Oleh: Muhaimin Iqbal
Dalam hal kebutuhan pokok berupa pangan, air dan energi, sesungguhnya kita memiliki kombinasi sumber-sumber terbaiknya di dunia. Tetapi ironinya justru kita terbelakang dalam hal pemenuhan kebutuhannya. Untuk pangan, food security kita terendah di ASEAN. Dalam hal kebutuhan air, seperti laporan McKinsey yang pernah saya kutip sebelumnya –pada tahun 2030 akan ada 25 juta orang Indonesia yang tidak mendapatkan akses air bersih dan bahkan 55 juta orang tidak mendapatkan sanitasi yang layak. Untuk energi, ranking kita hanya berada pada urutan 63 dari 124 negara menurut World Economic Forum.
Ketika
masalah-masalah diselesaikan secara sektoral dan lebih pada mengatasi
gejala ketimbang akar masalahnya, maka yang kita lihat adalah sekumpulan
masalah multi dimensi yang semakin ruwet tersebut di atas.
Ketika
masalah kekurangan produksi pangan berupa tepung, daging, susu dlsb.
diatasi dengan impor, tidak terbangun kemampuan daya tahan jangka
panjang dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan ini. Bahkan ketika negeri
ini akan menambah jutaan hektar lahan persawahan untuk mengejar
kebutuhan pangan, inipun bukan solusi karena bisa diduga dari mana jutaan hektar lahan ini diperoleh ? membabat hutan ? menebang pohon-pohon ? musibah lingkungan yang malah akan terjadi.
Air yang turun lebih dari cukup di musim hujan, sering dilihat sebagai musibah dan bukannya berkah. Challenge
untuk mengelola air sebagai berkah ini belum nampak dilakukan secara
memadai oleh pihak-pihak yang terkait sehingga musibah banjir terjadi
setiap tahun dan kemudian musibah kekeringan terjadi hanya beberapa
bulan sesudahnya.
Kebutuhan
energi hanya menjadi isu sesaat ketika partai-partai politik berebut
pencitraan dan popularitas dengan menolak kenaikan harga BBM. Sementara
itu belum nampak adanya perjuangan mereka untuk ketersediaan energi satu
dua dekade kedepan – ketersediaan (availability) dan keterjangkauan
(affordability) energi pada era anak atau cucu kita.
Lantas solusi apa yang bisa dilakukan oleh rakyat seperti kita-kita ini agar bisa berbuat untuk kita sendiri, dan bahkan juga untuk anak cucu kita nanti ? Solusi dari masalah multi dimensi itu antara lain adanya di dua kata yang sudah sangat sering kita dengar yaitu Iman dan Amal Shaleh.
Dengan
iman kita akan mau berbuat untuk tujuan yang sangat panjang dan bahkan
untuk bekal ketika kita sudah tidak ada di bumi ini, bukan tujuan sesaat
seperti mencari bekal untuk kita sendiri saat ini. Dengan iman pula
kita bisa meyakini bahwa petunjukNya untuk mengatasi segala kebutuhan
manusia itu telah tersedia, kita tinggal mengikutinya tanpa ragu.
Dengan
iman yang tidak berhenti pada tataran keyakinan dalam hati, maka iman
itu akan termanifestasi dalam ucapan dan perbuatan-perbuatan kita berupa
rangkaian amal shaleh yang bisa menjawab tantangan jaman seperti dalam
hal pangan, air dan energi tersebut di atas.
Iman
itu adalah cahaya, membuat yang semula tidak terlihat menjadi terang
benderang. Solusi atas kebuntuan masalah pangan, air dan energi yang
semula serba ruwet misalnya, kini bisa dilihat solusinya yang terang
benderang. Begitu terangnya sampai kita semua juga bisa mulai
melakukannya, sehingga setiap diri kita adalah bagian dari solusi itu –
dan bukan sebaliknya malah bagian dari permasalahannya.
Saya
coba visualisasikan rangkaian petunjukNya untuk masalah pemenuhan
kebutuhan pangan, air dan energi tersebut seperti pada ilustrasi di
atas. Pertama adalah dalam kondisi ekstremnya kondisi bumi – yang
matipun- Allah tetap bisa hidupkan dengan hujan. Maka betapa pentingnya
hujan ini, jangan sia-siakan dia dan setiap kita bisa berusaha untuk
menjadi faktor pengelola air hujan, bukan sebaliknya menjadi faktor
musibah dari air hujan.
Dengan
peran ini kita tidak akan membuang sampah sembarangan, tidak akan
membangun di tempat-tempat yang seharusnya menjadi penampungan air,
tidak menggunduli hutan dlsb. Sebaliknya kita akan terdorong untuk sadar
lingkungan, sebanyak mungkin menanam pohon (pekerjaan yang
diperintahkan sampai kiamat terjadi !), membuat resapan-resapan air
dlsb.
Kemudian fungsi-fungsi air hujan itupun dijelaskanNya dengan sangat detil antara lain melalui dua ayat berikut :
“Dia-lah, Yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menghidupkan) pepohonan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu. Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman, zaitun, kurma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS 16:10-11).
Bila
diringkaskan fungsi air hujan dalam dua ayat tersebut adalah selain
untuk minum kita, dia adalah untuk menghidupkan dan menumbuhkan segala
jenis tanaman keras (syajara) yang hidup jangka panjang seperti zaitun,
kurma, anggur dan segala macam buah-buahan pada umumnya. Maupun
tanaman-tanaman semusim (zara’a) seperti padi, gandum, jagung dlsb.
Fungsi berikutnya adalah untuk menggembalakan ternak di tempat turunnya
hujan dan tumbuhnya tanamana-tanaman tadi.
Kombinasi
antara tanaman keras (syajara) dan tanaman semusim (zara’a) inilah yang
oleh ilmu pertanian modern kemudian disebut dengan agroforestry yang sudah saya jelaskan dalam berbagai tulisan sebelumnya – bahkan menjadi buku tersendiri.
Tetapi dengan agroforestry
atau yang dalam bahasa Indonesia disebut wana (hutan) tani ini masih
ada yang kurang, yaitu sumber daging yang juga sangat kita butuhkan ,
sekaligus juga sumber pupuk yang sangat dibutuhan oleh tanaman-tanaman
kita. Maka disinilah letak keindahan dan kelengkapan petunjukNya itu,
yaitu Dia sisipkan ternak yang digembala di antara pepohonan dan
tanaman-tanaman.
Ternak
yang digembala adalah sumber daging yang paling ekonomis karena tidak
perlu kerja keras manusia untuk mencarikan atau membeli pakannya. Ternak
yang digembala juga menjadi pupuk yang paling efisien, karena tidak
memerlukan tenaga manusia untuk memproduksinya, menyebarkannya ataupun melakukan pemupukannya.
Maka solusi agroforestry plus grazing atau wana tani plus gembala ternak inilah yang untuk alasan kemudahan saya singkat menjadi solusi WATANA – singkatan dari WAna TAni terNAk !
Dengan
solusi WATANA yang dikembangkan berdasarkan petunjuk-petunjukNya
tersebut di ataslah urusan segala macam kebutuhan pangan kita insyaAllah
teratasi dengan sumber-sumber yang ada di sekitar kita, yang dimulai
dari turunnya air hujan.
Lantas
bagaimana dengan kebutuhan air ?, Pengelolaan air hujan menjadi mata
air-mata air dan anak-anak sungai yang mengalir sepanjang tahun ini
dijawab dengan ayat-ayat yang lain yaitu di Surat Yasin ayat 34 dan
Surat Maryam ayat 23-24. Keduanya merupakan petunjuk akan adanya mata
air dan anak sungai yang terkait dengan tanaman pohon kurma.
Bagaimana
dengan kebutuhan energi ? PetunjukNya ada di surat Yasin ayat 80 dan
surat Al-Waqi’ah ayat 71-72. Keduanya adalah petunjuk bahwa sumber
energi-pun berasal dari pohon-pohon yang hijau.
Dari
sini kita sekarang bisa melihat bahwa WATANA bukan hanya untuk solusi
pangan tetapi juga solusi atas kebutuhan air dan energi yang
berkelanjutan dalam jangka panjang. Dan untuk ini kita semua bisa mulai
berperan sesuai kemampuan serta bidang kita masing-masing. InsyaAllah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar