Menuju Masyarakat Mandiri, Masyarakat Yang Punya Pilihan…

Oleh: Muhaimin Iqbal
Ahad,5 AGustus 2012

Seorang pejabat eselon satu yang lugu masuk penjara karena melakukan pekerjaan melanggar hukum yang konon terpaksa dia lakukan, apa kesalahan utama dia sesungguhnya ?, dia tidak mampu untuk bilang tidak pada atasannya. Rakyat berdemo sampai nyaris rusuh ketika harga BBM akan dinaikkan, apa yang menggerakkannya ?, mereka terjepit tidak punya pilihan, hanya melalui berdemo ini pilihan mereka untuk melawan (rencana) kenaikan BBM itu.


Siswa-siswi dan guru-guru satu sekolah SMU di suatu kota kecil sampai mengadakan upacara mandi kembang menjelang ujian nasional, mengapa sampai begini menyimpang ?, mereka galau ‘to the max’ karena prestasi sekolah mereka harus diuji dengan standar yang sama dengan sekolah-sekolah di kota besar yang serba lengkap fasilitas dan aksesnya. Apa persamaan dari ketiga situasi ini ?

Ketika kita tidak mandiri kita tidak punya pilihan, seolah hidup kita tergantung pada hal-hal sepele seperti pekerjaan, harga BBM, ujian nasional dlsb. Ketika tidak punya pilihan, terkadang kita harus rela melakukan hal-hal yang diluar kewajaran dengan alasan terpaksa – bahkan hal yang terlarang oleh hukum formal maupun agama sekalipun bisa dilanggar dengan ‘dalih’ terpaksa !.

Islam mengajak manusia untuk membebaskan diri dari perbudakan sesama (sistem) manusia untuk bisa menyembah semata-mata kepada Allah Sang Pencipta. Hal ini diungkapkan dengan pas sekali oleh tentara Islam Rib’i bin Amir kepada panglima perang Romawi Rustum ; Kami diutus kepadamu untuk membebaskan manusia dari perbudakan sesama manusia menuju penghambaan hanya kepada Allah Rabb seluruh manusia.…”.

Masalahnya adalah bagaimana kalau hal-hal kecil seperti contoh-contoh kasus tersebut diatas masih dengan mudah memperbudak kita ? – sampai-sampai kita lupa bahwa hanyalah Rabb Yang Maha Kuasa diatas sana-lah yang patut kita sembah, yang perintahnya mutlak harus kita laksanakan dan larangannya mutlak harus kita tinggalkan.

Disinilah letak korelasinya, ketika jiwa kita mandiri – kita punya pilihan kita sendiri, kita lebih mudah untuk memilih hanya mengabdi kepadaNya. Ketika pilihan kita hanya mengabdi kepadaNya, yang lain menjadi mudah – menjadi kurang penting, karena semua hanya alat atau sarana untuk menuju kepadaNya.  Alat dan sarana selalu mudah digantikan tergantung situasi dan kondisi, sedangkan tujuan hidup tidak bisa digantikan.

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS 51 :56).

Maka menjadi bagian dari upaya membangun masyarakat yang bertauhid, yang hanya menyembah kepadaNya tersebut diatas adalah juga membangun sikap mandiri di masyarakat. Masyarakat harus bisa mandiri dalam segala urusan-urusan kebutuhan pokok seperti pangan, kesehatan, pendidikan, energi dlsb. agar mereka tidak diperbudak oleh sesama manusia ketika berusaha memenuhi kebutuhan pokok mereka tersebut.

Untuk bisa mandiri dalam hal kebutuhan-kebutuhan pokok ini, diperlukanlah sejumlah produk, ketrampilan, pasar dan sumber daya. Model kemandirian ini dapat secara sederhana saya ilustrasikan sebagai berikut :

Self-Sustainable System
Self-Sustainable System


Model inilah yang kini kami pakai untuk membangun kemandirian di masyarakat yang kami sebut program 3 S (Sistem Swa Sembada, Self-Sufficient System). Program ini sudah bisa diakses oleh masyarakat secara berkelompok, dengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada di kami baik di Jonggol, Boyolali maupun Blitar. Pembiayaan program ini bisa menggunakan dana CSR, program pemerintah maupun secara swa daya dari masyarakat itu sendiri.

Cara kerja program 3 S atau Sistem Swa Sembada ini dapat diilustrasikan sebagai berikut :

Sebuah perusahaan besar ingin menggunakan dana CSR-nya untuk memandirikan suatu desa miskin nan gersang yang lokasinya tidak jauh dari ibu kota. Tanah-tanah desa itu dibiarkan menganggur selain karena kegersangannya juga karena ditinggalkan tenaga kerja produktifnya ke kota. Beban masyarakat semakin berat ketika mereka harus ikut program konversi minyak tanah ke gas, pasalnya gas tidak bisa dibeli eceran sebagaimana mereka dahulu biasa membeli minyak tanah – harganyapun terus bergerak naik.

Menggunakan pendekatan 3 S seperti di gambar tersebut diatas, bisa kami deteksi dengan cepat masalah-masalah yang urgent di masyarakat ini  yaitu menyangkut pangan, kesehatan dan energi. Ada dua pendekatan untuk ini yaitu pendekatan jangka pendek dan jangka panjang, anggaran sekitar Rp 200 juta dari dana CSR perusahaan tersebut diatas cukup untuk kedua program ini.

Program jangka pendeknya adalah bekerja dengan koperasi desa untuk operasi pasar secara berkala, dengan puskesmas setempat untuk pengobatan gratis dlsb. Bersamaan dengan program-program jangka pendek ini, program jangka panjang juga diimplementasikan.

Pertama adalah bagaimana mengoptimalkan asset utama yang dimiliki oleh masyarakat desa tersebut – yaitu tanah-tanah yang kondisinya gersang saat ini.

Kegersangan ini oleh dua sebab, pertama adalah tidak adanya saluran irigasi dan kedua adalah terus merosotnya unsur hara tanah. Untuk pengganti air irigasi dapat digunakan waduk-waduk tadah hujan – di sebagian tanah desa (contoh waduk tadah hujan in sudah ada di Jonggol), dan untuk menyuburkan kembali lahan digunakan kompos dan proses fermentasinya menggunakan Microbacter Alfaafa 11 (MA 11) yang juga sudah kami produksi.

Masyarakat setempat yang mampu juga di dorong untuk memelihara kambing karena selain bisa diambil susu dan dagingnya, kotoran padat maupun cairnya bisa menjadi ‘pabrik pupuk’ alami yang sangat berharga untuk penyuburan lahan desa secara berkelanjutan – contoh pengelolaan kambing dan pengolahan kotarannya juga sudah ada di Jonggol.

Setelah lahan mulai subur kembali, masyarakat bisa punya banyak pilihan. Tanpa perlu membeli pupuk, mereka bisa bertanam padi kembali, kedelai, jagung , ubi, ketela dan gembili untuk tanah-tanah tegalan mereka.

Selain untuk kebutuhan pangan, ketela mereka dapat digunakan juga untuk memproduksi pakan ternak bergizi tinggi dan menghasilkan energi bersih bioethanol sebagai hasil sampingannya. Untuk kebutuhan masyarakat desa, bioethanol dapat dengan mudah mengantikan fungsi minyak tanah yang mereka dahulu biasa gunakan.

Untuk bahan bakar kompor, cukup bioethanol 40% s/d 50% dan ini mudah diproduksi dengan rendemen tinggi – yang mesin-mesinnya sudah tercakup dalam anggaran CSR Rp 200 juta tersebut diatas.

Ketika masyarakat berhasil membuat pakan ternak kwalitas tinggi dengan proses fermentasi tersebut diatas, semaki banyak ternak yang bisa ditumbuhkan secara ekonomis di desa tersebut. Semakin banyak pupuk organic yang dihasilkan, semakin banyak ketela yang diproduksi – semakin banyak pula pakan dan energi dihasilkan lagi dst.

Walhasil pada suatu titik, desa tersebut akan excess produksi baik berupa pupuk, pangan, pakan maupun energi. Problemkah ?, kalau toh problem inilah yang saya sebut nice problem to have !. Problem yang menyenangkan untuk dihadapi, kalau sampai ada excess produksi dari desa tersebut – berarti desa tersebut telah menjadi desa produsen, bukan lagi desa konsumen yang miskin seperti yang terjadi selama ini.

Dari sinilah rangkaian berikutnya berjalan, yaitu pasar (market) dan sumber daya (resources). Program 3 S yang kami kembangkan tidak berhenti pada produk dan melatih masyarakat dengan skills yang memadai, tetapi juga merangkai pasar dan menyediakan sumber dayanya.

Ketika potensi surplus produksi di satu daerah dipasangkan dengan kebutuhan/shortage produksi di daerah lain – maka dari sinilah nantinya  desa demi desa bisa dirankai menjadi desa-desa yang makmur, daerah-daerah yang makmur dan akhirnya juga Indonesia yang makmur.

Mudahkah program 3 S ini dijalankan ? belum tentu mudah –hanya ada satu jalan untu mengetahuinya yaitu denga mencobanya. Perusahaan Anda mau menjadi sponsor program CSR ini ?, Anda tinggal memilih target desa/daerahnya dan kami yang melakukan selebihnya.

Paket yang terdiri dari produk (microba MA 11, mesin destilasi dlsb), pelatihan, jaringan pasar dan resources kini telah lengkap tersedia. Anda juga bisa membeli Sistem Swa Sembada ini secara terpisah dari program jangka pendeknya seperti tersebut diatas.

Untuk pilihan kedua ini dengan anggaran CSR tidak lebih dari Rp 100 juta, Anda sudah bisa membekali masyarakat binaan Anda dengan Microba untuk penyuburan lahan maupun untuk pekan ternak, mesin-mesin yang dibutuhkan untuk produksi pakan ternak kwalitas tinggi sekaligus menghasilkan bioethanol untuk energi, sejumlah kompor bioethanol untuk sosialisasi penggunaan bioethanol di masyarakat – lengkap dengan pelatihannya sampai masyarakat terampil menggunakan produk-produk dan teknologi tersebut.

Apa yang hendak dicapai dari program 3 S ini ?, kembali di awal tulisan tersebut diatas. Bila masyarakat bisa mandiri, maka masyarakat itu akan punya pilhan-pilihannya sendiri. Bila minyak tanah tidak lagi bisa diperoleh, beli gas tidak bisa dicicil dari sedikit disamping harga yang juga terus naik – masyarakat punya pilihan untuk memproduksi sendiri bahan bakarnya, bahan pangannya, pertaniannya, peternakannya dlsb.

Bersamaan dengan membangun masyarakat mandiri dan memiliki pilihannya sendiri, insyaAllah mereka juga dibangun akidahnya sehingga akan sampai seperti yang diungkapkan oleh Rib’i bin Amir tersebut di atas “…bebas dari perbudakan sesama manusia, menuju penghambaan hanya kepada Allah…”. InsyaAllah !.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar