ; Rasulullah
bersabda : “Ya, aku menggembalanya dengan upah beberapa qirath penduduk
Mekah”. (H.R. Bukhari)
Apa hubungannya antara empathy dengan menggembala kambing ini ?
Seorang
penggembala melatih ‘komunikasi’ dengan gembalaannya. Meskipun
kambing-kambing atau domba-domba yang digembalakannya tidak bisa bicara
ketika perutnya lapar, tidak bisa mengeluh ketika sakit – si penggembala
tetap harus tahu dan dapat merasakan kapan gembalaannya lapar dan kapan
gembalaannya sakit.
Bila
dengan binatang saja sang gembala bisa 'bicara' dan merasakan apa yang
dirasakan gembalaannya, apalagi dengan manusia yang bisa bicara, bisa
protes, punya hak suara untuk memilih dlsb – sudah seharusnya para
pemimpin harus mampu ber-empathy terhadap mereka.
Karena
kemampuan untuk ber-empathy ini sangat diperlukan khususnya bagi yang
ingin menjadi pemimpin, barangkali kini waktunya untuk memberikan
pendidikan dan pelatihan menggembala kambing atau domba kepada anak-anak
sejak dia di bangku sekolah dasar sampai kelak ketika hendak
menjadi pemimpin, bahkan juga ketika mereka menjabat. Karena para
nabi-pun ada yang menggembala sewaktu kecil, ada yang menggembala sampai
dia menjadi nabi.
Kelak
bila kesadaran untuk membangun empathy ini muncul, saya membayangkan
lahan-lahan gembalaan akan dipenuhi para caleg, para (calon) pemimpin
dari tingkat lurah sampai (calon) presiden yang sedang mempersiapkan
diri untuk membangun empathy-nya.
InsyaAllah
ini akan lebih efektif dari pembekalan-pembekalan di hotel bintang
lima, seminar-seminar, pelatihan pra jabatan dan sejenisnya. Murah,
efektif dan mengikuti sunnah para nabi. InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar